Penjelasan soal gempa di Turki yang terjadi pada Senin 6 Februari tersebut ternyata tak selalu ilmiah meski terkesan demikian. Dunia sains pun punya istilah untuk hal tersebut yakni pseudosains. Apa itu pseudosains dan apa pengaruhnya? Yuk mari kita bahas bersama.
Teori Yang Muncul
Sebelumnya, dua teori non-ilmiah muncul soal gempa yang merusak dan mengakibatkan banyak korban jiwa itu. Teori pertama berspekulasi, HAARP milik Amerika Serikat (AS) adalah penyebab gempa tersebut.
Di media sosial, akun Twitter @SnezhinaBoahen menyebut, kemunculan petir ketika gempa di Turki sebagai bukti teori tersebut. “Video ini menunjukkan petir yang menyambar, yang mana tidak normal saat gempa bumi, tetapi selalu terjadi saat operasi HAARP,” tulisnya.
Di media sosial, akun Twitter @SnezhinaBoahen menyebut, kemunculan petir ketika gempa di Turki sebagai bukti teori tersebut. “Video ini menunjukkan petir yang menyambar, yang mana tidak normal saat gempa bumi, tetapi selalu terjadi saat operasi HAARP,” tulisnya.
Beberapa ahli memberikan tanggapan terhadap teori tersebut. Kepala Pusat Gempa dan Tsunami BMKG, Daryono mengungkapkan bahwa petir yang terjadi ketika gempa adalah hal yang lumrah.
Ia juga berkata, menghubungkan HAARP dengan gempa yang ada di Turki adalah “omong kosong”.
“Saat batuan kulit bumi mengalami/mendapat tekanan yang hebat dan sangat kuat, mendekati batas elastisitasnya, maka sebelum failure maka akan melepaskan gelombang elektromagnetik, dari sinilah awal cerita lightning during the earthquake, pencahayaan gempa. “seismoelectric effect,” tulis Daryono dalam akun Twitternya.
Teori Kedua
Teori kedua adalah disebabkan oleh konjungsi planet dengan Bumi. Teori ini diusung oleh Frank Hoogerbeets yang menyebut, gempa Turki terjadi karena hal tersebut.
Teori itu lalu dibantah oleh seismolog, Martijn van den Ende. Ia langsung membalas twit Hoogerbeets lewat akun Twitternya.
“Setiap orang yang membaca ‘prediksi‘ ini, tolong jangan tertipu. Gempa bumi tidak dipicu oleh tata letak planet, dan tidak ada metode ilmiah untuk memprediksi gempa bumi,” ujar dia, Senin (6/2).
Stephen Hicks, seorang seismolog dari Imperial College London, mengatakan bahwa Turki memang merupakan wilayah aktivitas seismik yang intens karena berada di dua patahan besar, yaitu Patahan Anatolia Utara dan Patahan Anatolia Timur yang berlokasi di bagian barat hingga timur dan tenggara negara itu.
Penjelasan Pseudosains
Ilustrasi Pseudosains
Dilansir New Scientist, Pseudosains adalah istilah yang mencakup semua topik yang mengaburkan batas antara pengetahuan yang benar dan tidak berdasar, mulai dari UFO hingga mitos, astrologi, dll.
Astrologi menjadi salah satu topik pseudoscience yang cukup populer. Topik ini cukup dekat dengan bidang astronomi yang diakui secara keilmuan.
Namun beda astronomi dan astrologi terlihat jelas. Astronomi adalah ilmu yang mempelajari benda langit, sedangkan astrologi adalah ilmu hukum. Astronomi lulus uji tajam sains nyata, sedangkan astrologi klaimnya selalu dapat dibantah, dengan kata lain, mereka dapat dipalsukan.
Filsuf, Karl Popper adalah orang yang pertama kali menggunakan istilah ‘masalah demarkasi‘ untu membedakan pseudosains dengan sains sungguhan. Salah satu contohnya adalah membedakan teori relativitas umum Einstein pada 1919, dan pseudosains, seperti teori Freud, yang penganutnya hanya mencari bukti konfirmasi sementara mengabaikan kasus yang tidak sejalan dengan teorinya.
Menurut Scientific American, teori Einstein mungkin terbukti palsu jika hasil pengamatan gerhana Matahari tidak menunjukkan bahwa cahaya bintang terbelokkan oleh medan gravitasi Matahari. Teori-teori Freud, di sisi lain, tidak dapat dibantah karena tidak ada hipotesis yang bisa diuji dan dibantah. Oleh karena itu, Popper menyatakan “kepalsuan” sebagai ukuran akhir untuk membedakan antara sains dan pseudosains.
Untuk membedakan sains dan pseudosains, kita harus melihat bagaimana para ilmuwan menggunakan metodenya, bukan memperlakukan sains sebagai hal yang jelas. Sains adalah kumpulan metode yang digunakan untuk memvalidasi hipotesis dan membangun teori. Jika para ilmuwan secara aktif mengadopsi ide baru dan hasil penelitian mereka membantu memperluas pengetahuan dan menghasilkan hasil penelitian baru, maka bisa dikatakan bahwa itu merupakan sains.
Kesimpulan
Kesimpulannya, kita harus lebih aware atau waspada terhadap segala macam informasi yang kita dapatkan. Karena di era digital ini banyak teori-teori yang muncul dari internet mengenai berbagai macam fenomena yang terjadi di dunia. Dengan melakukan filter dan juga memastikan berita atau anggapan tersebut benar, kita akan terhindar dari paparan teori yang salah dan menyesatkan kita. Sekian pembahasan kali ini, semoga kalian semua sehat selalu.
Referensi
CNBC Indonesia, https://www.cnbcindonesia.com/news/20230210063457-4-412632/5-fakta-baru-gempa-turki-buatan-as-erdogan-di-ujung-tanduk Diakses pada 11 Februari, 2023.
Dailymotion, https://www.dailymotion.com/video/x8i4exp Diakses pada 11 Februari, 2023.
IDN Times, https://www.idntimes.com/science/discovery/dahli-anggara/perbedaan-mendasar-antara-sains-dan-pseudosains-c1c2 Diakses pada 11 Februari, 2023.