Oleh: M.D.A. Malik
Saat kita membayangkan berbagai destinasi wisata perairan laut di Indonesia, seperti contohnya Raja Ampat, Taman Nasional Karimunjawa, Taman Nasional Bunaken, Kepulauan Derawan dan lain sebagainya, apa yang ada dalam pikiran kita? Indahnya lautan yang jernih serta warna-warni ekosistem terumbu karang yang dipenuhi berbagai biota seperti ikan, bintang laut, teripang, dan biota lainnya, merupakan salah satu hal menarik yang dapat kita nikmati. Keindahan terumbu karang akan membuat kita ingin menyelaminya ataupun sekedar berenang di sekitarnya demi menikmati dimensi lain yang berbeda dari kehidupan di daratan. Terumbu karang merupakan batuan hidup yang menyusun strukturnya sendiri. Berbagai jenis makhluk hidup menempati terumbu karang sebagai tempat hidup ataupun berlindung, dan membentuk interaksi satu sama lain yang membentuk sebuah ekosistem, sehingga disebut sebagai ekosistem terumbu karang. Kenapa penulis menyebut terumbu karang sebagai “batuan yang hidup” ? Hal ini akan penulis jelaskan lebih lanjut.
Ekosistem terumbu karang merupakan ekosistem yang berada di perairan laut dangkal yang masih terkena pengaruh dari sinar matahari. Ekosistem ini utamanya tersusun dari terumbu karang yang merupakan batuan yang terbentuk dari proses kalsifikasi hewan karang (Filum Cnidaria : kelas Coelenterata) selama ratusan bahkan jutaan tahun. Karang mempunyai asosiasi dengan mikroorganisme yang disebut Zooxhanthellae. Zooxhanthellae hidup di dalam jaringan tubuh karang dan memerlukan sinar matahari untuk proses fotosistesisnya. Hasil fotosintesis akan digunakan untuk kehidupan karang sehingga hubungan ini disebut mutualisme. Sementara itu, proses kalsifikasi yang dilakukan oleh hewan karang merupakan proses yang menghasilkan endapaan kalsium karbonat (CaCO3) dan berperan untuk membentuk batuan yang berfungsi sebagai tempat hidup karang tersebut (atau di sebut dengan terumbu). Hal ini lah yang menyebabkan terumbu karang disebut sebagai batuan hidup karena terumbu karang merupakan hewan (bukan tumbuhan ataupun benda mati) yang menyusun rumahnya yang kokoh.
Terumbu karang juga berfungsi sebagai tempat hidup, tempat berlindung, dan tempat perkembangbiakan bagi berbagai makhluk hidup, seperti ikan, bintang laut, krustasea, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, peranan terumbu karang sangat penting bagi ekosistem dan juga bagi manusia yang menggantungkan hidupnya pada ekosistem ini seperti untuk area penangkapan ikan maupun kegiatan pariwisata.
Bagaimana jika batuan hidup tersebut mati ? apakah masih mempunyai peranan penting ? Penelitian yang dilakukan penulis pada tahun 2017, bekerja sama dengan Diponegoro Marine Biodiveristy Project (DMBP) UNDIP, yayasan Biodiversitas Indonesia (BIONESIA), dan Smithsonian Institute, dengan menggunakan metode Dead Coral Head (DCH) bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman biota yang hidup pada karang mati. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa masih terdapat biota, salah satunya dekapoda yang hidup dalam terumbu karang mati. Hal ini menunjukkan bahwa karang mati juga memiliki fungsi yang tidak kalah penting dengan terumbu karang yang masih hidup.
DCH merupakan metode semi-kuantitatif yang menggunakan sampel karang mati dengan tujuan memberikan gambaran keanekaragaman dari semua krustasea, khususnya dekapoda yang ditemukan pada terumbu karang maupun sekitarnya. Dekapoda merupakan hewan jenis krustasea seperti udang, kepiting dan klomang yang mempunya ciri-ciri kaki berjumlah 10 dan umumnya merupakan hewan pemakan segalanya (omnivora). Penelitian tersebut dilakukan dengan mengambil 10 karang mati jenis Pocillopora sp. di perairan Taman Nasional Bunaken, Sulawesi Utara. Karang mati yang dikoleksi, diukur volumenya; sementara organisme dekapoda yang terdapat di dalam karang mati tersebut diambil dan diidentifikasi jenisnya. Setelah itu, dilakukan analisa untuk mengetahui apakah terdapat hubungan yang signifikan antara volume karang mati yang dikoleksi dengan jumlah jenis krustasea yang terdapat di dalam karang mati tersebut.
