Cryonic: Pembekuan Jasad Manusia sebagai Kunci Keabadian yang Penuh Kontroversi

Keabadian (immortality) merupakan suatu impian bagi setiap makhluk hidup. Seiring dengan berkembangnya teknologi yang menjangkau berbagai aspek kehidupan, termasuk revolusi […]

blank
Teknologi Cryonic
Sumber: https://wonderfulengineering.com/cryogenics/

Keabadian (immortality) merupakan suatu impian bagi setiap makhluk hidup. Seiring dengan berkembangnya teknologi yang menjangkau berbagai aspek kehidupan, termasuk revolusi pada dunia medis, memunculkan pemikiran agar makhluk hidup dapat terhindar dari penyakit dan kematian. Manusia ingin dapat hidup lebih lama di dunia tanpa menderita penyakit atau menjadi abadi dengan orang-orang yang disayanginya. Para ilmuwan mengupayakan berbagai cara untuk mewujudkan kehidupan yang abadi, salah satu cara yang kontroversial adalah cryonic. Teknologi cryonic mulai berkembang di Amerika dan beberapa negara di Eropa. Teknologi tersebut mencakup dua konsep, yaitu anti-aging dan immortality (Budiyanti, 2016). Kontroversi pun muncul pada tahun 1967, karena cryonic berpotensi menimbulkan masalah etika dan hukum.

Apa sih pengertian cryonic?

Cryonic merupakan metode pembekuan atau pengawetan dengan suhu dingin (rendah). Zat yang digunakan pada teknik ini disebut cryoprotectant, yang berada dalam suhu nitrogen cair (-196°C). Proses pengerjaannya disebut cryopservation (Budiyanti, 2016). Cryonic diharapkan mampu memberikan manusia “kehidupan kedua”, setelah dinyatakan mati. Adanya fenomena reptil Arktik memulai perkembangan teknologi cryonic ini. Kepercayaan terhadap cryonic bertambah ketika katak dan salamander mampu bertahan hidup pada suhu sangat rendah, tetapi cairan tubuh mereka tidak akan berubah menjadi es. Hal tersebut dikarenakan hati mereka memproduksi gliserol. Gliserol merupakan zat antibeku yang mampu menurunkan titik beku. Zat antibeku digunakan sebagai cryoprotectant. Selanjutnya, ditemukan bahwa gliserol dapat digunakan untuk melindungi sperma banteng dari pembekuan. Teknik ini berhasil diterapkan pada sel-sel darah merah. Sejak saat itu, kriopreservasi sperma banteng dan darah manusia pada suhu nitrogen cair dikembangkan dalam bidang industri.

Alcor’s Air Transportable Perfusion Kit (ATP)
Alcor’s Air Transportable Perfusion Kit (ATP)

Cryonic dan cryogenic memiliki pengertian yang berbeda. Cryogenic merupakan cabang ilmu fisika yang mengkaji produksi dan dampak dari suatu materi dalam suhu yang sangat rendah (Oxford, 2003). Pengaplikasiannya menggunakan campuran zat anti beku, yaitu cryoprotectant yang dimasukkan untuk menggantikan cairan tubuh, sehingga sistem metabolisme tetap terjaga (Gunawan, 2018). Sel-sel pasien dapat tetap hidup saat ditransportasikannya ke pusat cryonic, yaitu dengan mengguankan alat Alcor’s Air Transportable Perfusion Kit (ATP). Sekitar tahun 1990an, para ilmuwan cryonicists membagi dua kategori utama pasiennya, yaitu pasien yang dibekukan hanya pada bagian kepala (neuropreservasi) dan seluruh tubuh. Perkembangan nanoteknologi ikut mempengaruhi perkembangan teknologi cryonic, dimana para cryonicists lebih memilih melakukan kriopreservasi hanya pada bagian kepala saja. Hal ini dikarenakan biaya yang dibutuhkan akan jauh lebih murah.

Tubuh yang tidak aktif pada suhu rendah membuat semua fungsi tubuh melambat, termasuk fungsi otak. Oleh karena itu, oksigen tidak lagi dibutuhkan dalam jumlah banyak untuk mendukung kerja otak. Proses ini sama layaknya dengan hibernasi yang dilakukan oleh beruang kutub, dimana proses metabolismenya juga ikut melambat. Menurut Gunawan (2018), terdapat empat konsep ilmiah bagi ilmuwan cryonicists terkait teknologi kontroversial ini, yaitu suhu rendah dapat memperlambat metabolisme, sehingga perubahan kimia dapat terhenti dalam waktu yang lama; pembentukan es pada jaringan tubuh dapat direduksi dengan menggunakan campuran vitrification; secara legal kematian tidak bersifat irreversible; serta keyakinan bahwa kematian klinis yang tidak reversible hari ini, mungkin dapat reversible secara teoritis di masa depan.

