Oleh: Elika Prameswari
Kehidupan kita tidak pernah lepas dari yang namanya air. Mulai dari minum, memasak, mencuci, dan banyak kegiatan lainnya membutuhkan air. Walaupun 70% dari permukaan bumi terdiri atas air, namun air bersih yang dapat dipakai hanya sebanyak 3%[1]. Tidak heran banyak dari penduduk dunia mengalami krisis air bersih. Diperkirakan sekitar 4 miliar penduduk dunia mengalami kelangkaan air bersih[2], angka yang spektakuler mengingat jumlah penduduk dunia saat ini berada pada angka 7,5 miliar[3]. Ini berarti kelangkaan air bersih menjadi masalah yang serius mengingat hal ini telah melanda separuh lebih penduduk bumi.
Berbagai upaya telah dilakukan, seperti memanfaatkan air sungai, air danau, air laut, dan air hujan. Sayangnya ada beberapa kelemahan dari pemanfaatan air dari sumber-sumber tersebut. Salah satu faktornya adalah tingginya tingkat pencemaran, sehingga pemanfaatannya hanya terbatas untuk irigasi dan mencuci. Untuk pemanfaatan air laut dengan proses desalinasi (proses membuat tawar air laut[4]) sendiri membutuhkan biaya yang mahal dan tidak praktis untuk dilakukan[2]. Jadi apakah beberapa tahun ke depan kita masih bisa mandi? Bagaimana pula nasib daerah-daerah arid yang memiliki curah hujan rendah dan jauh dari sumber air?
Untungnya para ilmuwan di University of Hamburg, Jerman telah memikirkan cara lain untuk memperoleh air bersih yang layak pakai yaitu dengan mengambilnya dari udara. Menurut mereka, secara umum ada dua cara yang dapat dilakukan untuk memproduksi air bersih dari udara : 1) Dengan mendinginkan udara dibawah titik embunnya sehingga uap air terkondensasi dan butir air dapat diperoleh. Proses ini membutuhkan volume udara yang besar dan temperatur yang rendah terutama pada daerah dengan kelembapan relatif yang rendah, sehingga proses ini memakan banyak energi. 2) Menyerap uap air di udara dengan suatu material higroskopis (mudah mengisap dan melepaskan uap air[4]). Uap air yang telah ditangkap kemudian dilepaskan dengan jalan menaikkan temperatur , diikuti proses kondensasi uap air yang panas dengan suhu lingkungan. Uap air diserap pada malam hari ketika kelembapan tinggi dan temperatur rata-ratanya rendah kemudian dilepaskan saat temperatur rata-rata tinggi yaitu pada siang hari[2].
Dengan mempertimbangkan efisiensi dan efektifitas kedua metode dalam penerapannya di lingkungan, dikembangkanlah material higroskopis berupa garam dalam matriks berbasis hidrogel. Garam yang dipilih adalah kalsium klorida karena memiliki daya serap air yang tinggi yaitu hingga 95% dari beratnya dalam reaksinya mengikat 6 molekul air[2].
Gambar 1. Skema pembuatan butiran komposit garam CaCl2 dalam matriks berbasis asam alginat[2]
Untuk membuat butiran komposit, pada tahap pertama larutan kalsium klorida (CaCl2) yang berada dalam suatu wadah ditetesi dengan larutan asam alginat. Larutan CaCl2 berfungsi sebagai sumber ion Ca2+ untuk membentuk gel bersama larutan asam alginat. Selanjutnya tetes-tetes asam alginat yang bereaksi dengan CaCl2 akan membentuk butiran hidrogel. Butiran-butiran hidrogel yang dikeringkan kemudian menghasilkan butiran komposit berdiameter 2 mm. Ukuran butiran komposit dapat disesuaikan dengan mengubah ukuran tetesan dari larutan asam alginat[2]. Butiran komposit Alg-CaCl2 inilah “si kecil” yang dapat memanen air di udara.
Komposit Alg-CaCl2 telah diuji coba dan terbukti mampu menyerap air di udara hingga 100% dari beratnya pada tekanan uap 10 mbar, membuatnya cukup menjanjikan untuk digunakan di daerah arid. Lebih dari 90% air yang diserap dapat dilepaskan oleh material pada temperatur 1000C dan dilepaskan seluruhnya pada temperatur 1500C, temperatur yang dapat dicapai dengan memanfaatkan radiasi matahari[2].
Pada penggunaannya kemudian, material ini dapat dimampatkan menjadi suatu packed bed yang menyerap uap air pada malam hari dan melepaskannya pada siang hari menggunakan energi matahari untuk kemudian dikondensasi oleh suhu lingkungan. Menurut perhitungan, packed bed ini dapat menghasilkan 660 kg air per meter kubiknya[2]. Dengan begini material komposit Alg-CaCl2 dapat dimanfaatkan untuk membantu orang-orang di wilayah yang sulit mendapatkan air, sebagai solusi dengan biaya pembuatan yang murah, mudah diaplikasikan, dan tidak beracun. Bagaimana, sudah siap memanen air di udara?
Referensi
[1] World Wildlife Fund. 2018. Water Scarcity. Diakses dari : https://www.worldwildlife.org/threats/water-scarcity pada tanggal 23 Mei 2018
[2] Kallenberger, Paul A., Michael Fröba. 2018. Water Harvesting from Air with a Hygroscopic Salt in a Hydrogel-Derived Matrix. Communications Chemistry, DOI : 10.1038/s42004-018-0028-9
[3] The World Bank. 2016. Population, Total. Diakses dari : https://data.worldbank.org/indicator/SP.POP.TOTL pada tanggal 23 Mei 2018
[4] Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2016. KBBI Daring. Diakses dari : https://kbbi.kemdikbud.go.id/ pada tanggal 23 Mei 2018