Sekilas Tentang Logam Tanah Jarang (LTJ)
Logam tanah jarang (LTJ) merupakan kumpulan dari 17 unsur kimia yang terdiri dari 15 unsur golongan lantanida ditambah scandium dan yttrium. Dua unsur terakhir dianggap sebagai LTJ karena kemiripan karakteristik kimianya dengan golongan lantanida dan keduanya sering ditemukan dalam deposit bijih lantanida. Ketersediaan LTJ di kerak bumi sebenarnya cukup berlimpah. Namun, karakteristik geokimia LTJ menyebabkan LTJ tersebar di berbagai tempat dan sedikit ditemukan dalam jumlah yang banyak[1]. Sebagai contoh, ketersediaan cerium (Ce) di bumi 150.000 kali lebih banyak dibandingkan emas (Au)[2].
Karl Axel Arrhenius merupakan orang yang pertama kali menemukan mineral iterbit yang merupakan mineral pembawa LTJ pada tahun 1787. Pada tahun 1794, Johan Gadolin berhasil memisahkan mineral iterbit dari mineral pengotornya yang kemudia mineral tersebut diberi nama mineral gadolinit pada tahun 1800[1]. LTJ diklasifikasikan menjadi LTJ ringan yang terdiri dari Lanthanum (La), cerium (Ce), praseodymium (Pr), neodymium (Nd), promethium (Pm), scandium (Sc), europium (Eu) dan samarium (Sm) dan sisa unsur LTJ lainnya masuk ke dalam kategori LTJ berat.
Gambar 1. (a) Unsur-unsur logam tanah jarang (b) LTJ dalam bentuk oksida[3]
LTJ memiliki karakteristik yang unik untuk pengembangan produk-produk elektronik modern dan energi. Sebagai contoh, LTJ neodimium digunakan dalam pembuatan magnet sintetis yang dipadukan dengan besi dan boron dalam bentuk paduan logam (alloy). Magnet tersebut memungkinkan lahirnya dinamo yang lebih kuat yang mampu menggerakkan mobil. LTJ europium digunakan sebagai fosfor merah pada layar LCD dan tabung sinar katoda berwarna. Kabel telekomunikasi serat optik juga menggunakan erbium sebagai pembungkus serat untuk penguat laser. LTJ juga banyak digunakan sebagai katalisator minyak bumi, konverter katalisator pengontrol polusi kendaraan, pengurangan berat mobil, turbin angin dan lampu hemat energi fluoresen[1]. Aplikasi LTJ lainnya ditunjukkan oleh Tabel 1.
Tabel 1. Aplikasi LTJ pada berbagai bidang[3]
Produsen LTJ dunia didominasi oleh China. Cadangan LTJ China pada tahun 2016 mencapai 44 juta ton dan produksi LTJ China pada tahun 2016 sebesar 105 ribu ton yang ditunjukkan oleh Gambar 2[4]. Pada tahun 2015, USA menutup penambangan LTJ miliknya dengan bergantung pada impor LTJ dari China. Namun, China membatasi ekspor LTJ untuk melindungi industri dalam negerinya yang dinilai sebagai persaingan yang tidak sehat. USA berencana untuk membuka kembali tambang-tambang LTJ untuk memenuhi kebutuhan LTJ dalam negerinya. Tetapi, penelitian terbaru melaporkan bahwa LTJ dapat diperoleh dari abu batubara yang merupakan limbah yang melimpah dengan konsentrasi LTJ yang realtif tinggi.
Gambar 2. Produksi LTJ dari berbagai negara[4]
Abu Batubara Sebagai Sumber LTJ
Batubara merupakan batuan sedimen yang terdiri dari bahan organik, bahan anorganik dan bahan mineral. Sumber daya batubara dunia mencapai 22.000 Giga ton dan cadangan batubara dunia mencapai 1.000 Giga ton serta produksi batubara dunia pada tahun 2016 mencapai 7,4 Giga ton[5]. Saat ini sekitar 40% kebutuhan listrik dunia dipasok dari PLTU batubara. Meskipun pemanfaatan energi terbarukan kian tahun kian meningkat tetapi kebutuhan batubara pun meningkat tiap tahunnya. Perhatian utama dalam pemanfaatan batubara sebagai sumber energi adalah produk hasil pembakaran baik emisi gas maupun abu yang berbahaya bagi lingkungan dan manusia.
Abu batubara dapat dibedakan menjadi abu dasar (bottom ash) dan abu terbang (fly ash). Abu dasar terdapat di bagian bawah boiler dengan ukuran butir sekitar 19 – 75 µm. Sedangkan abu terbang merupakan butir halus yang terdispersi dalam gas buang PLTU, yang dipisahkan menggunakan electrostatic precipitator sebelum dikeluarkan dari cerobong. Komposisi utama abu adalah silika (SiO2), alumina (Al2O3), kalsium oksida (CaO) dan besi oksida (Fe2O3). Abu batubara pun mengandung trace element (kurang dari 1%) termasuk logam tanah jarang.
