Sudah pernah terfikirkan belum kalau letak Indonesia yang dilalui garis khatulistiwa merupakan anugrah dan karunia dari Tuhan yang tidak ternilai harganya?
Iya Indonesia sangat beruntung dilalui garis khatulistiwa, itu artinya Indonesia dilalui oleh matahari dalam setiap harinya, meskipun terkadang mendung dikala musim hujan. Wilayah Indonesia akan selalu disinari matahari selama 10 sampai dengan 12 jam dalam sehari (Djoko Adi Widodo, 2009). Berdasarkan data jadul, Ditjen Listrik dan Pengembangan Energi pada tahun 1997, kapasitas terpasang listrik tenaga surya di Indonesia mencapai 0,88 MW dari potensi yang tersedia 1,2 x 10^9 MW (1.200.000.000 MW), berapa persennya ya? 0,000000073 % saja yang baru dioptimalkan pada tahun 97.
Pada saat penulis kerja praktek di Pertamina Geothermal Energy Kamojang Unit IV, daya yang dihasilkan dari pembangkit unit IV adalah 60 MW. Kasarannya, berarti potensi panas bumi di Indonesia setara dengan 20.000.000 unit IV PGE Kamojang. Banyak banget kan, ada 20.000.000 pembangkit.
Sedangkan kapasitas solar sel? Rata-rata di Indonesia, 4,5 kWh per meter persegi (Djoko Adi Widodo, 2009). Sehingga untuk menghasilkan 60 MW dibutuhkan 115×115 m persegi, dua kali lapangan bola! Itu baru potensi se Indonesia, bagaimana dengan potensi sedunia??
Uda tahu kan betapa besarnya potensi cahaya matahari, yang gratis, dan insyaAllah terus menerus ada?
Sekarang cara memanfaatnya bagaimana? Cara memanfaatkannya adalah dengan menggunakan Solar Sel.
Diantara banyaknya tipe solar sel, ada solar sel generasi pertama, kedua, dan ketiga. Generasi ketigalah yang relatif mudah dan murah dalam pembuatannya, yang bernama Dye Sensitized Solar Cell disingkat dengan DSSC, atau dalam bahasa Indonesianya adalah “Sel Surya Pewarna Tersentisasi (SSPT)”. Biasanya, solar cell konvensional (Generasi pertama dan kedua) terbuat dari silikon. Jenis solar cell tersebut harganya mahal karena proses pembuatan yang sulit, rumit, dan jumlah bahan baku dialam yang sangat terbatas. Keadaan ini mendorong para peneliti untuk menemukan bahan baru sebagai penganti silikon yang harganya murah dan mudah didapatkan. Pada tahun 1991 ditemukan penganti solar cell silikon yang mudah pembuatannya dan biayanya murah yaitu ya dye sensitized solar cell oleh M. Grätzel dan O’Regan . Solar Sel seperti apakah DSSC itu? dan dimana letak keistimewannya? Yuk lihat video berikut.
Video diatas adalah video yang penulis buat dalam rangka Tugas Akhir 🙂 Menarik sekali bukan??
Dye sensitized solar cell terdiri dari molekul dye (pewarna) yang dapat berasal dari kulit manggis, dsb, semikonduktor oksida (fotoanoda) yang memiliki bandgap lebar seperti TiO2, ZnO, dll, dan kaca transparent conducting oxide (TCO) atau kaca yang memiliki hambatan disalah satu sisinya, dan elektrolit yang berasal dari Iodin. Efisiensinya bisa mencapai 16% lho untuk pewarna anorganik, dan pewarna organik mencapai 12.4% (Scientific Accomplishments and Leadership Profile M. Gratzel, 2011).
DSSC yang penulis buat bisa mencapai hampir 1 Volt lho, ini videonya.
Pengen tahu cara buatnya? ini linknya.
Membuat DSSC dengan Pewarna Manggis
Membuat DSSC dengan Pewarna Jahe Merah
DSSC dapat disetarakan dengan proses fotosintesis karena pewarna difungsikan sebagai pengumpul cahaya untuk memproduksi elektron tereksitasi (sebagai klorofil), kemudian fotoanoda menggantikan peranan karbon dioksida sebagai akseptor elektron, iodide/triiodide menggantikan air dan oksigen sebagai donor elektron, produksi oksidasi dan struktur multilayer (terdiri dari banyak lapisan fotoanoda) untuk menaikkan absorbsi cahaya dan efisiensi pengumpulan elektron.
Berikut video mekanisme kerja dari DSSC
https://www.youtube.com/watch?v=3KRHJSOgzcw
Penjelasan secara ilmiahnya adalah sebagai berikut (kalau tidak mengerti, tinggal ketikkan kata yang tidak mengerti di Google)
Skema proses fotoelektrokimia pada DSSC ditunjukkan pada gambar diatas. Elektron akan tereksitasi dari tingkat Highest Occupied Molecular Orbital (HOMO) ke tingkat Lowest Unoccupied Molecular Orbital (LUMO) ketika molekul dye menyerap sejumlah foton dengan energi yang sesuai. Kemudian dye yang tereksitasi (D*) menginjeksi sebuah elektron ke pita konduksi semikonduktor (Ec) TiO2 yang tingkat energinya sedikit lebih rendah dari tingkat LUMO. Elektron tersebut bergerak melalui partikel TiO2 ke arah kaca Transparent Conductive Oxide (TCO). Kemudian elektron ditransfer melalui sirkuit eksternal ke counter elektroda. Selanjutnya elektron kembali memasuki sel dan mengurangi donor yang teroksidasi (I–) dalam larutan elektrolit. Dye yang teroksidasi (D+) menerima elektron dari donor tereduksi (I3–) dan dapat kembali lagi menjadi molekul awal (D).
Dengan berkembangnya DSSC, berkembang pula bidang lain seperti interfacial electron transfer dynamics,interfacing molecules and electrodes, charge transport in nanostructuredmaterials, materials and dye synthesis, dan lain sebagainya. Apa itu? Cek google jika penasaran 🙂
Prof. M. GratzelDengan berkembangnya banyak bidang baru, maka penemu DSSC yang bernama Prof. Michael Gratzel dinobatkan dan masuk sebagai 50 saintis dunia ternama oleh Scientific American Magazine pada tahun 2005. Selain karyanya yang sangat luar biasa keren, sejak 1992, sudah ada lebih dari 900 paper penelitian, 60 buku, 50 paten hingga 2011 (Scientific Accomplishments and Leadership Profile M. Gratzel, 2011). Dan karya-karyanya tersebut, telah dikutip sebanyak 82.661 kutipan! Menyebabkan Prof. M. Gratzel termasuk dalam 10 kimiawan dunia yang paling banyak dikutip karyanya.
Berikut video M. Gratzel menyampaikan materi tentang DSSC
Ini prestasi-prestasi yang telah beliau capai karena karya-karyawanya, data stop hingga 2011 (Scientific Accomplishments and Leadership Profile M. Gratzel, 2011).
2011- Wilhelm Exner Medal,Gewerbe Verband Oestereich, Vienna Austria.
2011 -Gutenberg Research Award University of Mainz, Germany
2011 -Paul Karrer Medal University of Zurich, Switzerland
2010 -Galileo Galilei Award, Padova Italy,
2010 -Millenium Technology Grand Prize, Technology Academy Finland.
2010 -City of Florence Award of the Italian Chemical Society
2009 -Balzan Prize, Balzan Foundation, Milano, Zurich.
2009 -Galvani Medal of the Italian Chemical Society.
2008 -Harvey Prize in Science and Technology, The Technion Haifa, Israel
2007 -First International Prize, Japan Society of Coordination Chemistry
2007 -Kroll endowed Chair, University of Cornell, Itaca,,USA, offered.
2006 -World Technology Award in MaterialsSan Francisco, USA
2005 -Gerischer Prize of the Electrochemical Society, Berlin, Germany
2005 -Winner, Scientific American Top 50, ranked amongst 50 leading scientists worldwide
2003-ENI-Italgas Price in Science and Environment
2002 -IBC International Award in Supramolecular Chemistry and Technology
2002 -Venture2002 McKinsey Award, Zurich, Switzerland
2001 -Havinga Lecture, Award and Medal, Leiden, The Netherlands
2001 -Faraday Medal of the Royal Society of Chemistry, United Kingdom
2000 -European Grand Prize of Innovation and Technology
1998 -Eurel Price of theEuropean Society of Electrical Engineers
1998 -Venture 98 McKinsey Award, Zurich Switzerland
1997-Calveras Award in Photovoltaics, Denver USA
1993 -Best Publication Award The American Society of Mechanical Engineers.
1992 -Grand Award,US Popular Science Magazine
Ada yang kurang dari sekian banyak prestasi yang telah diperoleh, yakni prestasi meraih penghargaan Nobel. Penghargaan Nobel dianugrahkan setiap tahun kepada mereka yang telah melakukan penelitian yang luar biasa, menemukan teknik atau peralatan yang baru atau telah melakukan kontribusi luar biasa ke masyarakat. Hal ini saat ini dianggap sebagai penghargaan tertinggi bagi mereka yang mempunyai jasa besar terhadap dunia. Kalau menurut salah satu dosen penulis, “Kalau kita telusuri riwayat para peraih nobel tidak ada yang bekerja meneliti berharap mendapatkannya. Semata ikhlas & passion.”.
Prof. M. Gratzel telah berkali-kali diprediksi sebagai peraih Nobel pada tahun 2011 dan 2012.
Prediksi Peraih Nobel Kimia Tahun 2011
Prediksi Peraih Nobel Kimia Tahun 2012
Namun ternyata prediksi tersebut masih gagal, peraih nobel kimia pada tahun 2011 adalah Dan Shechtman dengan karya “for the discovery of quasicrystals”. Dan pada tahun 2012 adalah Robert J. Lefkowitz and Brian K. Kobilka “for studies of G-protein-coupled receptors”.
Dan di tahun 2015, tahun yang dinobatkan sebagai The International Year of Light, penulis memprediksi bahwa peraih nobel bidang kimia adalah Prof. Michael Gratzel. Saat nya memperkenalkan kepada masyarakat dunia tentang energi terbarukan yang berasal dari sinar matahari !
Lampiran
Scientific Accomplishments and Leadership Profile M. Gratzel, 2011
Potensi energi matahari se dunia
Saya tertarik dengan tulisan anda mengenai Tenaga Surya.
Saya juga mempunyai tulisan yang sejenis mengenai Tenaga Surya yang bisa anda kunjungi di Informasi Tenaga Surya
Tertarik nih,,, boleh lihat jurnal atau skripsinya mas…
Kalo boleh sih mau ngembangin, kalo bisa tolong kirim ke email saya ya hehehee
andreamaas8995@gmail.com
Makasih loh,,,