Siringmakar 29: Seri 6 – Jurus menangkal dampak ekonomi akibat pandemi COVID-19

Pemateri: Dr. Fithra Faisal Hastiadi (Dosen ilmu ekonomi Universitas Indonesia, Direktur eksekutif Next Policy, Lulusan S3 Waseda University Japan Graduate […]

Pemateri: Dr. Fithra Faisal Hastiadi (Dosen ilmu ekonomi Universitas Indonesia, Direktur eksekutif Next Policy, Lulusan S3 Waseda University Japan Graduate School of Asia-Pacific Studies)

Moderator: Tazkia Qonita Zahra (Kontributor junior warstek.com)

Diskusi

Sesuai judul, menangkal dampak ekonomi akibat COVID-19, seharusnya yang menjadi perhatian adalah bagaimana menangani penyebaran virus ini. Ketika kita menekan persebaran virus, artinya kita menyelamatkan perekonomian.

Jika melihat pergerakan rupiah dan juga IHSG, tertekannya dua faktor utama (leading indicators) ini lebih ke arah faktor yang non-fundamental, secara fundamental seharusnya nilai wajar (fair value) dari rupiah ada di level Rp 13.000 sampai Rp 14.000. Jadi, apa yang menekan mereka?, yaitu kejelasan pemerintah dalam menekan penyebaran infeksi COVID-19.

Secara historis, merujuk pada kasus pandemi Spanish Flu di tahun 1918 silam, penelitian kontrafaktual yang dilakukan di Amerika Serikat menunjukkan bahwa kota-kota pada grafik berikut yang melakukan kebijakan pembendungan terhadap penyebaran virus (containment policy) dengan baik, maka kinerja perekonomiannya akan lebih baik pula.


Correia, Sergio and Luck, Stephan and Verner, Emil, Pandemics Depress the Economy, Public Health Interventions Do Not: Evidence from the 1918 Flu (March 30, 2020).
Available at SSRN: https://ssrn.com/abstract=3561560 or http://dx.doi.org/10.2139/ssrn.3561560

Dari sisi penciptaan lapangan kerja dan juga penurunan angka kematian, kota-kota yang berhasil menekan penyebaran virus, memiliki bekal ekonomi yang jauh lebih baik. Dalam perspektif intertemporal, kita melihat perekonomian tidak hanya di jangka pendek, tetapi juga di jangka panjang. Perekonomian ditopang oleh dua faktor produksi utama, yaitu: manusia dan modal (mesin), sehingga jika kita menyelamatkan faktor produksi manusia, maka kita akan menyelamatkan perekonomian.

Mengutip frase yang dipopulerkan oleh James Carville, penasihat ekonomi dalam tim kampanye pemilihan presiden Bill Clinton, di tahun 1992: “It’s the economy, stupid”. Hal ini juga sejalan dengan pendapat dari Prof. Arief Anshory Yusuf sebagaimana digambarkan pada grafik berikut ini.

Ketika tidak dilakukan kebijakan pembendungan pandemi dengan baik, maka faktor modal manusia boleh jadi akan kehilangan produktifitasnya, sehingga perekonomian tidak benar-benar pulih. Sebaliknya, jika dilakukan strategi kebijakan pembendungan pandemi yang baik, maka perekonomian akan membentuk pola V (V-shaped), dia akan turun kemudian naik secara signifikan, karena manusia nya masih tetap produktif.

Dengan skenario tersebut, maka ini adalah salah satu proyeksinya: perekonomian tumbuh 1 persen di tahun ini, tapi bisa meningkat hingga 9.6 persen di tahun berikutnya dengan Baseline Effect. Kita akan dapat selalu memulihkan ekonomi, tetapi tidak bisa menghidupkan kembali orang mati.

Bagaimanapun caranya, strateginya adalah untuk menekan persebaran virusnya. Hasil survey ekonom juga menunjukkan bahwa 95 persen ekonom setuju bahwa restriksi dari virus ini perlu mendapatkan perhatian khusus.

Secara umum, memang tahun 2020 adalah tahun yang buruk. Tanpa COVID-19 saja, banyak yang sudah yakin bahwa Indonesia akan mengalami resesi global. Kami juga melakukan perhitungan mengenai dampak COVID-19 terhadap perekonomian Indonesia.

Sesi Tanya-Jawab (Q&A)

