Hubungan Dibalik Protein yang Mengandung Thioester (TEP) Pada Imunitas Nyamuk Anopheles Terhadap Plasmodium (Penyakit Malaria)

Oleh: Arini Angger Praftika Penyakit malaria banyak mematikan banyak manusia di belahan bumi ini. Maka dari itu mari kita lihat keterkaitan […]

Oleh: Arini Angger Praftika

Penyakit malaria banyak mematikan banyak manusia di belahan bumi ini. Maka dari itu mari kita lihat keterkaitan antara protein yang mengandung thioester (TEP) dengan imunitas nyamuk anopheles terhadap plasmodium. Protein thioester (TEP) merupakan promotor terjadinya fagositosis bakteri Gram positif dan Gram negatif dalam sistem imun serangga. Salah satu TEP, yaitu TEP1 pada nyamuk Anopheles berfungsi sebagai faktor komplemen yang membunuh Plasmodium. TEP1 nyamuk disintesis pada hemosit dan disekresikan dari hemolimfa. Hubungan TEP1 dengan protein dan enzim lain dapat menghalangi perkembangan ookista dan ookinet pada lambung nyamuk betina. TEP1 nyamuk terdiri dari dua alel yaitu alel R (refractory/resisten) dan alel S (susceptible/rentan). Efektivitas kematian ookinet pada nyamuk TEP-S hanya 80% dan pada nyamuk TEP-R terjadi 100%. Respon imun nyamuk beralel R efektif mematikan Plasmodium, namun nyamuk beralel S mendominasi populasi.

Baca juga: Mengenal Pactamycin dan Perkembangannya: Pergulatan Ilmuwan Diaspora Melawan Malaria

Plasmodium merupakan genus protozoa parasit. Penyakit yang disebabkan oleh genus ini dikenal sebagai malaria. Parasit ini sentiasa mempunyai dua inang dalam siklus hidupnya: vektor nyamuk dan inang vertebra.  Malaria merupakan penyebab kematian utama di 75% di Afrika dan 25% di Asia Tenggara (Munif, 2009). Penyakit malaria disebabkan oleh Plasmodium yang menyerang hati dan darah inang (Sreenivasamurthy et al., 2013; Arsin, 2012). Pengendalian pada tingkat vektor dan parasit hingga saat ini masih ditekankan pada penggunaan insektisida maupun produksi obat-obat antimalaria. Di sisi lain, terjadinya resistensi parasit terhadap zat kimia dalam insektisida dan obat-obatan yang disebabkan mutasi gen mengakibatkan peluang berkembangnya kemampuan parasit resisten untuk tumbuh dalam tubuh inang sehingga dapat meningkatkan jumlah kasus malaria (Simamora dan Fitri, 2007).

Banyak penelitian mengenai genom pada Anopheles menghasilkan gen yang potensial yang memiliki fungsi imunitas bagi nyamuk untuk menghilangkan berbagai mikrobiota, salah satunya Plasmodium. Beberapa penelitian diantaranya yaitu dikutip dari Li et al. (2013) berupa gen reseptor (pendeteksi) yang memiliki kemampuan untuk menghalangi pembentukan oosit Plasmodium seperti leucine-rich-repeats protein (APL1C dan LRIM1), protein dalam golongan fibrinogen (FREPs dan FBNs), protein yang mengandung thioester (TEPs), dan C-type lectins (CTLs).

TEP1 (Thioester-containing Protein 1) adalah glikoprotein yang dihasilkan dari hemosit (sel darah nyamuk). Dalam imunitas nyamuk Anopheles betina, TEP1 berfungsi melawan infeksi mikroorganisme, termasuk sel Plasmodium. Protein TEP1 nyamuk berperan sebagai zat komplemen (zat yang dapat melawan infeksi) yang dapat membuat sel bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif mengalami fagositosis (Levashina et al., 2001).

TEP1 pada nyamuk Anopheles (aTEP1) memiliki massa molekul sebesar 165 kDa. Sekuens TEP1 terdiri dari segmen N-terminal dengan signal peptida yang bersifat hidrofobik. Seperti golongan protein thioester lain, TEP1 disintesis oleh hemosit lalu disekresikan dari hemolimfa (Levashina et al., 2003).

Fungsi imunitas gen TEP1 pada nyamuk Anopheles gambiae pada awalnya dijelaskan pada nyamuk betina. Menurut Blandin et al. (2004), TEP1 merupakan faktor yang terlibat untuk membunuh parasit pada nyamuk dan menentukan kapasitas vektor nyamuk. TEP1 mengikat permukaan ookinet setelah ookinet melewat jaringan epitel lambung.

Dengan melihat potensi alel TEP1 tertentu yang dapat membunuh parasit Plasmodium secara efektif, serta hasil penelitian mengenai penyebab keberadaan nyamuk terinfeksi parasit yang disebabkan oleh dominasi alel rentan, maka proyeksi ke depannya adalah bagaimana mengembangkan metode yang efektif untuk membuat alel efektif tersebut masuk dalam populasi alami.

Salah satu metode yang dapat dilakukan untuk pengendalian vektor yaitu rekayasa genetika untuk menghasilkan nyamuk Anopheles transgenik yang membawa alel R. Serangga resisten parasit hasil rekayasa genetika memiliki peran dalam populasi sebagai pengganti serangga yang rentan, dan selanjutnya dapat menghilangkan penyebaran penyakit akibat transmisi parasit (Aksoy, 2003).

Dengan demikian, Gen TEP1 berfungsi sebagai faktor komplemen dalam imunitas nyamuk Anopheles terhadap infeksi Plasmodium. Kedua alel TEP1 memiliki tingkat imunitas yang berbeda di mana alel R (TEP1-R) berpotensi membunuh ookinet Plasmodium dan alel S (TEP1-S) berpotensi menjadi faktor yang membuat nyamuk rentan terinfeksi Plasmodium. Melihat pengaruh TEP1-S yang menyebabkan nyamuk Anopheles rentan terhadap serangan parasit, dominasi TEP1-S dalam populasi nyamuk Anopheles, serta potensi TEP1-R dalam membunuh parasit, penelitian di masa depan dalam rekayasa genetika alel TEP1-R dapat dijadikan solusi untuk mengatasi penyebaran nyamuk Anopheles yang membawa parasit Plasmodium sebagai penyebab penyakit malaria.

DAFTAR PUSTAKA

Irawan, Presticilla D., Kolondam, Beivy J., (2016, Mei), Keterkaitan Protein Yang Mengandung Thioester (TEP) dengan Imunitas Nyamuk Anopheles terhadap Plasmodium, Jurnal Sains, 16 (1), 1-6, Retrieved from 

http://id.portalgaruda.org/index.php?ref=browse&mod=viewarticle&article=432750

1 komentar untuk “Hubungan Dibalik Protein yang Mengandung Thioester (TEP) Pada Imunitas Nyamuk Anopheles Terhadap Plasmodium (Penyakit Malaria)”

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *