Ketahanan Pangan yang Teruji Bencana: Pelajaran dari 40 Negara Afrika Sub Sahara

Banyak negara di Afrika Sub Sahara menghadapi tantangan besar dalam menyediakan pangan yang cukup dan bergizi bagi seluruh penduduknya. Tantangan […]

Banyak negara di Afrika Sub Sahara menghadapi tantangan besar dalam menyediakan pangan yang cukup dan bergizi bagi seluruh penduduknya. Tantangan ini semakin berat ketika bencana alam datang dan mengganggu berbagai aspek kehidupan. Para peneliti dari beberapa universitas Afrika meneliti bagaimana bencana alam mempengaruhi ketahanan pangan di 40 negara kawasan tersebut, dengan fokus pada empat hal penting, yaitu akses, ketersediaan, penggunaan dan keberlanjutan pangan. Penelitian ini menggunakan data selama lima belas tahun, mulai dari 2005 hingga 2020, sehingga memberikan gambaran yang cukup luas mengenai pola dan perubahan yang dipicu oleh bencana.

Peneliti membagi bencana alam dalam dua kelompok utama, yaitu bencana hidrologis dan bencana biologis. Bencana hidrologis mencakup banjir, kekeringan, dan masalah air lainnya, sedangkan bencana biologis meliputi wabah penyakit yang menyerang manusia, hewan atau tanaman. Kategorisasi ini membantu peneliti melihat jenis bencana mana yang paling mempengaruhi ketahanan pangan dan bagaimana pengaruh tersebut terjadi.

Baca juga artikel tentang: Bumi Terancam! Asteroid Bennu Bisa Sebabkan Bencana Global seperti Kiamat

Data penelitian menunjukkan hubungan yang kuat antara peningkatan intensitas bencana dengan meningkatnya jumlah masyarakat yang mengalami kekurangan gizi. Negara negara yang lebih sering terdampak banjir atau kekeringan cenderung memiliki angka rawan pangan yang lebih tinggi. Temuan ini memberikan sinyal bahwa bencana alam tidak hanya menghancurkan infrastruktur dan mata pencaharian, tetapi juga menggerus kemampuan masyarakat memperoleh pangan yang layak.

Tabel hasil regresi yang menunjukkan bagaimana berbagai variabel terkait bencana alam dan faktor sosioekonomi memengaruhi empat indikator ketahanan pangan seperti kecukupan energi, prevalensi kurang gizi, ketergantungan impor sereal, dan tingkat stunting anak.

Bencana alam ternyata juga mengubah pola perdagangan pangan. Negara negara yang menghadapi bencana lebih sering mengurangi ketergantungan pada impor pangan pokok seperti sereal. Penurunan ini rata rata mencapai dua persen untuk setiap peningkatan satu persen bencana yang terjadi. Para peneliti menjelaskan bahwa kondisi ini kemungkinan terjadi karena jangkauan perdagangan terganggu, kemampuan impor melemah atau negara negara tersebut mulai mencoba meningkatkan produksi pangan dalam negeri agar tidak terlalu bergantung pada pasar luar.

Bencana hidrologis memberikan pengaruh paling besar terhadap ketahanan pangan. Banjir dan kekeringan bisa menghancurkan lahan pertanian, mematikan tanaman dan binatang ternak, serta merusak sistem irigasi yang berfungsi menjaga stabilitas produksi pangan. Ketika air terlalu banyak atau terlalu sedikit, petani kesulitan untuk mempertahankan hasil panen. Akibatnya, jumlah pangan yang tersedia di pasar menurun dan harga bahan pokok naik. Kondisi seperti ini sangat menyulitkan masyarakat berpenghasilan rendah.

Peningkatan bencana biologis juga memperparah kondisi pangan. Wabah penyakit dapat mengurangi tenaga kerja di sektor pertanian karena banyak pekerja jatuh sakit atau kehilangan anggota keluarga yang menopang kebutuhan hidup. Penyakit tanaman dan hewan ternak turut memperburuk keadaan. Ketika produksi makanan hewani dan nabati menurun, masyarakat semakin kekurangan sumber protein dan vitamin yang diperlukan tubuh. Situasi ini memicu meningkatnya jumlah penduduk yang mengalami kekurangan gizi.

Ketahanan pangan tidak hanya bergantung pada jumlah pangan yang tersedia tetapi juga pada kemampuan masyarakat untuk mengaksesnya. Penelitian menemukan bahwa bencana alam memperburuk kemampuan masyarakat mengakses pangan karena pendapatan mereka turun drastis setelah kehilangan pekerjaan, lahan atau aset produktif. Banyak keluarga harus menjual simpanan atau hewan ternak mereka demi bertahan hidup. Tindakan ini membuat mereka semakin rentan ketika bencana berikutnya datang.

Aspek penggunaan pangan juga mendapat perhatian dalam penelitian ini. Penggunaan pangan mencakup bagaimana masyarakat mengolah dan memanfaatkan pangan yang ada untuk memenuhi kebutuhan gizi harian. Bencana alam sering memutus akses masyarakat terhadap air bersih, fasilitas kesehatan dan sanitasi. Kondisi ini menyebabkan penurunan kualitas gizi meskipun jumlah pangan yang tersedia mungkin cukup. Kesehatan yang buruk mengurangi kemampuan tubuh menyerap nutrisi dari makanan sehingga meningkatkan risiko malnutrisi.

Keberlanjutan pangan menjadi isu penting ketika bencana datang semakin sering. Sistem pangan hanya akan bertahan jika memiliki ketahanan menghadapi perubahan iklim, cuaca ekstrem dan ketidakpastian lingkungan. Negara negara yang tidak memiliki sistem pertanian yang tangguh menghadapi risiko besar ketika bencana terjadi berulang. Dalam banyak kasus, petani kehilangan kemampuan untuk bangkit kembali setelah bencana besar karena tidak memiliki dukungan finansial atau teknologi. Keterbatasan ini menghambat pemulihan sektor pertanian dan membuat masyarakat terperangkap dalam siklus rawan pangan.

Penelitian ini memberikan pemahaman baru mengenai cara bencana alam memperburuk kondisi ketahanan pangan. Para peneliti menekankan pentingnya kebijakan yang lebih kuat dan terarah untuk melindungi masyarakat dari dampak ini. Pemerintah negara negara Afrika Sub Sahara perlu meningkatkan sistem peringatan dini, membangun infrastruktur pertanian yang lebih tahan terhadap bencana dan memperkuat akses pembiayaan bagi petani kecil. Dukungan teknologi dan edukasi pertanian juga dapat membantu petani meningkatkan produktivitas dalam kondisi lingkungan yang berubah.

Bantuan internasional memiliki peran penting dalam mendukung negara negara yang paling rentan. Kolaborasi global diperlukan untuk memastikan bahwa negara berpendapatan rendah memiliki akses pada pendanaan, teknologi dan pengetahuan yang diperlukan untuk membangun sistem pangan yang lebih kuat. Ketahanan pangan bukan hanya isu lokal tetapi dampaknya dapat menyebar ke wilayah lain melalui perdagangan, migrasi dan stabilitas sosial.

Penelitian ini mengingatkan bahwa dunia perlu memandang bencana alam bukan hanya sebagai peristiwa yang menghancurkan tetapi juga sebagai tantangan yang dapat diantisipasi dengan sistem yang lebih kuat dan inklusif. Ketahanan pangan di Afrika Sub Sahara sangat bergantung pada kemampuan negara negara tersebut beradaptasi terhadap perubahan dengan dukungan kebijakan yang berpihak pada masyarakat yang paling rentan. Upaya memperkuat ketahanan pangan akan menjadi kunci untuk menciptakan masa depan yang lebih aman dan sehat bagi jutaan penduduk di kawasan ini.

Baca juga artikel tentang: Farmasi dalam Bencana: Peran Apoteker saat Krisis Kesehatan Global

REFERENSI:

Ndour, Cheikh Tidiane dkk. 2025. The effect of natural disasters on food security in Sub-Saharan Africa. Social Responsibility Journal 21 (1), 180-197.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top