Sejarah Perkembangan Teori Atom (bagian 1): dari Leucippus hingga Rutherford

Selama ribuan tahun manusia senantiasa mengikuti naluri rasa ingin tahunya dan berusaha memahami segala hal yang ada di sekitarnya. Mereka […]

Selama ribuan tahun manusia senantiasa mengikuti naluri rasa ingin tahunya dan berusaha memahami segala hal yang ada di sekitarnya. Mereka mencoba mencari penjelasan tentang berbagai gejala alam yang terjadi, dengan bermacam cara dan pendekatan. Mulai dari perenungan filosofis hingga eksperimen saintifik telah ditempuh guna memahami perilaku alam. Dan salah satu pertanyaan terbesar yang masih menjadi misteri hingga hari ini adalah: Adakah unit terkecil yang menyusun segala sesuatu? Jika ada, seperti apakah ia? Dari pertanyaan tersebut kemudian lahir teori atom, yang mengalami perubahan dari masa ke masa seiring ditemukannya bukti-bukti terbaru.

Baca juga: Benarkah Atom itu Partikel Paling Kecil?

  1. Konsep Atom Leucippus-Democritus (abad ke-5 SM)

Filsuf Yunani Kuno Leucippus dan Democritus dikenal sebagai orang pertama yang mengusulkan konsep atom, berasal dari kata Yunani atomos yang berarti ‘tidak dapat dibagi’/‘indivisible’. Mereka berandai-andai, apa yang terjadi jika suatu benda -misalkan sebatang kayu- dipotong terus-menerus menjadi bagian yang lebih kecil? Apakah akan selalu ada potongan kayu yang lebih kecil (lagi)? Dapatkah kita memotongnya menjadi lebih kecil sampai tak berhingga kali? Mereka menyatakan bahwa jika suatu benda dipotong terus-menerus, akan didapati ukuran yang tidak dapat dipotong lagi. Bagian terkecil inilah yang disebut sebagai atom, yang menurut kedua filsuf ini merupakan partikel yang bergerak dengan bentuk dan ukuran yang berbeda-beda dan dapat saling bergabung.

  1. Konsep Atom Aristoteles (abad ke-4 SM)

Masih dari Yunani, filsuf Aristoteles juga mengusulkan konsep ‘atom’nya sendiri. Berbeda dengan pendahulunya, Aristoteles beranggapan bahwa segala materi di alam ini tersusun atas empat unsur dasar -api, tanah, air, udara- yang dapat dibagi lagi menjadi lebih kecil sampai tak terbatas. Sampai di sini para filsuf tersebut hanya sebatas merenungkan gagasan mereka tentang atom, tanpa melakukan pembuktian empiris dengan eksperimen.

  1. Konsep Atom Dalton (1807)

Konsep atom Yunani Kuno bertahan selama ribuan tahun, hingga kemudian seorang ahli fisika dan kimia Inggris, John Dalton, mengusulkan hipotesisnya tentang atom. Dalam papernya, ia menyampaikan beberapa postulatnya yaitu:

    • Materi tersusun atas partikel yang sangat kecil yaitu atom. Atom adalah bagian terkecil dari suatu unsur yang dapat terlibat dalam suatu reaksi kimia.
    • Suatu unsur (yang terdaftar dalam tabel periodik) hanya tersusun atas satu jenis atom, dimana massanya merupakan ciri khas dari unsur tersebut dan nilainya sama untuk semua atom unsur tersebut (Gambar 1). Suatu sampel makroskopik dari suatu unsur berisi atom dalam jumlah yang sangat banyak, yang seluruhnya memiliki sifat kimia yang identik.
    • Atom suatu unsur memiliki sifat yang berbeda dengan atom unsur lain.
    • Senyawa yang tersusun atas atom-atom dari dua atau lebih unsur bargabung dengan rasio bilangan bulat. Dalam suatu senyawa,  jumlah atom setiap unsur selalu berada pada rasio yang sama (Gambar 2).
    • Atom tidak mengalami penciptaan ataupun pemusnahan selama proses reaksi kimia berlangsung, melainkan tersusun ulang sehingga didapatkan zat baru yang berbeda dengan zat sebelum reaksi (Gambar 3).
Sebuah koin tembaga (kiri) mengandung sekitar 3x10^(22) atom tembaga, (sebagian di antaranya digambarkan oleh bola cokelat di sisi kanan), masing-masing memiliki sifat kimia yang sama.
Gambar 1: Sebuah koin tembaga (kiri) mengandung sekitar 3×10^(22) atom tembaga, (sebagian di antaranya digambarkan oleh bola-bola cokelat di sisi kanan), masing-masing memiliki sifat kimia yang sama.

 

blank
Gambar 2: Tembaga(II) oksida, berupa bubuk hitam yang dihasilkan dari gabungan dua jenis atom yaitu tembaga (cokelat) dan oksigen (merah) dengan rasio 1:1.

 

blank
Gambar 3: Ketika unsur tembaga (padatan cokelat, ditunjukkan oleh bola cokelat) dan oksigen (gas tak berwarna, ditunjukkan oleh bola merah) bereaksi, atom-atomnya tersusun ulang membentuk senyawa yang mengandung tembaga dan oksigen.
  1. Model Atom Thomson (1904)

Jika materi tersusun atas atom, lantas apa yang menyusun atom itu sendiri? Kira-kira demikian yang ada di benak J.J Thomson, seorang fisikawan Inggris yang pada tahun 1897 melakukan eksperimen untuk menyelidiki lebih jauh tentang susunan atom. Dari eksperimen yang dilakukan menggunakan tabung sinar katoda, dia berhasil menemukan elektron yang merupakan salah satu materi penyusun atom. Peralatan tabung sinar katoda terdiri dari tabung kaca hampa udara yang tertutup rapat, yang di dalamnya terdapat dua elektroda logam. Ketika diberikan tegangan tinggi pada kutub-kutub elektroda, muncul seberkas cahaya (sinar katoda) di antara kedua elektroda tersebut.

