Oleh: Widha Mutiara Rizky
Pada tahun 2017 lalu, ditemukannya 30 kantong plastik di perut ikan paus berparuh cuvier di Norwegia membuat sampah plastik kembali menjadi perbincangan dunia. Sampah plastik memang sudah diklaim oleh banyak pihak dapat berdampak buruk bagi lingkungan. Selain karena kebiasaan masyarakat membuang sampah plastik ke sungai yang akhirnya bermuara di laut sehingga mengganggu ekosistem di laut, hal ini juga dikarenakan plastik memiliki sifat yang sulit terurai. Pada penelitian Jambeck (2015), potensi sampah plastik yang mencemari lautan Indonesia mencapai kurang lebih 187 juta ton per tahun. Sampah plastik menjadi persoalan dilematis ketika dihadapkan dengan pertumbuhan ekonomi. Negara yang sedang mengalami pertumbuhan ekonomi cukup baik seperti Indonesia (Anonim, 2017), sulit dipisahkan dengan penggunaan plastik untuk menunjang berbagai aktivitas. Oleh karena itu diperlukan inovasi lain untuk mengurangi permasalahan sampah plastik di Indonesia.
Penelitian yang telah dilakukan oleh Dewanti (2018), salah satu bioplastik atau plastik yang ramah lingkungan dapat dibuat dari produk samping perkebunan kelapa sawit yang berupa tandan kosong kelapa sawit (TKKS) di Indonesia. Tandan kosong kelapa sawit dipilih karena berdasarkan data BPS tahun 2015, Indonesia memiliki luas perkebunan kelapa sawit sebesar 6.735.300 hektar yang tersebar di 22 provinsi dengan produksi kelapa sawit sebesar 31.070.000 ton per tahun. Dari total produksi kelapa sawit, sebanyak 25-26% adalah tandan kosong dan baru sebanyak 10% yang dimanfaatkan menjadi kompos.
TKKS disusun oleh beberapa zat penting yang dapat dimanfaatkan menjadi bahan lain yang bernilai ekonomi. Berikut adalah komposisi zat penyusun TKKS.
Tabel 1. Komposisi zat penyusun TKKS
Komposisi | Kadar(%) |
Kadar air | 8,56 |
Lignin | 25,83 |
Holoselulosa | 56,49 |
Selulosa | 33,25 |
Hemiselulosa | 23,24 |
Zat Ekstraktif | 4,19 |
Salah satu zat yang penting dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk membuat bioplastik adalah selulosa. Selulosa adalah polimer alam yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan kain, bioetanol, dan bioplastik. Namun selulosa tidak dapat langsung diproses menjadi bioplastik. Hal ini dikarenakan selulosa tidak dapat larut di kebanyakan pelarut. Sehingga perlu diolah menjadi selulosa asetat.
Dalam penelitiannya, Dewanti (2018) melakukan ekstraksi untuk mengambil selulosa pada tandan kosong kelapa sawit di kompleks perkantoran puspiptek Serpong. Tandan tersebut dicuci bersih kemudian dipotong-potong dengan ukuran 3-5 cm. Setelah itu dikeringkan dengan menggunakan oven. Kemudian tandan dihilangkan kandungan ligninnya dengan menggunakan larutan NaOH konsentrasi 12% selama 3 jam pada suhu 90-95oC. Larutan NaOH dipilih karena lignin lebih larut dalam kondisi alkali dengan selulosa tidak ikut larut karena bukan merupakan alkali. Setelah itu larutan yang didapatkan dari proses tersebut didinginkan dan disaring untuk mendapatkan selulosa yang terpisah dari NaOH.
Gambar 1. Penghilangan kandungan lignin
Proses selanjutnya adalah menghilangkan pigmen warna gelap pada selulosa menggunakan larutan H2O2 dengan konsentrasi 10% selama 1,5 jam. H2O2 dipilih karena H2O2 berbasis oksigen sehingga efisien dan sedikit menimbulkan pencemaran lingkungan. Suhu yang digunakan adalah 80-90oC. Kemudian selulosa dicuci bersih menggunakan air dan didapatkan selulosa yang murni. Selulosa ini berwarna putih cerah. Hal ini menunjukkan bahwa pigmen lignin sudah larut sehingga selulosa yang dihasilkan memiliki kemurnian yang tinggi. Selulosa tersebut kemudian dicuci menggunakan akuades hingga pH selulosa netral. Setelah itu dilakukan pemanasan untuk menghilangkan air yang masih tersisa dalam selulosa dan didapatkan selulosa asetat. Selulosa ini yang dapat digunakan untuk bahan baku pembuatan bioplastik. Bioplastik yang dapat dihasilkan dari selulosa memiliki sifat mudah terurai dalam waktu 2-3 minggu pada media lumpur aktif pengolahan limbah.
Gambar 2. Penghilangan pigmen gelap
Gambar 3. Selulosa yang dihasilkan
Berdasarkan penelitian tersebut, potensi selulosa dari limbah tandan kosong kelapa sawit di Indonesia yang dapat dimanfaatkan adalah sejumlah 2.097.225 ton, maka bioplastik yang dihasilkan adalah 17,28%. Sehingga sejumlah 17,28% plastik dapat digantikan dengan bioplastik dari limbah tandan kosong kelapa sawit (TKKS).
Referensi:
- Anonim. 2017. Menkeu: 10 Tahun Terakhir Pertumbuhan Ekonomi Cukup Baik. Dalam https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/menkeu-10-tahun-terakhir-pertumbuhan-ekonomi-cukup-baik/ diakses pada tanggal 21 Mei 2018 pukul 09.56 WIB
- Dewanti, D. P. 2018. Potensi Selulosa dari Limbah Tanda Kosong Kelapa Sawit untuk Bahan Baku Bioplastik Ramah Lingkungan. Dalam Jurnal Teknologi Lingkungan Vol. 19, No. 1, Januari 2018.
- Jambeck, J. R., Roland G., Chris W., Theodo R. S., Miriam P., Anthony A., Ramani N., Kara L. L. 2015. Plastic waste inputs from land into the ocean. Dalam Jurnal ISSUE Vol. 347
- Sutari, T. 2017. Ancaman Sampah Plastik yang ‘Menggunung’ di Laut Indonesia. Dalam
- https://www.cnnindonesia.com/nasional/20170224090306-20-195843/ancaman-sampah-plastik-yang-menggunung-di-laut-indonesia diakses pada tanggal 22 Mei 2018 pukul 10.44 WIB
Warung Sains Teknologi (Warstek) adalah media SAINS POPULER yang dibuat untuk seluruh masyarakat Indonesia baik kalangan akademisi, masyarakat sipil, atau industri.
Bagus, menambah lagi pengetahuan tentang plastik, ternyata plastik tak hanya dapat dibuat dari bijih plastik
kalau diproduksi apakah bisa menguntungkan secara ekonomi?