  1. Alif: Q. Apakah penanganan yang dilakukan pemerintah saat ini sudah tepat dengan melakukan “jaring pengaman” berupa insentif kepada masyarakat bawah?, dan untuk para pengusaha apa yang pemerintah bisa berikan?. A. Ya, sudah tepat.
  2. Anonim: Q. Apakah penerbitan SUN dengan jangka panjang adalah suatu hal yang tepat?. A. Iya tepat. Saya akan tambahkan, justru ini adalah pilihan yang baik untuk mengatur cash-flow. Analoginya seperti kredit rumah, pilih kredit 15 tahun atau 5 tahun.
  3. Anonim: Q. Apakah resesi, bahkan depresi ekonomi yang mungkin terjadi kepada dunia akan dapat cepat teratasi?, dan apakah jenis resesi/ depresi ekonomi karena bencana/ wabah termasuk U-shape, V-shape atau L-shape?. A. Kemungkinannya akan pulih dalam waktu lama, kecuali untuk pasar berkembang (emerging market).
  4. Halim:   Q. Kalau dari grafik V-shape tadi, saya masih belum mengerti kenapa ekonomi naik signifikan, lalu turun kembali?, kenapa tidak langsung naik ke garis normal?. A.  Karena ada baseline effect, sama seperti di tahun 1998.
  5. Zahra: Q. Pada kondisi seperti ini apakah bijak jika kita mengambil semua uang tabungan di bank dan memindahkannya ke reksadana?, karena beberapa teman saya mengkhawatirkan urusan perbankan akan sulit nantinya. Jika pun membeli emas sekarang harganya pun sudah sangat tinggi. A. Jangan. Bersikaplah nasionalis.
  6. Alawi: Q.  Bagaimana tanggapan Bapak Fithra terhadap Pemerintah yang lebih memilih UU Darurat Sipil daripada UU Darurat Kesehatan?, padahal menurut saya akan lebih baik jika Pemerintah bertanggung jawab terhadap sandang dan materi warganya karena uang yang dibagi ke masyarakat pasti berputar dan pasti balik lagi ke Pemerintah bukan?. A. Tidak ada darurat sipil. Pendapat saya lebih lanjut dapat dibaca disini.
  7. Q. Bagaimana pendapat Bapak dari sudut pandang ekonomi terhadap pemotongan gaji ASN terhadap efektifitas penanganan COVID-19?, padahal menurut saya, akan lebih baik jika yang dipotong itu gaji menteri dan DPR yang justru bergaji lebih besar dari pada ASN?. A. Pendapat saya seperti yang dilansir oleh cnnindonesia.com : Ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal menilai pemberian THR dan gaji ke-13 bagi PNS tetap mutlak dilakukan seperti biasanya. Justru, sambungnya, kebijakan ini seharusnya dijalankan dengan tanpa keraguan mengingat kondisi ekonomi tengah tertekan pandemi corona. “Seharusnya normal saja, karena di jangka pendek, pandemi corona masih membuat pelemahan demand konsumsi. Buktinya, inflasi Maret rendah, padahal sebulan sebelum puasa, itu indikator bahwa ekonomi lagi turun,” jelasnya.
  8. Karlina: Q. Banyak pakar yang menyatakan bahwa wabah ini akan mereda pada awal/ akhir Juli, nah, langkah awal seperti apakah yang harus kita dan pemerintah lakukan, untuk memperbaiki kembali perekonomian Indonesia setelah wabah ini selesai?. A. Silahkan dapat disimak cuplikan diskusi di CNBC TV siang ini tentang prospek ekonomi Indonesia di tahun 2020 di tengah pandemi COVID-19 disini dan disini.
  9. Andri: Q. Jika melihat situasi seperti sekarang, belum bisa diprediksi sampai kapan wabah ini akan berakhir, bagaimana sikap yang harus dilakukan pekerja bila dana emergensi hanya disediakan selama 6 bulan?. A. Brace yourself, lihat kembali materi yang sudah disampaikan.
  10. Anonim: Q. Bagaimana cara menstimulasi pasar setelah pandemi, karena yang kita tahu daya beli masyarakat pasti telah berkurang?. A. Ada paket stimulus 405 triliun.

    Oh ya, pada saat COVID-19, there are loosers as well as winners.
  11. Tigo:  Q1.  Apakah bisa kita membandingkan Indonesia dengan negara yang berhasil melakukan subsidi dan lock down?, atau harus dibuat persiapan matang dulu sebelum melakukannya, misal, masyarakat bawah terdampak dibuatkan bisnis usaha yang sedang dibutuhkan, misal industri alat kesehatan dan ketahanan pangan di daerah masing-masing mungkin?, karena subsidi dan lock down tanpa mempertimbangkan resiko pun bisa memperburuk krisis bukan?. A1. Yang paling penting adalah menahan sebaran virusnya, percuma saja memberikan stimulus, kalau virusnya masih merajalela. Pandemic surpress the economy, not the public health intervention. Dan berikut pendapat Ekonom peraih Nobel, Paul Krugman, berpendapat dari pengalaman Pandemi 1918 mengenai tindakan lock down  yang dilakukan sedini mungkin memiliki dampak perbaikan ekonomi lebih baik.
     Q2. Maksud saya, Pak, kalau bisa lock down dengan tetap menjalankan ekonomi kenapa tidak?, misalnya bagaimana jika masyarakat terdampak diberikan pekerjaan di tempat lock down itu, seperti itu tadi: produksi alat kesehatan, konsumsi atau bisnis lain yang menjadi winner. Daripada memberi bantuan uang yang hanya dikonsumsi. Kalau pekerjaan sementara yang krusial tetap bisa dapat uang yang terus berputar selama krisis?. A2. Tidak bisa, ini hanya memperparah penyebaran krisis, karena dari simulasi saya, pandemi ini yang akan menekan ekonomi, bukan public health intervention, makanya ada jaring pengaman sosial. Percuma saja lock down kalau masyarakat masih diberikan insentif untuk berkeliaran.

So if you do that, it would be oxymoronic telling people to stay at home, but at the meantime creating incentives to do economic activity outside. – Dr. Fithra

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top