ilustrasi perbaikan DNA (https://www.asianscientist.com)
Sahabat warstek yang semoga selalu dalam keadaan sehat, saya akan memulai tulisan ini dengan sebuah pertanyaan sederhana….
Berapa jumlah saudara kandung anda? Jika tak punya saudara kandung coba perhatikan anggota keluarga terdekat anda. Tetangga anda, orang-orang di sekitar lingkungan anda, desa maupun kota dimana anda tinggal. Pernahkah muncul pertanyaan dalam benak anda mengapa tidak pernah ditemukan dua individu yang memiliki bentuk fisik dan sifat yang sama persis. Bahkan untuk saudara kembar pun pasti akan diketemukan letak perbedaannya. Ada yang punya mata sipit, besar, rambut lurus, keriting, bentuk muka bulat, lonjong serta beragam bentuk anggota tubuh yang lainnya.
Lalu siapa yang bertanggung jawab atas semua itu? apa yang menjadi penyebabnya?
Pertama, kita harus yakin bahwa Allah Subahanahu Wa Ta’ala lah yang telah memberi kita bentuk tubuh dan mengatur segala proses di dalamnya sedemikian rupa. Kedua, kita juga harus yakin bahwa Allah Subahanahu Wa Ta’ala punya cara tersendiri untuk memberikan bentuk fisik terhadap mahkluk ciptaannya. Dan itu dapat dijelaskan dengan Ilmu Pengetahuan (Science).
Setelah Avery-MacLeod-McCarty melakukan eksperimen , ditemukan adanya materi berupa rantai molekul polimer di setiap susunan sel tubuh kita dan bertanggung jawab atas semua itu. Rantai molekul tersebut dinamakan asam deoksiribonukleat/deoxyribonucleic acid (DNA). Dibentuk oleh 4 molekul kecil yang tersusun secara berulang yang terdiri dari Adenin (A), Timin (T), Guanin (G), dan Sitosin (C). Kita dapat menyebutnya nukleotida atau basa nitrogen [1].
Gambar 1. Struktur DNA (Johan Jarnested/The Royal Swedish Academy of Sciences)
Urutan nukleotida akan menentukan sifat seperti apakah yang akan dibawa DNA. Misalnya urutan nukleotida A-G-T-C-G-T-A-C-G dan seterusnya… (sampai ribuan basa nukleotida) akan menginstruksikan sifat hidung pesek. Selain bertanggung jawab terhadap sifat yang nampak, ternyata DNA juga bertindak sebagai instruktur terhadap segala proses yang tidak nampak dalam tubuh kita. Misalnya suatu kode DNA (urutan nukleotida) dapat memberikan instruksi bagaimana cara membuat protein hemoglobin pada sel darah merah, myosin pada sel otot, dan melanin pada sel pigmen kulit [1].
Lalu apa yang akan terjadi apabila rantai molekul yang juga dikenal sebagai biopolimer tersebut mengalami gangguan? Misalnya ada perubahan struktur nukleotida atau adanya molekul lain yang bereaksi dengan DNA.
Kedua gangguan yang telah disebutkan diatas dapat saja menyebabkan cacat/penyakit bagi penderitanya. Xeroderma Pigmentosum adalah jenis kanker kulit yang menjadikan penderitanya sangat sensitif terhadap sinar matahari bahkan pada cahaya lampu listrik sekalipun [2]. Kelainan ini ditandai dengan gagalnya perbaikan DNA yang menyebabkan hipersensitivitas klinis dan seluler terhadap radiasi ultraviolet dan agen karsinogenik [3]. Tulisan kali ini akan mencoba memaparkan tentang perubahan struktur basa nitrogen yang diakibatkan oleh paparan sinar UV.
Gambar 2. Penderita Xeroderma Pigmentosum [2]
Radiasi Ultra Violet (UV) menyebabkan perubahan struktur basa nitrogen penyusun DNA. Dimer Timin adalah molekul baru yang terbentuk dari reaksi antara dua basa nitrogen yang sama. Molekul ini terbentuk akibat terpapar sinar UV dan memiliki potensi menyebabkan penyakit kanker bahkan kematian pada organisme [2]. Atas temuan ini, hingga pada tahun 2015 muncul istilah ” bengkel molekuler ” dan enzim sebagai montirnya. Temuan tersebut membawa tiga ilmuwan dunia, yaitu Aziz Sancar, Tomas Lindahl, dan Paul Modrich diganjar Nobel Kimia yang diumumkan pada 7 Oktober 2015 lalu oleh The Royal Swedish Academy of Sciences. Menurut panitia perhelatan Nobel, riset ketiga ilmuwan tersebut telah memberikan pengetahuan yang fundamental tentang bagaimana sel yang hidup bekerja dan itu dapat berguna misalnya untuk pengembangan obat anti-kanker [4].
Azis Sancar yang merupakan ilmuwan muslim berkebangsaan Turki dan Amerika berhasil mengembangkan dua cara memperbaiki DNA dan menjelaskan bagaimana mekanisme perbaikannya. Beliau merupakan Profesor di Departemen Biokimia dan Biofisik di University of North Carolina Amerika Serikat. Pada dokumen Nobel Lecture yang dipresentasikannya pada 8 Desember 2015 beliau menyebut perbaikan DNA menggunakan Photolyase (Fotoliase) dan Excision Nuklease (Pemotongan Nukleotida).
