Homoseksual dari Sudut Pandang Sains – Hasil Riset dan Kritik

Kita tidak bisa menutup mata kalo secara norma dan budaya ketimuran, menyepakati bahwa homoseksual itu sebuah penyimpangan. Namun, kita kesampingkan dulu sudut pandang itu dan kita mencoba melihat dari sudut pandang sains. Barulah di akhir kamu bisa memberikan kesimpulan sehingga kamu punya alasan kuat dan saintifik untuk tetap menolak atau menerima mengenai LGBTQ+.

blank

Kita tidak bisa menutup mata kalo secara norma dan budaya ketimuran, menyepakati bahwa homoseksual itu sebuah penyimpangan. Namun, kita kesampingkan dulu sudut pandang itu dan kita mencoba melihat dari sudut pandang sains. Barulah di akhir kamu bisa memberikan kesimpulan sehingga kamu punya alasan kuat dan saintifik untuk tetap menolak atau menerima mengenai LGBTQ+.

Menurut American Psychiatric Association, orang homoseksual itu adalah orang yang baik-baik saja dan tidak menunjukkan penurunan efektivitas sosial secara umum. Bahkan WHO sejak tahun 1990 berhenti mengklasifikasikan LGB dari gangguan mental. Mereka bahkan memindahkan pembahasannya ke bab kesehatan seksual dan penyimpangan gender ini mereka ubah istilahnya menjadi “ketidaksesuaian gender” untuk menggambarkan orang-orang dengan identitas gender yang berbeda dengan sistem reproduksi yang dimiliki sejak lahir. Mereka mendefinisikan gender dan sistem reproduksi secara terpisah.

Menyimpang? Tidak, menurut WHO. Tentu saja keputusan yang mereka ambil berdasarkan riset. Apa boleh kita kritik? Tentu, karena ilmu pengetahuan itu boleh dikritik. Dan mari kita kritik dari segi sains Karena kita tidak bisa berbiacara masalah norma ke WHO, ya tidak pas aja gitu.

Dalam riset yang dilakukan di Karolinska Institute Stockholm dengan melakukan MRI pada otak 90 relawan laki-laki dan perempuan dengan orientasi seksual yang berbeda. Pengukuran dilakukan dengan MRI untuk mengetahui ukuran otak dan dengan PET untuk mengukur aliran darah ke amygdala otak. Dimana hasilnya otak laki-laki homoseksual memiliki pola yang sama dengan perempuan heteroseksual,  dan berbeda dengan laki-laki heteroseksual sehingga diambil kesimpulan otaknya normal dan baik-baik saja karena sama dengan perempuan heteroseksual. Lalu bagaimana dengan perempuan homoseksual ? ternyata otak perempuan homoseksual berbeda sekitar 1-2% dengan laki-laki heteroseksual, yang mana kemudian kesimpulan perbedaan ini diakibatkan karena adanya perbedaan hormon pada tubuh perempuan. Kecil tapi tidak konsisten.

blank
Gambar 1. Hasil PET di Amigdala

Ketidakkonsistenan itu juga terjadi ketika peneliti membahas feminisme. Ilmuwan sepakat kalau otak pria dan wanita itu sama. Sehingga muncul narasi yang menggaungkan gender equality. Mungkin yang menjadi pekerjaan rumah kita bersama adalah bagian otak mana yang diteliti saat mereka berbicara feminism.

Kalian tahu buku sains populer The Selfish Gene ? Disana dikatakan gen mendorong individu untuk melakukan aktivitas reproduksi untuk menjaga kelestarian gen. Gen bahkan lebih penting daripada individu. Aktivitas seksual itu biasanya bertujuan untuk bereproduksi, jika tidak maka dianggap sebagai aktivitas yang gagal. Hal sependapat dengan Paradox Darwin. Uniknya, homoseksual tidak hanya terjadi pada manusia, setidaknya ada 450 spesies dan masih terus bertambah teridentifikasi perilaku homoseksual. Entah parameter apa yang mereka gunakan untuk mengukur kecenderungan ini. Tapi, jika kamu bertanya “mengapa membandingkan manusia dan hewan?” Karena dalam biologi, manusia termasuk dalam kingdom Animalia.

Kembali ke paradox Darwin. Pertama, melakukan aktivitas seksual ditempat yang tidak seharusnya sama saja dengan tidak alamiah dan itu merupakan perilaku penyimpangan. Kedua, melakukan aktivitas seksual yang memicu munculnya penyakit sama saja dengan tidak alamiah dan merupakan perilaku yang menyimpang. Kalau menyimpang berarti itu harus disembuhkan? Bisa dilakukan terapi hormon. Terapi hormon merupakan sesuatu yang tidak alamiah untuk dilakukan. Apa bisa dikatakan menyimpang juga? Bahkan terapi hormon punya efek samping yang menyeramkan seperti gangguan neurologis dan psikiatri, penurunan fungsi kognitif, osteoporosis, penurunan massa otot, disfungsi ereksi dan lain sebagainya. Sementara di lain sisi orang-orang homoseksual itu sehat dan tidak merasa sakit. Tapi kalau ada pembaca yang berniat terapi hormon, saya sarankan untuk menemui ahli endokrin.

Apakah homoseksualitas itu menular? Tidak, kalo kamu sangat teguh menjadi heteroseksual. Itu akan menular jika kamu sendiri yang menghendaki. Jadi letak masalah bukan pada siapa yang menularkan, tapi kamunya mau atau tidak untuk ikut tertular. So, kembali ke diri sendiri dan tidak perlu menghakimi. Manusia itu lebih kompleks daripada yang bisa kita definisi.

Sebagai penutup untuk kalian mengambil kesimpulan masing-masing. Versluys dalam suatu artikel yang berjudul “Scientists explore the Evolution of Animal Homosexuality” berkata:

“Homoseksualitas masih merupakan sesuatu yang tidak selalu bisa dipahami dengan baik di komunitas ilmiah dan bahkan masyarakat umum. Saat ini perilaku tersebut sedang dibingkai ulang di lab kami dan tempat lain, sebagai perilaku normal, bukan sesuatu yang menjijikan atau bermasalah…”

blank
Gambar 2. Dari Sumber

Referensi :

  1. https://www.imperial.ac.uk/news/190987/scientists-explore-evolution-animal-homosexuality/
  2. https://neuroscientificallychallenged.com/posts/darwinian-paradox-of-homosexuality
  3. https://www.scientificamerican.com/article/study-says-brains-of-gay/
  4. https://www.klikdokter.com/gaya-hidup/seks/seberapa-akurat-kinsey-scale-ukur-orientasi-seksual-seseorang
  5. https://www.pnas.org/doi/full/10.1073/pnas.0801566105#sec-2
  6. https://www.nationalgeographic.com/science/article/brains-of-gay-people-resemble-those-of-straight-people-of-opposite-sex

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *