Tak lama lagi, jumlah hari di tahun 2017 akan segera berakhir. Menyongsong tahun baru masehi, sebagian mengevaluasi capaian-capaian di tahun yang ditinggalkan. Setelahnya, mereka membuat sekian puluh bahkan ratusan target hidup untuk setahun mendatang. Salah satu harapan yang sering masuk dalam ‘resolusi tahun baru’ adalah keinginan menikah bagi yang masih ber-status jomblo alias single atau lajang.
Ditulis oleh Syaefudin* – Setiap manusia mengalami beberapa fase kehidupan; dari bayi, anak-anak, remaja, dewasa, hingga lanjut usia dan akhirnya meninggal. Di luar fase kehidupan tersebut, ada status kehidupan lain yang sudah sewajarnya juga tersemat pada manusia. Status kehidupan yang dimaksud adalah jomblo atau menikah alias single atau married.
Status tersebut begitu penting, khususnya bagi remaja dan dewasa yang tengah memasuki usia pernikahan. Mereka berupaya sekuat tenaga untuk beranjak dari status lajang ke status menikah. Sebagian besar orang yang sudah menikah sepakat bahwa pernikahan lebih menentramkan dan mendatangkan rezeki. Meski demikian, pernahkah kita terbersit keinginan mengetahui fakta ilmiah di balik status jomblo dan menikah? Benarkah menikah lebih membahagiakan dan menguntungkan, bukan sekedar klaim si pemiliki status married?
Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, para ilmuwan melakukan berbagai penelitian. Mereka tengah berusaha mencari bukti, apakah menikah benar-benar membuat orang lebih sehat dan bahagia? Sebagian orang, bisa jadi menganggap bahwa status lajang lebih menyenangkan; sedangkan sebagian lain meyakini bahwa menikah lebih menentramkan. Tapi bagaimana dua status yang berbeda ini ditilik dari sisi-sisi tertentu?
Jomblo Kuat, Tapi Menikah Lebih Sehat
Salah satu sisi yang paling banyak diteliti ilmuwan adalah kaitan antara status lajang dan kesehatan. Apakah kualitas kesehatan setelah menikah lebih baik dibandingkan saat masih sendirian?
Jumlah penelitian dengan objek murni orang jomblo agaknya masih dapat terhitung jari. Dari yang sedikit tersebut, kebanyakan riset mengulas status kesendirian sang lajang dan kaitannya dengan ‘kebebasan’. Kebebasan ini akan mempengaruhi sikap mental seseorang.
Sebagai contoh, penelitian dari seorang pakar jomblo asal University of California Santa Barbara, Profesor Bella DePaulo. Ia mengkaji ratusan laporan ilmiah yang membandingkan antara orang yang lajang dan orang yang telah menikah. Ia menyimpulkan bahwa seorang lajang lebih bebas menentukan nasib diri dibandingkan dengan seorang yang telah menikah. Selain itu, jomblo juga dikenal lebih mandiri.
Peneliti yang telah mempelajari kehidupan para lajang selama dua dekade ini juga mengungkapkan bahwa seorang yang hidup sendiri tidak selalu identik dengan perilaku terasing. Sebaliknya, kadang mereka memiliki lebih banyak waktu untuk berinteraksi dengan orang tua, kerabat, tetangga, dan tentu saja rekan kerja. Hubungan dengan banyak orang menyebabkan para jomblo tidak merasa kesepian. Dengan kata lain, para jomblo ini sebenarnya kuat; mereka kokoh ketika menghadapi masalah dan lebih bebas mengisi hidupnya dengan kegiatan-kegiatan yang bertujuan mengembangkan diri.
Lalu, bagaimana dengan mereka yang telah menikah dan hidup bersama pasangan? Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa kualitas hidup dan kesehatan mereka lebih baik ketimbang para jomblo. Penasaran?
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa menikah akan meningkatkan kualitas jantung. Kajian yang dilakukan oleh New York University Lagone Medical Center menunjukkan bahwa pria dan wanita yang masih lajang berpeluang terkena serangan jantung 5% lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang sudah menikah.
