Hujan Ekstrem dan Banjir Global: Bukti Fisik Perubahan Iklim yang Tak Bisa Disangkal

Belakangan ini, banyak negara di berbagai belahan dunia mengalami hujan ekstrem dan banjir dalam waktu yang hampir bersamaan. Kota-kota besar seperti Tokyo, Jakarta, hingga wilayah di Texas, Amerika Serikat, dilanda curah hujan yang tak biasa. Pemandangan jalanan yang berubah menjadi sungai, rumah terendam air, dan aktivitas warga yang lumpuh menjadi berita utama.

Belakangan ini, banyak negara di berbagai belahan dunia mengalami hujan ekstrem dan banjir dalam waktu yang hampir bersamaan. Kota-kota besar seperti Tokyo, Jakarta, hingga wilayah di Texas, Amerika Serikat, dilanda curah hujan yang tak biasa. Pemandangan jalanan yang berubah menjadi sungai, rumah terendam air, dan aktivitas warga yang lumpuh menjadi berita utama.

Pertanyaannya apakah semua ini hanya kebetulan, atau ada pola ilmiah yang mendasarinya? Para ilmuwan sepakat, peristiwa ini adalah bagian dari gejala perubahan iklim yang makin nyata.

Fenomena yang Terjadi Secara Global

Mari kita lihat beberapa contoh kejadian terbaru:

  • Jepang: Kota Tokyo dilanda hujan ekstrem dengan curah hujan mencapai lebih dari 100 mm hanya dalam dua jam. Banjir merendam stasiun kereta, jalan raya, dan memicu peringatan darurat cuaca.
  • Texas, Amerika Serikat: Wilayah ini terkena hujan deras dan banjir setelah udara lembap dari laut yang menghangat akibat suhu global naik, mendorong terbentuknya badai lokal yang intens.
  • Jakarta, Indonesia: Banjir besar pada Maret 2025 menyebabkan evakuasi ribuan warga dan menimbulkan kerugian ekonomi hingga ratusan juta dolar AS.

Fenomena serentak ini menunjukkan bahwa cuaca ekstrem bukan hanya masalah lokal, tetapi telah menjadi pola global yang saling berkaitan.

Namun anehnya, Donald Trump menyampaikan di Sidang Umum PBB pada 23 September 2025 bahwa “climate change … it’s the greatest con job ever perpetrated on the world, in my opinion.”  Menurut Trump, prediksi-prediksi tentang pemanasan global dan perubahan iklim yang dikemukakan badan-badan PBB dan ilmuwan lainnya telah “salah” dan dibuat oleh “orang-orang bodoh” yang menurutnya menyebabkan kerugian finansial bagi negara. Dalam pidatonya, Trump juga menyebut bahwa kebijakan energi terbarukan adalah “scam” atau tipuan hijau, dan memperingatkan bahwa negara-negara yang menerapkan kebijakan “energi hijau” akan gagal secara ekonomi.

Apa Itu Perubahan Iklim dan Mengapa Relevan?

Perubahan iklim adalah pergeseran jangka panjang dalam suhu rata-rata Bumi dan pola cuaca akibat aktivitas manusia, khususnya pembakaran bahan bakar fosil (seperti batu bara, minyak, dan gas alam). Proses ini menghasilkan gas rumah kaca seperti karbon dioksida (CO₂) dan metana (CH₄) yang menjebak panas di atmosfer.

Efek domino dari pemanasan global ini tidak hanya menyebabkan suhu naik, tetapi juga:

  • Meningkatkan penguapan air dari laut dan permukaan daratan
  • Mengubah pola curah hujan
  • Mempercepat pembentukan awan hujan besar
  • Memperpanjang durasi badai dan memperkuat intensitasnya

Mengapa Udara Lebih Hangat Menyebabkan Hujan Lebih Deras?

Secara fisika, udara yang lebih hangat bisa menyimpan lebih banyak uap air. Ilmuwan menyebut bahwa untuk setiap kenaikan suhu 1°C, udara bisa menahan uap air 7% lebih banyak.