Pembakaran batubara menghasilkan 74% abu terbang dari total abu batubara[6]. Saat ini, abu terbang umumnya dimanfaatkan untuk pembuatan beton, bahan baku semen, material pengisi bekas tambang, penetral air asam tambang, adsorben dan media tanaman. Namun, abu batubara pun menyimpan potensi besar sebagai sumber LTJ untuk pengembangan teknologi modern. Data rata-rata dan rentang kandungan LTJ baik dalam batubara maupun abu batubara yang terdiri dari abu dasar dan terbang ditunjukkan oleh Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi rata-rata dan rentang LTJ (mg/kg) dalam batubara dan abu batubara[7]
Beberapa studi tentang identifikasi kandungan LTJ dalam abu batubara telah dilakukan. Abu terbang yang dihasilkan PLTU di Jepang mengandung 420 mg/kg LTJ yang setara dengan kandungan LTJ pada mineral monasit atau basnasit. Selain itu, PLTU Kentucky di Amerika Serikat mempunyai kadar LTJ berkisar 1.213,6 – 1.667,6 mg/kg yang terkandung dalam abu terbang dan 1.202,5 mg/kg yang terkandung dalam abu dasar[6].
Indonesia pun berpotensi menghasilkan abu batubara dengan jumlah yang besar karena 48% pembangkit listrik Indonesia masih menggunakan batubara. Kebutuhan batubara Indonesia meningkat menjadi 100 juta ton/tahun sejak program 35.000 MW terealisasi. Sehingga potensi abu batubara yang dihasilkan mencapai 7,5 – 10 juta ton/tahun karena rata-rata kadar abu batubara Indonesia mencapai 7,5 – 10%[6].
Suganal, dkk (2018) telah melakukan mengidentifikasi kadar LTJ dalam abu abu batubara yang dihasilkan PLTU Ombilin, Sumatera Barat[6]. Analisis XRF dan ICP digunakan untuk mengidentifikasi kandungan LTJ dalam abu batubara PLTU Ombilin. Unsur LTJ didominasi oleh cerium, yttrium dan lanthanum (Tabel 3) yang kemudian mineral LTJ dalam abu batubara PLTU Ombilin merupakan monasit (Ce, La, Y, Th) fosfat. Kadar unsur LTJ pada abu terbang lebih tinggi dari abu dasar. Hal itu terjadi karena beberapa unsur LTJ akan teruapkan pada proses pembakaran dengan temperatur tinggi, kemudian terkondensasi kembali setelah bergabung dengan partikel abu terbang dan tertangkap di electrostatic precipitator.
Tabel 3. Kandungan unsur LTJ dalam abu batubara PLTU Ombilin[6]
Kadar LTJ dalam abu batubara yang layak diolah minimal 500 ppm. Namun, kadar LTJ dalam abu batubara PLTU ombilin masih kurang dari 100 ppm sehingga belum layak diekstrak[6]. Strategi untuk meningkatkan kadar LTJ dalam abu batubara adalah melakukan pengolahan awal terlebih dahulu untuk menghilangkan senyawa silika dan alumina yang merupaka senyawa dominan dalam abu. Di sisi lain, penelitian tersebut telah membuktikan bahwa unsur-unsur yang terdapat dalam abu batubara merupakan unsur-unsur bernilai tinggi sehingga abu batubara tidak lagi dipandang sebagai limbah. Sehingga, abu batubara mungkin menjadi sumber yang sangat potensial untuk memperoleh LTJ.
Pertanyaan selanjutnya, bagaimana mengekstrak LTJ dalam abu batubara ? Nantikan di artikel selanjutnya ya teman-teman. 🙂
Referensi
[1] Wahyudi, T. 2017. Sekilas Tentang Logam Tanah Jarang : Logam Tanah Jarang, Minyak Bumi Abad Ke-21. Jakarta : LIPI Press
[2] Mertzman, S. 2018. What are rare earths, crucial elements in modern technology? 4 questions answered. Diakses dari : https://theconversation.com/what-are-rare-earths-crucial-elements-in-modern-technology-4-questions-answered-101364 pada 10 November 2018
[3] U.S. Department of Energy. 2017. Report on Rare Earth Elements from Coal and Coal Byproducts
[4] King, H.M. Rare Earth Elements and Their Uses. Diakses dari : https://geology.com/articles/rare-earth-elements/ pada 10 November 2018
[5] BGR Energy Study. 2017. Data and Developments Concerning German and Global Energy Supplies. Hannover : BGR
[6] Suganal, Umar, D.F dan Mamby, H.E. 2018. Identifikasi Keterdapatan Unsur Logam Tanah Jarang Dalam Abu Batubara Pusat Listrik Tenaga Uap Ombilin, Sumatera Barat. Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara, 14, 111-125
[7] Mayfield, D. B. and Lewis, A. S. 2013. Environmental review of coal ash as a resource for rare earth and strategic elements. 2013 World of Coal Ash (WOCA) Conference, p.10
Mahasiswa S2 Teknik Kimia ITB