Cahaya ini dibelokkan menuju muatan positif dan menjauhi muatan negatif. Fenomena tersebut konsisten meskipun logam yang digunakan sebagai komponen elektroda berbeda-beda. Pada eksperimen yang sama, sinar terbelokkan secara serentak oleh medan magnet. Dengan mengukur sudut pembelokan dan kekuatan medan magnet, Thomson kemudian menghitung rasio muatan-massa dari partikel-partikel sinar katoda. Hasil pengukurannya menunjukkan bahwa partikel-partikel tersebut (yang mengalami pembelokan) jauh lebih ringan daripada atom.

blank
Gambar 4: (a) J.J Thomson, penemu elektron. (b) Tabung sinar katoda tahun 1897 buatan Ferdinand Braun. (c) Dalam tabung sinar katoda, sinar (kuning) berasal dari katoda dan dipercepat saat melewati anoda menuju ujung tabung.

Setelah sukses dengan penemuan elektron, J.J. Thomson mengusulkan model atomnya pada tahun 1904. Model Thomson menggabungkan sifat-sifat atom yang telah diketahui seperti ukuran, massa, jumlah elektron, dan kenetralan listrik. Dalam model ini, atom terdiri dari sejumlah Z elektron yang tersebar secara seragam di dalam bola bermuatan positif (Gambar 5). Total muatan positif bola adalah Ze, massa bola adalah massa atom (elektron tidak terlalu berkontribusi pada massa total atom), dan jari-jari R bola adalah jari-jari atom. Model ini juga dikenal sebagai model “puding kismis” karena elektron tersebar di seluruh bagian atom seperti kismis pada puding.

blank
Gambar 5: Model atom Thomson. Sejumlah Z elektron tersebar seragam di seluruh bagian bola bermuatan positif Ze dan radius R.

Adapun nilai muatan dan massa elektron pertama kali diidentifikasi oleh seorang fisikawan Amerika Serikat, Robert A. Millikan, pada tahun 1909 dalam kerjanya yang dikenal sebagai “eksperimen tetes minyak”.

  1. Model Atom Rutherford (1911)

Adalah Ernest Rutherford, seorang fisikawan Selandia Baru, yang menunjukkan bahwa model puding kismis Thomson keliru. Rutherford bersama Hans Geiger dan Ernest Marsden melakukan eksperimen dengan menembakkan berkas sinar alfa berkecepatan tinggi (yang berasal dari Radium) ke arah lapisan emas, lalu mengamati efek hamburan sinar alfa pada layar yang menyala terang akibat terkena sinar alfa tersebut. Mereka mendapatkan hasil sebagai berikut:

    1. Sebagian besar sinar alfa menembus lapisan emas dan menumbuk layar.
    2. Sebagian kecil sinar alfa sedikit terbelokkan dan tetap menembus layar.
    3. Sangat sedikit sinar alfa terpantul kembali oleh lapisan emas.
blank
Gambar 6: Skema peralatan dalam eksperimen Rutherford.

Setelah mendapatkan hasil tersebut, Rutherford bahkan berkata “Ini adalah kejadian paling luar biasa yang pernah saya alami dalam hidup. Seperti halnya anda menembakkan peluru 15 inci ke arah tisu lalu ia terpantul kembali dan mengenai anda.”

Dari sini Rutherford menyimpulkan bahwa karena sebagian besar partikel alfa berkecepatan tinggi dapat menembus lapisan emas tanpa terbelokkan, partikel-partikel ini seharusnya bergerak melalui ruang kosong dalam atom. Partikel alfa bermuatan positif, oleh karenanya pembelokan yang terjadi semestinya disebabkan oleh keberadaan partikel yang juga bermuatan positif dalam atom lapisan emas. Dan karena pembelokan terjadi pada fraksi yang sangat kecil selama percobaan, muatan positif tersebut tampaknya hanya terkonsentrasi dalam sebagian kecil volume atom lapisan emas. Sehingga kemudian Rutherford tiba pada kesimpulan berikut:

    1. Volume atom sebagian besar merupakan ruang kosong.
    2. Suatu benda yang kecil, cukup berat, dan bermuatan positif, yaitu inti atom, harus berada di tengah-tengah atom.

Asumsi-asumsi tersebut kemudian menuntun Rutherford untuk mengusulkan model dimana atom tersusun atas inti kecil bermuatan positif yang terletak di bagian tengah yang merupakan penyusun terberat dari atom itu sendiri, dengan elektron-elektron bermuatan negatif mengelilingi inti tersebut, sehingga terbentuklah atom bermuatan netral.

blank
Gambar 7: Berkas sinar alfa ketika melewati lapisan emas.

Belakangan setelah melakukan berulang kali eksperimen, Rutherford menemukan bahwa setiap inti atom unsur tertentu selalu mengandung penyusun yang sama, yaitu partikel bermuatan positif yang disebut proton.

 

Referensi

  1. https://www.wired.com/2009/09/the-development-of-the-atomic-model/ diakses pada 13 Oktober 2019
  2. https://chem.libretexts.org/Courses/Oregon_Institute_of_Technology/OIT%3A_CHE_201_-_General_Chemistry_I_(Anthony_and_Clark)/Unit_2%3A_The_Structure_of_the_Atom/2.1%3A_A_History_of_Atomic_Theory diakses pada 13 Oktober 2019
  3. Krane, Kenneth S. Modern Physics 3rd Edition. Hoboken: John Wiley & Sons, Inc.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *