Sejak adanya pandemi Covid-19 masyarakat Indonesia kembali membiasakan kebiasaan yang sudah lama ditinggalkan, yaitu berjemur. Aktivitas ini sudah ditinggalkan banyak orang dewasa sebelum virus SARS COV-2 datang. Berjemur kini menjadi hal yang biasa ditemui di pagi hari dengan segala macam teori yang beredar. Hal ini seolah menjadi pengingat bahwa kita selama ini melupakan vitamin D. Apakah benar dengan berjemur membuat manusia terhindar dari bahaya Covid-19? Bagaimana penjelasan ilmiahnya?
Vitamin D
Aktivitas berjemur agar tubuh terkena paparan sinar matahari bertujuan agar tubuh memperoleh vitamin D. Vitamin D dihasilkan di kulit dari paparan sinar UVB matahari. Vitamin D mempunyai nama lain cholecalciferol. Bentuk aktif dari cholecalciferol adalah 1,25-dihydrocycholecalciferol [1] yang mempunyai peran penting dalam mengatur kadar kalsium dan fosfat dalam darah agar tulang, gigi, dan otot tetap sehat. Caranya adalah dengan merangsang zat yang mengangkut kalsium untuk masuk ke dalam dinding usus, setelah itu menyerap kalsium di usus, dan membawanya sampai ke darah. Jumlah kalsium yang cukup menjaga tulang kuat dan bebas dari osteoporosis. Professor Greig dari Universitas Birmingham mengatakan sumber vitamin D paling banyak berasal dari paparan matahari. Jika terdapat daerah yang sinar matahari rendah maka bisa menambah dari suplemen atau makanan.
Sumber Vitamin D
Sumber vitamin D berasal dari makanan dan sinar matahari yang diserap kulit. Kulit dapat memproduksi vitamin D saat terkena sinar UVB dari matahari. Tetapi itu pun jangan berlebihan, karena sinar UVB berlebih juga dapat menyebabkan penyakit kanker kulit, apalagi pada penderita melanoma. Vitamin D ada 2 jenis yaitu vitamin D2 dan D3 yang bisa diperoleh dari salmon, tuna, makarel, daging merah, dan kuning telur. Namun karena tidak mengonsumsi dalam jumlah besar maka dapat diperoleh pada suplemen atau makanan yang sudah difortivikasi vitamin D seperti susu, sereal, ataupun jus jeruk.
Riset pengaruh vitamin D terhadap tingkat kematian Covid-19
Senyawa ini berperan sebagai anti inflamasi sehingga dapat mengurangi resiko komplikasi dari COVID-19 dengan mencegah terjadinya demam sitokin dalam tubuh. Penelitian dari Trinity College Dublin menunjukkan adanya hubungan antara jumlah konsumsi vitamin D dengan tingkat kematian COVID-19. Spanyol dan Italia Utara meskipun mendapat sinar matahari yang melimpah namun rakyatnya kekurangan vitamin D dan tercatat kasus infeksi dengan tingkat kematian tinggi. Sementara negara yang paparan sinar matahari lebih sedikit seperti Norwegia, Finlandia, dan Swedia warganya mengonsumsi suplemen dalam jumlah yang cukup dan tercatat kasus infeksi dan tingkat kematian karena COVID-19 rendah. [2]
Riset yang dilakukakan tahun 2017 sebelum adanya COVID-19 menunjukkan bahwa penambahan suplemen vitamin D pada orang yang mengalami kekurangan vitamin D efektif dalam pencegahan penyakit pernapasan yang bertanggungjawab dalam jutaan orang secara global setiap tahunnya[3]. Petre dan Dr Lee Smith dalam jurnal Aging Cilincal and Experimental Research menyebutkan ada pengaruh kadar vitamin D dengan tingkat kematian 20 negara Eropa. Italia dan Spanyol warganya menghindari berjemur karena pengaruh pigmen kulit, ditambah dengan konsumsi vitamin D rencah menyebabkan kadar vitamin D warganya rendah. Tingkat kematian Italia dan Spanyol pun tinggi. Sementara negara daerah Skandinavia yang mengonsumsi minyak ikan kod dan sumplemen vitamin D tanpa menghindari paparan matahari menunjukkan tingkat kematiannya rendah [4].
Manfaat Vitamin D banyak, namun belum ada bukti klinis pengaruhnya terhadap Covid-19
Namun, penelitian di jurnal BMJ, Nutrition, Prevention and Health justru menunjukkan hasil sebaliknya. Belum ada bukti klinis yang menunjukkan pengaruh vitamin D terhadap pencegahan maupun pengobatan COVID-19. Selain itu, meskipun vitamin D yang cukup diperlukan tubuh, namun jika berlebihan justru berbahaya karena akan meningkatkan kadar kalsium di darah sehingga dapat menyebabkan kanker [5].
Hikmah dari wabah Covid-19 ini adalah pengingat agar kita dapat hidup lebih sehat, salah satunya terpenuhi konsumsi vitamin D. Selama ini kita terlalu sibuk dengan berbagai rencana dan dealine yang membuat kita jarang terkena sinar matahari. Padahal dengan berjemur selain menyehatkan tulang, juga dapat meningkatkan biodiversitas usus, karena cara kerja vitamin D dengan menyerap kalsium di usus. Kekurangan vitamin D dapat menyebabkan kalsium dalam usus tidak terserap maksimal. Selamat berjemur.
Referensi:
[1] https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/5280795
[2] Skutsch, M., Dobler, C., McCall, M. B., Ghilardi, A., Salinas-Melgoza, M. A., McCall, M. K., & Fenner-Sanchez, G. (2020). The association of UV with rates of COVID-19 transmission and deaths in Mexico: the possible mediating role of vitamin D. medRxiv.
[3] RL, M. A. J. D. H. (2017). Greenberg L Aloia JF Bergman P Dubnov-Raz G Esposito S Ganmaa D Ginde AA et al. Vitamin D supplementation to prevent acute respiratory tract infections: systematic review and meta-analysis of individual participant data. BMJ, 356, i6583.
[4] Ilie, P. C., Stefanescu, S., & Smith, L. (2020). The role of vitamin D in the prevention of coronavirus disease 2019 infection and mortality. Aging Clinical and Experimental Research, 1.
[5] Lanham-New, S. A., Webb, A. R., Cashman, K. D., Buttriss, J. L., Fallowfield, J. L., Masud, T., … & Ward, K. A. (2020). Vitamin D and SARS-CoV-2 virus/COVID-19 disease. BMJ Nutrition, Prevention & Health.
Keren kak artikelnya bermanfaat. Bisa juga nih kunjungin artikelku juga, Tentang riset prediksi kepunahan massal dan siklus karbon
https://warstek.com/2020/06/03/punah/