Memperoleh minyak atsiri, seperti contoh yang disebutkan pada artikel kedua menyinggung tentang minyak mawar, adalah melalui proses distilasi yang dapat menghasilkan 1 Liter minyak dari 40 kg bahan baku mawar. Pada proses ekstraksi minyak atsiri, ada beberapa parameter proses produksi yang penting untuk diperhatikan agar memperoleh hasil optimal dan terbaik yang dapat diusahakan. Tentu, tidak ada 100% yield minyak dapat diperoleh dalam sebuah proses ekstraksi maupun distilasi, utamanya minyak atsiri yang memiliki sifat mudah menguap (volatile). Nah, pada artikel ketiga ini akan dibahas agak mendalam, sehingga sahabat warstek bisa mengulik secara mandiri lebih mendalam pada pustaka di bagian akhir artikel. Seperti biasa.
Pemilihan proses produksi minyak atsiri merupakan pekerjaan yang mungkin saja menguras waktu dan pikiran. Perbedaan sifat dan struktur kimia antara satu jenis minyak atsiri dengan yang lainnya, bahkan dari bagian yang berbeda pada satu jenis tanaman yang sama, akan memberikan perlakuan proses yang bisa jadi sangat berbeda. Proses ini berlangsung dalam sebuah area pabrik yang ditunjang dengan segenap perangkat proses produksi dan utilitas penunjang, serta diawasi ketat oleh tim yang terlatih. Sehingga, kualitas minyak atsiri dapat terjamin dengan baik.
Pada artikel sebelumnya, sahabat warstek akan mendapati sifat biologi dan kimia dari minyak atsiri. Sifat-sifat tersebutlah yang dapat menjadi langkah awal menentukan apa dan bagaimana proses paling optimal untuk diambil. Proses produksi bertujuan untuk memperoleh komponen tertentu minyak atsiri yang dimanfaatkan secara luas di bidang kosmetik, farmasi hingga untuk tujuan keamanan pangan [ ].
Ekstraksi atau Distilasi?
Sekilas, proses ekstraksi ataupun distilasi bukanlah hal yang dapat diperdebatkan dalam memilih proses produksi pada minyak atsiri. Kedua proses tentu terdengar jika keduanya bisa saja dilakukan, dan toh tetap akan menghasilkan minyak untuk dijual ke pasaran? Eits, jangan keliru sahabat warstek. Penentuan mana proses paling baik, akan sangat berkaitan erat pada sifat dan komponen minyak yang ingin diperoleh. Kekeliruan pemilihan proses produksi dapat menyebabkan hilangnya komponen tertentu yang mungkin saja diinginkan, baik sifat farmakologis komponen tertentu, efek noda yang tidak diinginkan, bau tengik pada minyak maupun perubahan fisik minyak atsiri [ ]. Pada ulasan artikel ilmiah yang sama, disebutkan jika secara umum, ada 2 proses produksi yang dilakukan pada tingkat industri, yaitu metode klasik dan metode inovatif.
Pada bagian pertama ini akan dibahas dahulu tentang proses produksi minyak atsiri secara konvensional (metode klasik). Meskipun, proses klasik yang akan dijabarkan secara singkat berikut ini ada yang sudah dikembangkan dengan kombinasi teknologi terkini.
Ekstraksi Metode Klasik (Konvensional)
- Distilasi Air (Hydrodistillation)
Ibnu Sina adalah ilmuwan pertama yang menemukan metode ekstraksi, dan yang pertama pula melakukan pengembangan teknik ekstraksi menggunakan alat penyuling kimia (alembic), di kemudian hari lebih dikenal dengan distilasi air (hidrodistilasi). Tanaman pertama yang diekstrak adalah mawar. Sahabat warstek disini tentu ada yang pernah mencoba hidrodistilasi bukan? Yap, caranya dengan merendam tanaman (dalam hal ini kelopak bunga, lihat gambar) dalam sebuah bejana besar, kemudian bejana tadi beserta isinya dididihkan. Peralatan yang digunakan termasuk sumber panas (api), kondensor yang akan mengubah uap dari bejana menjadi cairan, dan botol untuk menampung kondensat yang berperan pula sebagai pemisah antara minyak dan air.
Metode hidrodistilasi ini sering digunakan sebagai cara untuk mengekstraksi tanaman yang memiliki sifat komponen hidrofobik dengan titik didih yang tinggi, biasanya bagian tanaman dari kayu dan bunga dapat menggunakan cara ini. Seiring perkembangan teknologi, metode hidrodistilasi ini telah mengalami perkembangan. Golmakani dan Rezaei mengembangkan metode hidrodistilasi yang dikombinasi dengan gelombang mikro (microwave-assisted HD/ MAHD). Metode yang lebih maju adalah Ohmic-assisted HD/ OAHD yang dikembangkan oleh Gavahian dkk. Penggunaan metode OAHD pada ekstraksi daun thyme hanya membutuhkan waktu 25 menit lebih singkat dibandingkan hidrodistilasi biasa, dan hasilnya tidak ada perbedaan karakteristik komponen yang ditemukan.
2. Distilasi Uap (Steam Distillation)
Di dunia industri, metode distilasi uap adalah teknik yang paling luas penerapannya. Sembilan puluh tiga persen dari sumber minyak atsiri dapat menggunakan metode produksi ini, sementara 7%-nya dapat digunakan metode lainnya. Panas uap pada proses ini adalah faktor yang menentukan seberapa efektif komponen tanaman dapat terekstraksi dengan baik. Beberapa laporan studi menyampaikan jika metode distilasi uap dapat menghasilkan yield komponen antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan metode ekstraksi hidrodistilasi.
Kemudian, metode distilasi uap ini dikembangkan lebih inovatif oleh Masango yang memungkinkan proses distilasi dapat menambah yield minyak atsiri dan mengurangi limbah air yang digunakan pada proses. Proses ini menggunakan packed-bed yang dipasang di bagian atas sumber uap yang berfungsi menyaring kandungan air agar tidak masuk ke dalam bejana distilasi.
3. Ekstraksi dengan Solven (pelarut)
Solven (pelarut) yang digunakan pada ekstraksi ini dapat berupa aseton, eter petroleum, heksan, metanol atau etanol. Biasanya penggunaan pelarut ini dipakai untuk jenis tanaman yang rapuh dan mudah rusak apabila menggunakan suhu panas atau uap yang terlalu tinggi. Tanaman yang diekstrak umumnya dicampur dengan pelarut, kemudian dipanaskan dengan suhu sedang, selanjutnya campuran tadi disaring dan diuapkan (evaporasi) pelarutnya. Terkadang proses ini sudah dikombinasikan dengan memasang alat vakum untuk proses memisahkan solven (semisal alkohol), sehingga pemisahan tidak memerlukan panas terlalu tinggi yang mengakibatkan rusaknya kualitas minyak atsiri.
Filtrat yang dihasilkan mengandung resin, atau semacam campuran lilin, zat aroma dan minyak atsiri. Dibandingkan dengan metode konvensional lainnya, cara ekstraksi dengan pelarut ini menghabiskan waktu dan biaya yang lebih mahal. Namun, melihat karakteristik tanaman yang diekstrak, cara ini dengan pemilihan pelarut yang tepat dapat mengisolasi komponen atau konstituen fenolik dan antioksidan yang diharapkan. Misalnya, pada ekstraksi tanaman sejenis Thymus dapat menghasilkan komponen fenolat dan flavonoid tertinggi jika diekstrak dengan pelarut air.
4. Metode Difusi (Maserasi)
Minyak maserasi ini dikenal pula dengan nama minyak infus (infused oil), dimana proses ini baik ditujukan untuk bahan yang sebelumnya dikeringkan dan dicacah. Ada pula yang diproses menjadi bubuk dahulu agar kandungan airnya seminimal mungkin. Kandungan air pada bahan akan menyebabkan minyak menjadi berbau tengik. Bau tengik pada minyak sebenarnya dapat dicegah dengan menambahkan minyak vitamin E.
Hasil minyak melalui proses maserasi harus segera dimurnikan dan disimpan dalam botol yang kedap udara agar tahan lama, setidaknya maksimal 12 bulan. Minyak maserasi biasanya juga dapat dijadikan bahan campuran untuk formulasi kosmetik.
5. Metode Enfleurasi (dengan Lemak)
Proses ekstraksi dengan cara menggunakan lemak untuk menangkap aroma pada bahan tanaman disebut sebagai salah satu metode tertua untuk mendapatkan minyak atsiri. Metode ini, meskipun sudah tidak umum, dilakukan pada proses untuk membuat sabun. Lemak yang digunakan harus tidak memiliki bau dan murni dari kandungan pengotor yang dapat merusak minyak atsiri. Lemak dapat digunakan dalam keadaan dingin maupun dipanaskan dahulu (hot enfleurage).
Lemak disebarkan di atas piring kaca dalam sebuah wadah berbingkai. Kemudian, tanaman (kelopak bunga) diletakkan diatas lapisan lemak. Ditutup/ ditekan agar lemak dapat berdifusi ke dalam kelopak bunga. Proses ini dapat berlangsung beberapa hari hingga beberapa minggu untuk memperoleh hasil optimal bergantung pada jenis tanaman/ bunga yang diekstrak.
6. Metode Ekspresi atau Skarifikasi (Cold-Press)
Bahan (kulit buah jeruk) ditempatkan di dalam sebuah wadah yang akan memindahkan secara berkala ke dalam tangki pencacah mekanis. Pencacahan dilakukan agar jaringan semacam kantung minyak atsiri di bagian bawah kulit jeruk lebih mudah diekstrak.
Minyak atsiri dan pigmen kulit buah jeruk dilakukan sentrifugasi untuk memisahkan padatan dengan cairan. Minyak atsiri akan terpisah dari cairan dan disimpan pada wadah lain untuk dilakukan pemurnian dan penyimpanan agar minyak terjaga kualitasnya
– bersambung bagian 2 proses ekstraksi tingkat lanjut (inovasi metode ekstraksi).
Referensi:
[1]. Article Blog New Directions Aromatics. 1997-2021. Untapping The Power of Nature: essential oil extraction methods.
New Directions Aromatics Inc
[2]. Aziz, Zarith Asyikin Abdul. 2018. Essential Oils: Extraction Techniques, Pharmaceutical and Therapeutic Potential –
A Review. DOI: 10.2174/1389200219666180723144850
Pembelajar | Penikmat kopi | DIII Teknik Kimia Undip Alumni | Semarang | @nailulizzaaah