Selain itu, pernikahan juga terbukti mampu meningkatkan kesehatan mental seseorang. Seorang professor Sosiologi dari Wake Forest University, Robin Simon, menuturkan bahwa orang yang telah menikah menunjukkan gejala depresi yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan orang yang masih jomblo. Tak hanya itu, menikah juga dapat menekan perilaku seseorang yang saat lajangnya sering minum alkohol dan menggunakan obat-obat terlarang.
Beberapa penelitian juga melaporkan bahwa orang yang telah berkeluarga dan hidup harmonis akan memiliki umur yang lebih panjang. Mereka memiliki alasan kenapa perlu hidup – tentu saja karena mereka memiliki keluarga yang dicintai. Pernikahan juga mengubah perilaku orang menjadi lebih perhatian dengan kesehatan diri. Penelitian lain juga menyimpulkan bahwa kemungkinan pulih pada seorang yang telah menikah jauh lebih besar dibandingkan dengan seorang yang sendiri. Hal tersebut disebabkan oleh adanya seseorang (pasangannya) yang dengan senang hati dan telaten bersedia merawatnya.
Menikahlah, Tapi yang Berkualitas
Sebenarnya jika kita amati lebih dalam, baiknya kondisi kesehatan seseorang pascamenikah lebih disebabkan karena pernikahan yang dijalan berkualitas. Rumah tangga yang tentram dan penuh kasih sayang menjadi alasan kunci kenapa kehidupan pasangan tersebut lebih baik. Tak hanya karena saling ‘mengingatkan’ makan teratur, pasangan yang menikah juga mampu melipatgandakan semangat sang suami dalam mencari nafkah.
Dukungan moral hingga sosial antar pasangan ketika salah satunya mendapat musibah, menjadikan orang yang menikah lebih tegar dan optimis menyambut dan melangsungkan hidup. Perhatian dan kasih sayang dari pasangan dan keluarga mampu memperbaiki emosional dan pikiran orang yang telah menikah. Secara medis, sikap mental yang tangguh bisa berimbas pada perbaikan kualitas kesehatan, seperti tekanan darah, jantung, serta kondisi fisik lain.
“Orang yang menikah tampak lebih sehat karena pernikahan dapat meningkatkan kesehatan. Namun, hal itu bukan berarti setiap pernikahan adalah lebih baik dibandingkan belum (menikah). Kualitas pernikahanlah yang sebenarnya sangat penting”, ujar Hui Liu, seorang sosiolog dari Michigan State University.
Oleh sebab itu; menikah dengan pasangan yang baik, melaksanakan pernikahan dengan cara yang baik, serta menjaga keharmonisan keluarga pascamenikah adalah kunci pokok mendapatkan sederet manfaat pernikahan.
Maslahat di Balik Syari’at
Bagi seorang yang telah siap dan memenuhi aturan pernikahan dalam Islam, sudah sepatutnya berpikir untuk segera menikah. Tentu, kita menikah bukan karena imingan manfaat kesehatan. Lebih dari itu, sejatinya pernikahan adalah bagian dari perintah Allah yang bernilai ibadah.
“Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan menjadikan mereka mampu dengan karunia-Nya” (TQS. An-Nuur 24: 32).
Bagi yang belum dipertemukan jodohnya oleh Allah, tetap bersabar dan terus memperbaiki diri adalah termasuk yang utama. Tidaklah penting status kita masih single atau married di tahun depan. Menjaga kualitas hubungan, persahabatan, dan tetap perhatikan kesehatan diri adalah keniscayaan agar memperoleh kebaikan berlimpah dari Allah.
*) Penulis adalah staf pengajar di Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan IPA, Institut Pertanian Bogor.
Disadur dari: https://syaefudin097.wordpress.com/2016/12/14/data-ilmiah-duhai-jomblo-segeralah-menikah/
Referensi:
- American Psychological Association. Psychologist Reveals Science Behind A Fulfilling Single Life. Apa.Org; August 5, 2016. <http://www.apa.org/news/press/releases/2016/08/single-life.aspx>
- Bushak L. Married vs Single: What Science Says Better Your Health. Medicaldaily.Com, April 2, 2015. http://www.medicaldaily.com/married-vs-single-what-science-says-better-your-health-327878