TEKNOLOGI CRYONIC DALAM PERSPEKTIF ETIKA DAN HUKUM

Kontroversi teknologi cryonic mencakup pertentangan dengan nilai agama, norma, dan nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat dan mempengaruhi kehidupan maupun kematian. Dalam aspek agama, terbagi menjadi dua kubu yang berbeda antara kaum spiritual dan kaum atheis. Kaum spiritual meyakini bahwa urusan hidup dan mati merupakan kehendak Tuhan dalam mengatur dimensi kehidupan, tanpa intervensi khususnya oleh manusia (Shaw, 2011). Sebaliknya, para penganut atheis menganggap bahwa cryonic merupakan jalan menuju surga keabadian (Barbaro, 2011).

Permenkes No. 37 Tahun 2014 yang mengatur tentang Penentuan Kematian dan Kemanfaatan Organ Donor pasal 7 menjelaskan bahwa “Penentuan kematian seseorang dapat dilakukan dengan menggunakan kriteria diagnosis kematian klinis atau konvensional atau kriteria diagnosis kematian mati batang otak”. Dalam pasal 8 juga dijelaskan bahwa kriteria diagnosis kematian klinis atau konvensional, sebagaimana dimaksud didasarkan pada telah berhentinya fungsi sistem jantung, sistem sirkulasi, dan sistem pernapasan. Teknologi menghidupkan kembali manusia di masa depan dengan jiwa atau badan yang berbeda ini dapat menggeser definisi kematian tersebut.

Teknologi cryonic menjanjikan makhluk hidup memiliki kehidupan yang abadi. Penyakit tidak akan menjadi sesuatu yang mengkhawatirkan lagi bagi manusia. Makna kematian pun akan berubah, sehingga memungkinkan terjadinya kekacauan moral karena tidak adanya batasan terhadap hidup ini. Seseorang yang menolak nasibnya saat itu atau sedang mengalami penyakit dapat mencoba kembali kehidupannya di masa depan ketika obat yang dibutuhkannya sudah ditemukan.

Seseorang dapat menjadi sutradara maupun penulis dalam skenario kehidupannya sendiri. Meskipun tujuan dari diciptakannya teknologi cryonic adalah untuk memperbaiki kehidupan, namun banyak permasalahan yang diduga akan terjadi di masa depan, seperti akan adanya ledakan penduduk, bergesernya nilai Ketuhanan dimana hakekat pengampunan oleh penciptaNya sudah tidak lagi bermakna, mendorong penemuan baru terkait penciptaan organ-organ tubuh tanpa danya kelahiran seperti kloning, serta menimbulkan aksi bunuh diri lebih dini.

Menurut LaBouff (1992), contoh nyata yang paling kontroversi, yaitu terjadi pada Dr. Thomas Donaldson yang melakukan aksi bunuh diri ketika divonis mengalami tumor otak. Ia mengakhiri hidupnya berdasarkan pada keyakinannya bahwa cryonic akan memberikan kesempatan untuk hidup kembali di masa depan tanpa tumor, sehingga ia mengakhiri hidupnya sebelum penyakitnya menggerogoti bagian otak. Hal ini tentu melanggar agama dan hukum, terutama hukum di Indonesia yang melarang untuk melakukan bunuh diri dengan alasan apapun. Untuk itu, perlu ditetapkannya batasan maupun regulasi yang jelas agar perkembangan teknologi tidak menimbulkan dilema etika dan permasalahan hukum.

REFERENSI:

Barbaro, V., 2011. Heaven for Atheis. The Humanist, 71(4), pp.24-29.

Budiyanti, R.T., 2016. Teknologi Cryonics dalam Perspektif Etika dan Hukum. CDK-243, 43(8), pp.626-629.

Gunawan, K.D.H., 2018. Kajian Aksiologi terhadap Teknik Cryonics sebagai Solusi Menuju Kehidupan Kedua. Jurnal Filsafat Indonesia, 1(1), pp.1-7.

LaBouff, J.P., 1992. “He Wants to do What?” Cryonics: Issues in Questionable Medicine and Self-Determination. Santa  Clara Computer and Hightechnology Law Journal, 8(2), pp.469-498.

Oxford, E.N., 2003. Oxford Dictionary of Physics. Oxford: Oxford University Press.

Shaw, D.M., 2009. Cryoethics: Seeking Life after Death. Bioethics, 23(9), pp.515-521.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *