Oleh: Fithra Malvarinda
Pemanasan global merupakan masalah krisis lingkungan yang masih terjadi hingga saat ini. Pemanasan global dapat diartikan sebagai fenomena meningkatnya temperatur bumi yang disebabkan oleh efek rumah kaca. Efek rumah kaca merupakan peningkatan konsentrasi gas-gas rumah kaca seperti uap air (H2O), metana (CH4), karbon dioksida (CO2), dan nitrogen (N2)[1]. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca menyebabkan temperatur bumi semakin panas.
Gas karbon dioksida (CO2) mengalami peningkatan yang signifikan dibandingkan gas-gas rumah kaca yang lain. Menurut Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC, 1991) dalam periode pre-industri (1800-an) sampai tahun 1990, konsentrasi CO2 pada atmosfer bumi telah meningkat dari 280 menjadi 353 ppmv[1]. Dan menurut International Energy Agency (2014), sumber emisi terbesar berasal dari gas CO2 (90%), kemudian disusul CH4 (9%), dan N2O (1%)[1].
Kondisi tersebut menyebabkan konsentrasi CO2 di udara harus dikurangi guna menanggulangi terjadinya pemanasan global. Metode yang biasanya digunakan adalah reboisasi, hal ini dikarenakan tumbuhan efektif dalam mengkonversi karbon dioksida menjadi oksigen melalui reaksi fotosintesis. Namun ada metode yang lebih baik daripada reboisasi, yaitu menggunakan fotobioreaktor.
Fotobioreaktor merupakan bioreaktor berisi mikroalga sebagai bahan pengkonversi CO2 menjadi O2 melalui reaksi fotosintesis dengan sumber cahaya berupa matahari, lampu halogen, lampu LED, dan sebagainya yang digabungkan dalam suatu sistem teknologi. Mikroalga merupakan tumbuhan mikroskopis bersel tunggal yang membutuhkan CO2 untuk proses fotosintesis.
Jenis mikroalga yang biasanya digunakan adalah chlorella sp. Hal ini dikarenakan chlorella sp memiliki beberapa keuntungan, diantaranya: (1) tidak beracun, (2) mampu hidup dimana-mana, (3) berkembang biak dengan cepat pada kondisi tumbuhnya, (4) mampu menghasilkan oksigen pada proses fotosintesis, (5) dapat hidup di lingkungan yang tercemar [2].
Pembuatan fotobioreaktor ini diawali dengan pembuatan nutrien pada mikroalga menggunakan metode Bold Bassal Medium (BBM), yakni metode yang menggunakan 15 jenis nutrien, yaitu dikalium fosfat (K2HPO4), kalium dihidrogen fosfat (KH2PO4), magnesium sulfat (MgSO4.7H2O), natrium nitrat (NaNO3), kalsium klorida (CaCl2.2H2O), kobalt (II) nitrat (Co(NO3)2.6H2O), tembaga (II) sulfat (CuSO4.5H2O), seng sulfat (ZnSO4.7H2O), mangan (II) klorida tetrahidrat (MnCl2.4H2O), asam sulfat (H2SO4), natrium klorida (NaCl), besi (II) sulfat (FeSO4.7H2O), kalium hidroksida (KOH), asam etilenadiaminatetraasetat (EDTA), dan dihidrogen borat (H2BO3). Kemudian dilakukan pencampuran bibit mikroalga chlorella sp sebanyak 250 ml dalam 1000 ml nutrien. Nutrien berperan sebagai suplai gizi bagi pertumbuhan mikroalga[3].
Gambar 1. Rancangan Fotobioreaktor[4].
Fotobioreaktor yang berisi 250 ml bibit mikroalga dan 1000 ml nutrien.dirancang dengan tinggi 50 cm dan diameter 10 cm yang diletakkan di dalam chamber cahaya berukuran 40 cm x 50 cm x 50 cm. Fotobioreaktor di suplai dengan kecepatan alir 0,5 L/min dengan kontrol suhu 25-35oC.]. Sumber cahaya berupa lampu halogen dengan kapasitas sebesar 1000 lux mampu menghasilkan oksigen dengan konsentrasi sebesar 21,7%. Output berupa gas O2 akan diukur menggunakan O2 gas analyzer[3].
Gambar 2. Gas Analyzer[4]
Di dalam fotobioreaktor tersebut terjadi proses fotosintesis mikroalga chlorella sp. Dimana proses fotosintesis tersebut merupakan proses konversi CO2 di udara menjadi O2 dengan bantuan cahaya, yaitu lampu halogen. Tolak ukur yang menjadi tingkat keberhasilan proses tersebut adalah jumlah O2 yang diperoleh. Semakin banyak jumlah O2 yang dihasilkan berarti semakin banyak pula CO2 yang terkonversi, hal ini menandakan proses fotosintesis di dalam fotobioreaktor efektif dalam mengurangi konsentrasi CO2 di udara untuk mencegah global warming.
Fotobioreaktor memiliki beberapa keuntungan, diantaranya: (1) tidak membutuhkan lahan yang luas seperti reboisasi, (2) efisien dalam menyerap CO2 dan menghasilkan O2, (3) mikroalga yang diproduksi dapat dimanfaatkan menjadi biodiesel, sehingga fotobioreaktor tidak hanya mengatasi masalah global warming melainkan juga mengatasi masalah krisis energi.
Referensi:
[1] Gapki Indonesian Palm Association. 2017. Industri Minyak Sawit Bagian Solusi Pemanasan Global dan Perubahan Iklim. https://gapki.id/news/2101/industri-minyak-sawit-bagian-solusi-dari-pemanasan-global-dan-perubahan-iklim#more-2101. (Diakses pada 23 Mei 2018).
[2] Aprilliyanti, Siska., Tri Retnaningsih S., dan Bambang Yulianto. 2016. Hubungan Kemelimpahan Chlorella sp Dengan Kualitas Lingkungan Perairan Pada Skala Semi Masal di BBBPBAP Jepara. Jurnal Ilmu Lingkungan. Vol. 14(2): 77-81.
[3] Biolita, Nadya Okta dan Harmadi. 2017. Perancangan Fotobioreaktor Mikroalga Chlorella Vulgaris untuk Mengoptimalkan Konsentrasi Oksigen (O2). Jurnal Fisika Unand. Vol. 6(3): 296-305.
Warung Sains Teknologi (Warstek) adalah media SAINS POPULER yang dibuat untuk seluruh masyarakat Indonesia baik kalangan akademisi, masyarakat sipil, atau industri.