Bipolar merupakan salah satu penyakit mental yang banyak sudah tidak asing bagi kita, beberapa farmasis telah mengembangkan banyak obat untuk mengatasi penyakit ini dan beberapa ahli saraf banyak yang mempelajari patofisiologi penyakit bipolar. Gangguan bipolar ditandai dengan episode depresi dan periode mania (Bipolar I) atau hipomania (Bipolar II). Bipolar I melibatkan gejala mania yang parah hingga memerlukan rawat inap, sedangkan Bipolar II ditandai oleh episode hipomania yang lebih ringan tetapi tetap memengaruhi kualitas hidup. Prevalensi global gangguan bipolar sekitar 2%, dengan prevalensi seumur hidup 2,5% pada pria dan 2,3% pada wanita. Usia rata-rata onset gangguan ini adalah sekitar 20 tahun. Prevalensi Bipolar I secara global sekitar 1,06%, dan Bipolar II sekitar 1,57%. Di AS, prevalensinya diperkirakan 4,4%. Bipolar II dan gangguan spektrum bipolar lainnya lebih umum pada wanita, sedangkan Bipolar I sama umum pada pria dan wanita. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa terdapat protein yang ketika kadarnya kurang maka akan berkontribusi terhadap munculnya beberapa penyakit, salah satunya Bipolar. Protein tersebut adalah Brain-Derived Neurotrophic Factor (BDNF) yang merupakan anggota keluarga faktor pertumbuhan neurotropin, yang terkait dengan faktor pertumbuhan saraf kanonik (NGF).
Neutropin sendiri merupakan kelompok protein atau faktor neurotropik yang menginduksi kelangsungan hidup, perkembangan, dan fungsi neuron. Di mana protein ini disekresikan dari jaringan target untuk mendukung vitalisasi sel saraf melalui pencegahan neuron memulai kematian sel terprogram sehingga memungkinkan neuron untuk bertahan hidup. Faktor neurotropik sendiri terbagi menjadi faktor pertumbuhan saraf (Nerve Growth Factor – NGF, ditemukan pada awal 1950) dan Faktor Neurotropik yang diturunkan dari otak (Brain-Derived Neurotrophic Factor – BDNF). Neurotropin memberikan efeknya dengan mengikat reseptor tertentu, seperti reseptor Trk dan P75NTR. Selama perkembangan otak, sejumlah besar neuroblast dan neuron pembeda dieliminasi melalui apoptosis untuk mengoptimalkan fungsinya.
Gambar : Struktur BDNF
Brain-Derived Neurotrophic Factor (BDNF) disebut juga Abrineurin, merupakan suatu protein pada manusia yang dikodekan oleh gen BDNF (Gen BDNF pada manusia ditemukan pada kromosom 11p). Protein ini pertama kali diisolasi dari otak babi pada tahun 1982 oleh Yves-Alain Barde dan Hans Thoenen. Protein ini diketahui meningkatkan kelangsungan hidup sel-sel neuron ganglion akar dorsal. Selain BDNF, neurotrofin lainnya seperti neurotrofin-4/5 (NT-4/5), neurotrofin-3 (NT-3) juga memiliki efek tropic pada subpopulasi neuron di sistem saraf pusat dan perifer. BDNF meningkatkan kelangsungan hidup neuron yang ada dan memfasilitasi pertumbuhan dan diferensiasi neuron dan sinapsis baru melalui pertumbuhan akson dan dendrit.
Pada sistem saraf, BDNF ditemukan di di hipokampus, korteks, otak kecil, dan otak depan basal yang memainkan peran penting dalam pembelajaran, memori, dan fungsi kognitif sehingga dianggap salah satu senyawa yang paling ampuh memicu neurogenesis. Sedangkan pada sistem perifer, BDNF ditemukan juga pada paru-paru, hati, limpa, sistem pencernaan, perkemihan, dan lain-lain. Menurut penelitian, tikus yang tidak memiliki kapasitas untuk memproduksi BDNF mengalami masalah dalam perkembangan otak dan sistem saraf sensorik, yang sering kali menyebabkan kematian dini tak lama setelah lahir. Peran lainnya adalah memperkuat sinapsis rangsangan Glutamatergic dan melemahkan sinapsis penghambat GABAergik. Penelitian lainnya menghubungkan kadar BDNF dengan kondisi klinis seperti Bipolar, Skizofrenia, dan Alzheimer. Pada Bipolar, depresi yang terjadi berhubungan dengan penurunan kadar BDNF.
Kadar BDNF plasma normal rata-rata ditemukan sekitar 92,5 pg/ml (8,0–927,0 pg/ml). Kadar ini lebih tinggi pada wanita, dan menurun seiring bertambahnya usia pada kedua jenis kelamin. Meskipun mekanisme pasti hubungannya dengan bipolar belum pasti, namun beberapa penelitian menunjukkan peran BDNF dalam pathogenesis gangguan suasana hati berulang yang erat kaitannya dengan Bipolar.
Semua modalitas antidepresan primer, serta penstabil suasana hati litium dan valproat, meningkatkan BDNF. Stresor menurunkan BDNF dan efek ini dapat diblokir oleh antidepresan. BDNF serum rendah sebanding dengan tingkat keparahan mania dan depresi dan meningkat seiring dengan perbaikan klinis. Berdasarkan hal tersebut, hipotesis ilmiah menunjukkan hubungan kuat antara kadar BDNF dengan kondisi klinis Bipolar.
Referensi
Kowiański P, Lietzau G, Czuba E, Waśkow M, Steliga A, Moryś J (April 2018). “BDNF: A Key Factor with Multipotent Impact on Brain Signaling and Synaptic Plasticity”. Cellular and Molecular Neurobiology. 38 (3): 579–593. doi:10.1007/s10571-017-05104. PMC 5835061. PMID 28623429
Post R. M. (2007). Role of BDNF in bipolar and unipolar disorder: clinical and theoretical implications. Journal of psychiatric research, 41(12), 979–990. https://doi.org/10.1016/j.jpsychires.2006.09.009
Hashimoto K. (2010). Brain-derived neurotrophic factor as a biomarker for mood disorders: a historical overview and future directions. Psychiatry and clinical neurosciences, 64(4), 341–357. https://doi.org/10.1111/j.1440-1819.2010.02113.
Cavaleri D, Moretti F, Bartoccetti A, Mauro S, Crocamo C, Carrà G, et al. (April 2023). “The role of BDNF in major depressive disorder, related clinical features, and antidepressant treatment: Insight from meta-analyses”. Review. Neuroscience and Biobehavioral Reviews. 149:105159. doi:10.1016/j.neubiorev.2023.105159. hdl:10281/412775. PMID 37019247. S2CID 257915698
Author :
Dewi Damayanti Abdul Karim (Institut Teknologi Sumatera)
Akademisi dan Peneliti dari Farmasi Institut Teknologi Sumatera yang fokus pada penelitian farmakologi pengembangan obat bahan alam yang diuji pada hewan coba. Memiliki hobi dalam menulis sejak berusia 10 tahun. Lulusan Farmakologi Institut Teknologi Bandung.