Gambar 1. Terumbu karang mati jenis Pocillopora sp. [1]
Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara jumlah dekapoda dengan volume karang mati jenis Pocillopora sp. Semakin besar volume karang mati maka akan semakin banyak dekapoda yang hidup pada perairan tersebut. Hal ini dikarenakan terumbu karang mati di gunakan sebagai tempat hidup oleh berbagai biota, seperti contohnya berbagai jenis flora (makroalga, lumut), dan fauna (bryozoan, spons, dan foraminiferan), yang merupakan makanan bagi dekapoda. Selain itu, terumbu karang juga merupakan habitat yang baik bagi tempat hidup dekapoda karena banyaknya retakan dan celah – celah kecil sebagai tempat perlindungan biota tersebut.
Gambar 2. Beberapa jenis dekapoda yang hidup pada karang mati[1]
Gambar 3. Hubungan antara jumlah dekapoda dengan volume karang mati [1]
Mengapa dekapoda penting bagi terumbu karang? Dekapoda mempunyai peranan yang penting dalam ekosistem dan bahkan disebut sebagai spesies kunci dalam suatu ekosistem terumbu karang karena fungsinya menekan pertumbuhan herbivora (hewan-hewan pemakan tumbuhan). Selain itu beberapa jenis dekapoda merupakan pemakan makroalga sehingga dapat meningkatkan kesehatan terumbu karang, karena makroalga merupakan salah satu kompetitor terumbu karang. Semakin banyak makroalga pada terumbu karang maka akan menghalangi Zooxhanthellae pada karang untuk bersaing mendapatkan sinar matahari untuk proses fotosintesis. Oleh karena itu, dekapoda disebut sebagai pemberi kontribusi dalam pemeliharaan habitat pada suatu ekosistem terumbu karang.
Keanekaragaman dan jumlah dekapoda yang hidup pada karang mati dapat dijadikan sebagai acuan keanekaragaman biota lain yang juga hidup pada suatu terumbu karang, baik itu pada karang yang mati maupun pada karang yang masih hidup. Oleh karena itu, kita harus menjaga terumbu karang. Apabila terdapat kerusakan pada ekosistem terumbu karang, maka dengan pemeliharaan yang tepat dan usaha dari berbagai pihak untuk menjaga dan memperbaiki terumbu karang tersebut, terumbu karang akan dapat pulih kembali. Terdapat beberapa hal yang dapat merusak terumbu karang, salah satunya adalah bleaching (pemutihan terumbu karang) akibat dari lepasnya mikroorganisme zooxhanthellae pada jaringan karang. Hal ini menyebabkan terumbu karang mengalami kematian. Selain itu, penggunaan alat tangkap perikanan yang tidak ramah lingkungan seperti menggunakan bom, dan sianida, dan juga aktifitas pariwisata yang merusak, serta sampah merupakan faktor – faktor yang juga dapat merusak ekosistem terumbu karang.
Melalui pengawasan dan kerjasama yang baik antar berbagai pihak, seperti pemerintah, lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan masyarakat sekitar, serta peningkatan kesadartahuan mengenai lingkungan akan dapat meningkatkan pemeliharaan terumbu karang dan keanekaragaman hayati laut di sekitar kita.
Referensi :
- Dokumentasi pribadi (DMBP, dan BIONESIA)
- D.A. Malik., N. Kholilah., E.M. Kurniasih., A. Sembiring., N.P.D. Pertiwi., A. Ambariyanto., M. Munasik., dan C. Mayer. 2018. Biodiversity of Cryptofauna (Decapods) and Their Correlation with Dead Coral Pocillopora sp. Volume at Bunaken Island, North Sulawesi. IOP Conf. Series : Earth and Environmental Science. DOI : 10.1088/1755-1315/116/1/012053