Photolyase (Fotoliase)
Fotoliase atau dikenal juga dengan fotoreaktivasi merupakan enzim yang dapat memperbaiki DNA rusak menggunakan energi sinar tampak untuk memutus cincin siklobutana dimer. Enzim ini berbobot 50-60 kg/mol (kilo Dalton) yang memiliki dua kofaktor non kovalen. Kedua kofaktor tersebut yaitu Flavin Adenin Dinukleotida (FADH–) dan Meteniltetrahidrofolat (MTHF) atau 8-hidroksi-5-deazariboflavin (8-HDF) [5].
Gambar 3. Struktur 3D Fotoliase [2]
Enzim ini ditemukan oleh mentor Azis Sancar ketika menjalani program doktor Claud S. Rupert pada tahun 1958. Penemuan ini menandai dimulainya bidang perbaikan DNA sebagai sebuah disiplin ilmu yang baru. Sebelum ditemukannya fotoliase, telah diketahui bahwa sinar UV dapat membunuh bakteri dengan sangat efektif. Pada tahun 1949 Albert Kelner dari Cold Spring Harbor, membuat sebuah observasi dan menemukan bahwa bakteri yang telah dimatikan dengan sinar UV secara menakjubkan dapat hidup kembali. Meskipun begitu dia belum juga dapat menjelaskan fenomena ini, yang pada akhirnya disebut sebagai proses fotoreaktivasi. Rupert kemudian melakukan analisis lebih lanjut terkait fenomena ini hingga akhirnya menemukan adanya enzim fotoliase yang berperan dalam perbaikan DNA [2].
Gambar 4. Aziz Sancar bersama mentornya Claud S. Rupert (https://alumni.utdallas.edu/nobel-alumnus)
Proses fotoreaktivasi diawali dengan sinar UV yang mengkonversi basa nitrogen Timin (basa pirimidin) yang berdekatan menjadi Siklobutana Pirimidin Dimer (CPD). Adanya enzim fotoliase yang menggunakan energi cahaya tampak (UV-visible) berwarna biru untuk memutus dua ikatan Timin Dimer dan mengkonversinya menjadi dua basa nitrogen Timin yang terpisah (hanya disatukan ikatan fosfat) [2].
Gambar 5. Reaksi fotoreaktivasi [2]
Ketika bergabung pada tahun 1974, Azis Sancar mendapat tantangan dari sang mentor untuk mengkloning gen fotoliase,
memproduksi enzim dan memurnikannya. Setelah beberapa minggu bekerja beliau berhasil menaklukkan tantangan dari sang mentor. Keberhasilan tersebut dikonfirmasi dengan sebuah hasil analisis plasmid menggunakan elektron mikrograf. Setelah dimurnikan, Azis Sancar menemukan bahwa larutan enzim tersebut memiliki warna biru cerah. Atas penemuan tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa enzim tersebut memiliki kemampuan untuk menyerap cahaya. Selanjutnya dilakukan identifikasi lebih lanjut untuk mengetahui komponen dalam enzim yang menyerap cahaya. Hasil temuannya begitu menakjubkan, tidak hanya satu tapi enzim fotoliase memiliki dua komponen (kofaktor) yang bertanggung jawab terhadap penyerapan cahaya (MTHF dan FADH–) [2].
Gambar 6. Elektron mikrograf dari plasmid fotoliase, Pemurnian fotoliase bakteri E. coli dari strain yang memiliki kemampuan memproduksi protein dan Enzim fotoliase yang telah dimurnikan (Gambar dari kiri ke kanan) [2].
Pada dekade sebelumnya, Azis Sancar telah berkolaborasi dengan peneliti Ohio State University untuk mengukur konstanta mikroskopik perbaikan DNA oleh fotoliase. Para peneliti telah dapat melakukan pengukuran kecepatan energi transfer, elektron transfer, pemutusan dan pembentukan ikatan secara real time pada resolusi pico detik (10-12). Fotoliase pada era sekarang ini adalah salah satu bahan terbaik untuk memahami enzim [2]. Imbuh beliau diakhir presentasinya.
Nah sahabat warstek yang budiman, demikian pemaparan singkat tentang perbaikan DNA dengan enzim fotoliase pada bagian pertama ini. Insyaallah pada bagian kedua akan dibahas perbaikan dengan teknik Excision Nuklease (Pemotongan Nukleotida).
Referensi
1. Burhan, A., 2018, https://www.zenius.net/blog/19924/mengapa-kita-bisa-mirip-dengan-orang-tua-kita, diakses pada 28 Januari 2020 pukul 08.40 WITA
2. Sancar, A., 2015, Mechanisms of DNA Repair by Photolyase and Excision Nuclease, Nobel Lecture
3. Zulkarnain, I., 2019, http://fk.unair.ac.id/mengatasi-xeroderma-pigmentosum-penyakit-kulit-langka-pada-anak-anak/, diakses pada 28 Januari 2020 pukul 10.50 WITA
4. Ramadhani, Y., 2017, https://www.google.com/amp/s/amp.tirto.id/aziz-sancar-pemain-sepakbola-yang-menang-nobel-kimia-cpzD, diakses pada 30 Januari 2020 pukul 13.18 WITA
5. Sancar, A., 1994, Structure and Function of DNA Photolyase (Review Article), Biochemistry
Comments are closed.