Hulu Hilir Riset Kita

Ditulis oleh Endar Widiah Ningrum – Insititut Pertanian Bogor Pernah makan kerang? Kecuali memang tak suka tapi minimal pernah dengar tentang […]

Ditulis oleh Endar Widiah Ningrum – Insititut Pertanian Bogor

Pernah makan kerang?

Kecuali memang tak suka tapi minimal pernah dengar tentang olahan seafood yang satu ini. Nyaris 95% porsi protein terkandung dalam bobot daging kerang, membuatnya kaya asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh, mudah diperolehnya, rasanya enak dan yang terpenting adalah: murah.

Ada delapan juta ton komoditas kerang yang diproduksi tiap tahun dari budidaya laut nusantara, persisnya. Mengalahkan budidaya kolam tambak yang hanya berkisar satu sampai dua juta ton. Komoditas kerang juga berjaya di peringkat ketiga hasil laut setelah ikan dan rumput laut, terlebih saat tangkapan menyusut. Sementara komoditas kerang dihasilkan melimpah, lebih dari separuh atau hampir 26 ribu dari 48 ribu ton kerang berasal dari DKI Jakarta (DJPB KKP 2015).

Produksi kerang ini jauh lebih melimpah bertahun-tahun sebelum data statistik di atas diacu. Penurunan komoditas kerang terjadi setelah diketahui bahwa kerang-kerang Teluk Jakarta mengandung bahan kontaminan. Hasil penelitian yang mentah-mentah dikutip oleh banyak media melaporkan bahwasanya telah ditemukan kontaminan logam berat melebihi batas wajar. Bagus, karena konsumen kemudian berhati-hati. Tapi sama sekali tidak bagus dampaknya bagi pasar kerang. Sebab nelayan bergantung hidup pada kerang-kerang ini saat tidak ada tangkapan ikan. Ditambah isu lingkungan akibat reklamasi Teluk Jakarta menyebabkan perairan kotor, hasil tangkapan menyusut drastis pada beberapa tahun terakhir.

Idealisme mahasiswa saat itu adalah berpikir bagaimana menemukan solusi ekonomis,  paling efektif dan efisien untuk mengentaskan persoalan rakyat, baik nelayan, pelaku bisnis, maupun konsumen. Berhasilkan penelitian ini?

Depurasi adalah istilah yang digunakan untuk membersihkan biota dari perairan tercemar. Negara-negara maju pecinta seafood seperti Jepang, China, dan Australia juga Uni Eropa sendiri telah menetapkan standar keamanan pangan dan metode depurasi sebelum komoditas perairan masuk ke pasar. Untuk melindungi konsumen, maka belanja penelitian mereka diperbesar, regulasi pasar diperketat, dan implementasi oleh industri jelas.

Kembali kepada nasib komoditas kerang kita. Saat penelitian ini berlangsung, sampel kerang hijau dan kerang darah dari Teluk Jakarta terukur mengandung 3,27-4,05 ppm merkuri sementara itu batas aman konsumsi tidak boleh melebihi 1,00 ppm (BSN 2009). Dengan kandungan merkuri tersebut, maka akumulasinya di dalam tubuh telah cukup mampu untuk melahirkan bayi cacat, gangguan syaraf, hingga berbagai penyakit degeneratif.

Penelitian yang menyasar kesehatan masyarakat, perlindungan konsumen, regulasi pasar hingga dimensi sosial ekonomi ini lahir sebagai idealisme mahasiswa. Sampai hasil penelitian ini dilaporkan, kontaminasi logam berat pada komoditas kerang dapat diturunkan hingga 96,51%, jauh dibawah batas normal atau nyaris bersih dengan teknologi yang ekonomis (Ningrum 2015).

Apakah penelitian ini berhasil? Akhirnya saya katakan dengan jelas, nasibnya pun nyaris sama dengan umumnya hasil penelitian anak negeri, tersandung implementasi.  Kompleknya permasalahan negeri menuntut peneliti dan pemangku semua kepentingan untuk bertemu dalam kolaborasi. Indahnya jika saja hasil penelitian ini masuk menjadi regulasi pasar. Pelaku bisnis terkompensasi dengan subsidi mekanisme depurasi produk laut oleh pemerinntah, konsumen terlindungi dari residu logam berat hasil kontaminasi perairan tercemar, nelayan tak perlu khawatir hasil tangkapan rendah karena masih ada kekerangan yang mampu terjual. Kecuali penyebab hilangnya lahan budidaya akibat reklamasi Teluk Jakarta oleh pemerintah DKI Jakarta. Maka masih ada harapan.

Referensi:

  1. Badan Standarisasi Nasional. 2009. Batas Maksimum Cemaran Logam Berat dalam Pangan. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
  2. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya RI. 2015. Data Statistik Produksi Perikanan Budidaya Indonesia. Jakarta: Kementrian Kelautan dan Perikanan RI.
  3. Ningrum EW. 2015. Mercury depuration effectiveness on green mussel (Perna viridis) and blood cockle (Anadara granosa L.) from Jakarta Bay using ozone, chitosan and hydrodynamic technique. Proceedings: Vol. 31 No. 1 2015 IOP Conference Series: Earth and Environmental Science (DOI:10.1088/1755-1315/31/1/012041).

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Yuk Gabung di Komunitas Warung Sains Teknologi!

Ingin terus meningkatkan wawasan Anda terkait perkembangan dunia Sains dan Teknologi? Gabung dengan saluran WhatsApp Warung Sains Teknologi!

Yuk Gabung!

Di saluran tersebut, Anda akan mendapatkan update terkini Sains dan Teknologi, webinar bermanfaat terkait Sains dan Teknologi, dan berbagai informasi menarik lainnya.