Teknologi Pengolahan Zat Warna Alam – Peluang Industri Prospektif

Telah berlakunya Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) membuka peluang pasar yang lebih besar, industri pewarna/zat warna dari bahan alam merupakan […]

Telah berlakunya Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) membuka peluang pasar yang lebih besar, industri pewarna/zat warna dari bahan alam merupakan industri yang sangat prospektif karena tanah Indonesia yang sangat subur dan tinggi tingkat biodiversity-nya.

Ditulis oleh Ahmad Satria Budiman

Sekilas tentang Zat Warna Alam

Indonesia adalah negara dengan potensi sumber daya alam yang luar biasa. Hal ini terlihat dari kekayaan alam atau hasil bumi yang tersebar di berbagai sektor, mulai dari pertanian, perkebunan, kehutanan, kelautan, sampai pertambangan. Letak geografis di garis khatulistiwa adalah fakta yang harus disyukuri oleh negeri ini karena memiliki iklim tropis dan tanah subur yang memungkinkan banyak tanaman dapat tumbuh dengan baik sehingga bisa dimanfaatkan bagi kesejahteraan rakyat. Salah satunya, dengan mengolahnya menjadi zat warna alam.

Berdasarkan cara memperolehnya, zat warna untuk industri tekstil digolongkan menjadi dua, yaitu zat warna alam dan zat warna sintetis. Adapun zat warna alam diperoleh dari bagian tanaman (tetumbuhan) melalui proses ekstraksi, sementara zat warna sintetis diperoleh dari reaksi kimia dengan bahan dasar hasil senyawa turunan hidrokarbon aromatik, seperti benzena, naftalena, dan antrasena.

1.png
Bagian tanaman yang sudah dihaluskan untuk diekstraksi
2
Produk hasil pewarnaan dengan zat warna alam

Pada tanggal 13 Juni 1996, CBI atau Center for The Promotion of Import from Developing Countries yang merupakan salah satu instansi di Kementerian Belanda mengumumkan bahaya penggunaan zat warna sintetis. Menurut CBI, gugus azo yang bersifat amino aromatis pada zat warna sintetis diduga dapat menyebabkan kanker kulit. Selain itu, sisa penggunaan zat warna sintetis juga dapat mencemari lingkungan, begitu pula dengan obat-obat bantunya.

Oleh karena itu, zat warna alam dapat menjadi solusi alternatif. Selain ramah lingkungan, zat warna alam punya karakteristik warna khas yang sulit ditiru oleh zat warna sintetis. Hal ini dapat menjadikan produk tekstil lebih bernilai seni dan elegan. Namun, bukan berarti zat warna alam tidak lepas dari kendala. Bahan yang dapat diwarnai adalah bahan dari serat alam, seperti kapas, wool, dan sutera. Proses produksinya pun belum cukup praktis.

Untuk memetakan kekuatan (potensi) dari zat warna alam, digunakanlah Analisis SWOT sebagai berikut:

1. Strength (Kekuatan)

Selain ramah lingkungan, intensitas warna yang dihasilkan zat warna alam cenderung indah, unik, eksklusif, dan mengandung antioksidan sehingga aman digunakan manusia.

2. Weakness (Kelemahan)

Ketersediaan bahan baku belum stabil, dalam artian kondisi budidaya tanaman ikut berpengaruh pada kualitas warna yang dihasilkan.

3. Opportunity (Peluang)

Meningkatnya permintaan pasar global ke arah produk alami (go green) yang aman bagi kesehatan dan adanya inovasi dalam hal teknologi puderisasi (pembuatan serbuk).

4. Threat (Tantangan)

Semakin banyak negara pesaing.

Proses Ekstraksi dari Zat Warna Alam

Sebagaimana telah diketahui, zat warna alam adalah zat pewarna dari bagian tanaman, seperti daun, kulit batang, kulit akar, buah, bunga, dan biji. Contoh-contohnya adalah sebagai berikut:

No. Asal Tanaman Warna
1. Daun Alpukat Cokelat muda
Nila/indigofera Biru
Jambu biji Hijau kelabu
Jati Cokelat kemerahan
Randu Abu-abu
2. Kulit batang Mahoni Cokelat tua
Nangka Kuning
Secang Merah
Soga (tingi, jambal, tegeran) Cokelat
3. Kulit akar Kunyit Oranye dan kuning
Pace/mengkudu Merah dan kuning
4. Buah Pinang/jambe Cokelat
(kulit buah) Rambutan Cokelat dan merah marun
Senggani Ungu
5. Bunga Kembang telang Biru dan ungu
Pacar air Kuning kehijauan
Srigading Kuning gading
Sepatu Merah dan ungu
6. Biji Durian Cokelat dan abu-abu
Jalawe Hitam
Kesumba/biksa Merah dan oranye

34

Tentunya, masih banyak lagi tanaman yang dapat dieksplorasi lebih jauh kandungan zat warnanya. Cara mengolahnya adalah melalui proses ekstraksi (perebusan). Bagian tanaman tersebut terlebih dulu dikeringkan dan dihaluskan, bisa dengan dipotong, diiris, diremas, ditumbuk, atau dihaluskan dengan mixer. Hasilnya lalu direbus dengan air pada suhu mendidih selama kurang lebih 1 jam. Larutan warna yang terbentuk kemudian disaring beberapa kali hingga tidak ada endapan. Hasilnya lalu didinginkan. Rangkaian proses ini tidak berlaku untuk nila/indigofera. Cara mendapatkan warna dari nila adalah melalui perendaman dan peragian.

Salah satu kriteria atau syarat tanaman dapat menjadi zat warna alam adalah mengandung sejumlah senyawa organik. Senyawa tersebut antara lain tanin, biksin, moridin, brasilin, dan flavonoid. Jika hasil ekstraksi tanaman memberikan warna tertentu, tetapi setelah diuji ia tidak memiliki senyawa tersebut, maka tanaman tidak dapat dijadikan zat warna alam.

Proses Pewarnaan dengan Zat Warna Alam

Proses pewarnaan atau pencelupan dengan zat warna alam melibatkan unsur atau zat yang disebut “pembangkit warna”. Sebelum bahan (kain) diwarnai, sebaiknya dilakukan langkah awal dengan proses mordan, yaitu merendam kain dengan zat pembasah seperti tawas. Hal ini bertujuan agar pori-pori kain lebih terbuka sehingga memudahkan masuknya molekul-molekul warna ke dalam kain. Atau bahasa ilmiahnya, menurunkan tegangan permukaan kain.

Selanjutnya, larutan warna yang diperoleh dari proses ekstraksi dihitung sesuai dengan “vlot”. Vlot adalah perbandingan antara larutan warna yang dibutuhkan dengan berat bahan (kain) yang akan diwarnai, takarannya bisa 1:20, 1:30, atau 1:40. Semakin besar vlot, semakin banyak larutan warna yang digunakan, semakin cerah pula intensitas warna yang dihasilkan. Larutan warna ini kemudian ditambahkan zat elektrolit, misalnya NaCl atau garam dapur, sebagai obat bantu agar molekul zat warna dapat cepat menyerap ke dalam kain.

Berikutnya, kain yang sudah di-mordan dicelupkan ke dalam larutan warna tadi. Pencelupan dilakukan pada suhu kamar (27-30oC), selama 15-30 menit, sambil diaduk-aduk atau dibolak-balik. Sebab jika hanya didiamkan saja, warna bisa jadi tidak merata nantinya. Setelah dirasa cukup, kain lalu dijemur dengan cara diatus atau dikeringkan dengan cara diangin-anginkan.

Kain yang sudah diatus lalu dicelupkan ke dalam larutan pembangkit warna. Zat yang digunakan pada umumnya adalah tunjung (FeSO4), kapur tohor (Ca(OH)2), dan tawas (Al2(SO4)3K2SO424H2O). Ketiga jenis pembangkit warna ini memiliki arah warna yang tidak sama. Dengan kata lain, beda pembangkit, beda pula arah warnanya. Pencelupan akhir ini dilakukan pada suhu kamar selama 5-10 menit. Setelah dirasa cukup, kain diangkat untuk kembali diatuskan. Terakhir, kain dicuci dan dikeringkan.

Proses pewarnaan dapat dilakukan berulang kali, tidak hanya sekali. Semakin banyak pengulangan, semakin cerah pula warna yang dihasilkan. Lantas, apakah sesimpel ini saja proses pencelupan dengan zat warna alam? Oh, tentu tidak… Ada kajian ilmiah mengenai reaksi atau ikatan yang terjadi antara molekul zat warna dengan kain. Kajian tersebut diperlukan, antara lain dalam menjelaskan proses lorod malam pada pembuatan batik dan tahan luntur warna kain. Kajian lainnya adalah teknologi puderisasi dalam pembuatan serbuk zat warna alam dari larutan warna supaya semakin praktis dalam penggunaannya. Bentuk serbuk ini akan berhubungan dengan sifat ergonomis dan sifat ekonomis zat warna alam.

Daftar Pustaka

  • HS, Gumbolo. 2009. Pewarnaan Tekstil dengan Zat Warna Alam. Yogyakarta: Ardana Media.
  • Isminingsih. 1978. Kimia Zat Warna. Bandung: Institut Teknologi Tekstil.
  • Parasetia, Dany Eka, dkk. 2012. Pengambilan Zat Warna Alami dari Kayu Nangka. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, Vol. 1, No. 1, Universitas Diponegoro, Semarang.
  • https://budicakep.wordpress.com/zat-warna-alam/

Tentang Penulis:

Ahmad Satria Budiman. Lahir di Palembang, 26 April 1990. Merupakan alumni dari Teknik Kimia UII Yogyakarta, 2009-2014. Pernah menjadi Redaktur Pelaksana di LPM Himmah UII, Kabid Publikasi di HMTK-TT FTI UII, dan mengikuti join degree program dengan beasiswa selama setahun di Thailand. Terpilih menjadi student volunteer di Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (I-4). Penulis bisa dihubungi via e-mail: as.budiman@ymail.com.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top