Para ilmuwan kini memiliki pemahaman yang lebih jelas tentang penyebab munculnya sejumlah kawah misterius di Siberia dalam dekade terakhir. Fenomena ini tampaknya menunjukkan dampak besar yang dapat ditimbulkan oleh perubahan iklim, terutama ketika kondisi tertentu terpenuhi. Pada tahun 2014, sebuah kawah besar secara tiba-tiba muncul di Semenanjung Yamal, wilayah dingin di Siberia, Rusia. Kemunculan kawah yang mendadak dan material yang tampak terlontar di sekitarnya menunjukkan bahwa kawah ini terbentuk akibat semacam ledakan bawah tanah. Sejak itu, para ilmuwan dan masyarakat setempat telah menemukan sejumlah kawah serupa yang tersebar di lanskap Siberia.
Kawah-kawah ini bukan sekadar lubang kecil. Beberapa di antaranya memiliki kedalaman yang mencapai 50 meter, cukup dalam untuk menjadi perhatian serius. Penyelidikan yang dilakukan oleh para peneliti mengungkap bahwa konsentrasi gas metana di sekitar kawah sangat tinggi. Gas ini, yang dikenal sebagai salah satu gas rumah kaca paling kuat, diperkirakan dilepaskan dari tanah beku (permafrost) yang mencair akibat peningkatan suhu global.
Metana tersebut sebelumnya terperangkap di bawah lapisan tanah beku Siberia selama ribuan tahun. Namun, kenaikan suhu di kawasan kutub akibat perubahan iklim menyebabkan permafrost mencair, sehingga gas-gas yang terperangkap keluar dengan tekanan tinggi dan memicu ledakan yang menciptakan kawah-kawah besar ini. Fenomena ini menggarisbawahi betapa seriusnya dampak pemanasan global, karena pelepasan metana tidak hanya menciptakan kawah, tetapi juga berkontribusi lebih lanjut pada pemanasan atmosfer, menciptakan lingkaran setan yang semakin memperburuk perubahan iklim.
Penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk benar-benar memahami bagaimana kawah-kawah besar di Siberia ini terbentuk. Berdasarkan studi terbaru, hipotesis sederhana tentang pencairan permafrost akibat pemanasan global ternyata tidak cukup untuk menjelaskan fenomena ini. Para peneliti menduga bahwa kombinasi unik antara geologi wilayah tersebut dan dampak perubahan iklim menciptakan kondisi spesifik yang memicu pelepasan metana secara eksplosif. “Ada kondisi yang sangat spesifik yang memungkinkan fenomena ini terjadi. Ini melibatkan ruang geologi yang sangat khusus,” ujar Ana Morgado, seorang insinyur kimia dari University of Cambridge, seperti dikutip dari IFL Science (2/10/2024).
Penjelasan baru dari Morgado dan timnya menunjukkan bahwa peningkatan suhu di permukaan menyebabkan perubahan tekanan yang cepat di bawah tanah. Tekanan tersebut akhirnya memicu pelepasan metana dalam jumlah besar secara tiba-tiba, menciptakan ledakan. Para peneliti menilai apakah proses ini dimulai oleh reaksi fisik atau kimia untuk memahami lebih jauh mekanismenya. Julyan Cartwright, ahli geofisika dari Spanish National Research Council, memberikan analogi untuk menjelaskan fenomena ini. “Hanya ada dua cara untuk menghasilkan ledakan,” jelasnya. “Entah melalui reaksi kimia, seperti dinamit yang meledak, atau melalui fisika, seperti ban sepeda yang meledak akibat tekanan berlebih.” Dengan kata lain, fenomena ini kemungkinan terjadi karena akumulasi tekanan gas metana di bawah permafrost yang mencair, hingga akhirnya terjadi pelepasan eksplosif. Penelitian ini menegaskan pentingnya memahami interaksi kompleks antara perubahan iklim dan geologi dalam mengungkap misteri kawah Siberia.
Dalam kasus kawah yang ditemukan di Siberia, tidak ditemukan bukti adanya reaksi kimia, yang berarti bahwa fenomena tersebut kemungkinan besar disebabkan oleh reaksi fisik. Namun, bagaimana hal ini bisa terjadi? Para peneliti memberikan sebuah analogi yang sederhana untuk menjelaskannya, yaitu dengan menggunakan perbandingan pompa dan ban sepeda. Seperti halnya jika kita memompa ban sepeda terlalu keras, pada akhirnya ban tersebut akan meletus. Dalam kasus ini, yang perlu dipahami adalah apa yang bertindak seperti pompa dalam proses yang terjadi. Jawabannya adalah osmosis, yaitu sebuah proses fisik di mana cairan bergerak untuk menyamakan konsentrasi zat terlarut di dalamnya.