Bayangkan atmosfer seperti spons. Semakin hangat, spons itu bisa menyerap lebih banyak air. Tapi ketika jenuh dan ditekan oleh kondisi atmosfer (seperti tekanan rendah atau benturan angin dingin), air itu akan tumpah dalam bentuk hujan dan bukan hujan biasa, tapi sangat deras dan deras dalam waktu singkat.

Itulah mengapa badai tropis, sistem tekanan rendah, dan hujan ekstrem kini makin sering terjadi, lebih lama durasinya, dan lebih besar volume airnya.

Ilmuwan iklim Daniel Swain dari University of California menjelaskan bahwa meskipun satu peristiwa hujan ekstrem tidak bisa langsung disalahkan pada perubahan iklim, frekuensi dan intensitas peristiwanya menunjukkan tren yang tak bisa diabaikan.

Andrew Dessler, ilmuwan iklim dari Texas A&M University, menyebut udara lembap akibat suhu laut tinggi sebagai “bahan bakar tambahan” bagi badai. Ia menyatakan bahwa tren ini sangat sesuai dengan prediksi model iklim sejak lebih dari 20 tahun lalu.

Hujan deras dan banjir bukan hanya soal genangan air. Dampaknya sangat luas:

a. Kerusakan Infrastruktur

Jalan, jembatan, rel kereta api, saluran listrik, dan air bersih rusak atau tidak bisa digunakan.

b. Gangguan Ekonomi

Transportasi terhenti, perdagangan terganggu, dan produktivitas kerja menurun. Perusahaan bisa kehilangan miliaran rupiah akibat operasional terhambat.

c. Masalah Kesehatan

Banjir membawa risiko penyakit menular seperti diare, leptospirosis, infeksi kulit, dan stres psikologis.

d. Kehilangan Tempat Tinggal

Ribuan orang di kota-kota terdampak terpaksa mengungsi atau kehilangan harta benda mereka secara permanen.

Karena perubahan iklim telah terjadi, maka ada dua pendekatan utama: adaptasi dan mitigasi.

Adaptasi (berdamai dengan kondisi)

  • Membangun sistem drainase kota yang lebih canggih
  • Menyediakan ruang terbuka hijau untuk serapan air
  • Sistem peringatan dini berbasis data cuaca satelit
  • Edukasi kesiapsiagaan bencana kepada masyarakat

Mitigasi (mengurangi penyebab)

  • Mengurangi emisi gas rumah kaca (beralih ke energi terbarukan)
  • Reboisasi dan perlindungan hutan
  • Transportasi rendah karbon dan efisien energi
  • Menjalankan komitmen iklim global (seperti Paris Agreement)

Kenapa Kita Harus Bertindak?

Jika dibiarkan, bencana terkait cuaca akan:

  • Lebih sering terjadi
  • Menjangkau wilayah yang sebelumnya aman
  • Mengganggu pasokan pangan dan air bersih
  • Meningkatkan konflik sosial akibat perebutan sumber daya

Masyarakat, pemerintah, dan sektor swasta perlu bahu membahu untuk menyusun kebijakan berbasis ilmu pengetahuan agar dampak ini bisa ditekan seminimal mungkin.

Hujan ekstrem dan banjir besar yang kini terjadi di berbagai belahan dunia bukan sekadar kejadian alam biasa, melainkan peringatan ilmiah bahwa sistem iklim kita sedang berubah. Udara yang makin panas, laut yang makin hangat, dan atmosfer yang makin jenuh uap air telah menciptakan kondisi ideal bagi cuaca ekstrem.

Perubahan iklim adalah fakta, bukan opini. Langkah kita hari ini akan menentukan apakah generasi masa depan akan hidup dalam kondisi lebih baik atau sebaliknya, terjebak dalam siklus bencana yang berulang.

Referensi:

https://www.rev.com/transcripts/trump-speaks-at-un? diakses pada 26 September 2025,

O’Gorman, P. A. (2015). Precipitation extremes under climate change. Current Climate Change Reports, 1(2), 49–59. https://doi.org/10.1007/s40641-015-0009-3.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top