Semenanjung Yamal, tempat kawah-kawah tersebut ditemukan, memiliki lapisan es tebal seperti tanah liat yang biasanya berfungsi sebagai penghalang terhadap osmosis. Namun, perubahan iklim telah menyebabkan perubahan pada lapisan ini. Di bawah lapisan tanah atas, yang dikenal dengan sebutan “lapisan aktif”, terdapat lapisan permafrost yang tebalnya bisa mencapai antara 180 hingga 300 meter. Permafrost ini selalu beku, tetapi lapisan aktif di atasnya mencair dan membeku kembali setiap musim, mengikuti perubahan suhu yang terjadi sepanjang tahun.
Di dalam lapisan permafrost tersebut, terdapat lapisan khusus yang disebut kriopeg, yaitu lapisan air yang tetap cair meskipun berada dalam suhu yang sangat rendah, berkat tekanan dan kadar garam yang tinggi. Di bawah kriopeg terdapat lapisan hidratan metana, sebuah senyawa yang terbentuk dari metana yang terperangkap dalam kristal air. Hidratan metana ini seharusnya tetap stabil berkat suhu yang rendah dan tekanan yang tinggi di bawah permukaan. Namun, seiring dengan meningkatnya suhu rata-rata bumi akibat perubahan iklim, lapisan aktif mencair lebih dalam dan menembus lapisan kriopeg. Hal ini menyebabkan tekanan osmotik yang lebih besar. Karena lapisan kriopeg tidak memiliki cukup ruang untuk menampung air yang meleleh, tekanan yang sangat besar mulai terbentuk.
Tekanan ini menyebabkan retakan yang menjalar hingga ke permukaan tanah, memicu penurunan tekanan mendalam di dalam lapisan tersebut. Perubahan tekanan yang tiba-tiba ini merusak stabilitas hidratan metana, melepaskan gas metana yang terperangkap. Akibatnya, seperti halnya ban sepeda yang terlalu penuh dengan udara, terjadi ledakan fisik, yang dikenal dengan fenomena kawah. Dengan demikian, apa yang terjadi di Siberia adalah akibat perubahan suhu yang mempengaruhi lapisan-lapisan di dalam tanah, yang pada gilirannya menyebabkan perubahan tekanan yang mengarah pada pelepasan gas metana melalui ledakan fisik. Fenomena ini dapat dipahami sebagai contoh bagaimana perubahan iklim dapat mempengaruhi sistem alam secara fisik, dengan dampak yang signifikan pada lingkungan sekitar.
Para peneliti telah menyimpulkan bahwa proses yang menyebabkan terjadinya ledakan ini bisa berlangsung selama puluhan tahun. Hal ini sesuai dengan tren peningkatan pemanasan global yang sudah terjadi sejak tahun 1980-an. Pemanasan global adalah fenomena naiknya suhu rata-rata atmosfer Bumi akibat akumulasi gas rumah kaca seperti karbon dioksida dan metana, yang menjebak panas di atmosfer. Meskipun fenomena seperti ini mungkin sangat jarang terjadi, para ahli menyatakan bahwa jumlah metana yang dilepaskan akibat ledakan ini dapat memberikan dampak yang cukup besar terhadap pemanasan global. Metana adalah gas rumah kaca yang lebih kuat dibandingkan dengan karbon dioksida dalam memerangkap panas di atmosfer, meskipun jumlahnya di udara lebih sedikit. Dengan melepaskan sejumlah besar metana ke atmosfer, fenomena ini dapat memperburuk perubahan iklim dan mempercepat pemanasan global yang sudah berlangsung.
REFERENSI:
Brugge, Doug & Datesman, Aaron. 2024. Climate Change: Melting Ice and Statistical Models. springer.com: https://link.springer.com/chapter/10.1007/978-3-031-59595-0_1
Hellevang, H, dkk. 2023. Formation of giant Siberian gas emission craters (GECs). eartharxiv.org: https://doi.org/10.31223/X59Q3K