Bumi di Ambang Kiamat? Ada Gejolak di Bawah Samudra Atlantik

Penyusutan volume air di Samudra Atlantik adalah fenomena yang mengejutkan banyak ilmuwan karena dampaknya yang berpotensi besar terhadap kehidupan laut dan keseimbangan iklim global.

Penyusutan volume air di Samudra Atlantik adalah fenomena yang mengejutkan banyak ilmuwan karena dampaknya yang berpotensi besar terhadap kehidupan laut dan keseimbangan iklim global. Ketika kita berbicara tentang penyusutan volume air, kita merujuk pada berkurangnya jumlah air di samudra, yang bisa disebabkan oleh perubahan sirkulasi laut, perubahan suhu, atau peningkatan penguapan. Fenomena ini adalah salah satu tanda nyata dari dampak perubahan iklim yang semakin serius dan sulit diabaikan.

Fenomena langka berupa penyusutan volume air laut di Samudra Atlantik kini menjadi ‘tanda peringatan’ akan dampak perubahan iklim yang semakin mengkhawatirkan. Penelitian terbaru mengungkapkan data mengejutkan bahwa volume air di Samudra Atlantik telah berkurang secara signifikan dalam beberapa dekade terakhir. Berdasarkan laporan yang dikutip dari CNBC pada Selasa (11/6/2024), ditemukan bahwa penyusutan air di Samudra Atlantik mencapai 71% dalam kurun waktu 30-40 tahun terakhir, yang merupakan peningkatan drastis dibandingkan dengan penyusutan sebesar 16% pada periode 1980-1990. Hal ini menunjukkan bahwa penurunan volume air lebih besar tiga kali lipat dari perkiraan sebelumnya di beberapa wilayah.

Penurunan volume air ini merupakan akibat dari berbagai faktor yang saling terkait, termasuk perubahan pola angin, pemanasan global yang mengakibatkan penguapan air laut yang lebih tinggi, serta mencairnya es di kutub yang mempengaruhi sirkulasi air laut secara keseluruhan. Penelitian ini didasarkan pada pengumpulan data yang sangat luas, meliputi catatan dari berbagai lembaga nasional dan subnasional, serta institusi lain yang relevan, sehingga memberikan gambaran yang komprehensif mengenai kondisi kritis yang sedang terjadi di Samudra Atlantik. Fenomena ini merupakan salah satu bukti nyata bahwa perubahan iklim bukan hanya soal naiknya suhu, tetapi juga dapat memengaruhi keseimbangan laut secara global yang berpotensi membahayakan kehidupan laut dan berdampak langsung pada ekosistem serta manusia.

Perubahan iklim juga dapat diamati dengan jelas di Samudra Atlantik, di mana gangguan pada sirkulasi air yang dikenal sebagai Atlantic Meridional Overturning Circulation (AMOC) dilaporkan terjadi lebih cepat daripada yang diperkirakan sebelumnya. AMOC adalah sistem sirkulasi penting yang berperan dalam mengangkut panas, karbon dioksida, dan nutrisi dari wilayah tropis menuju Lingkar Arktik. Di daerah tersebut, air yang lebih hangat mendingin dan menjadi lebih padat, lalu tenggelam ke dasar laut, membentuk bagian dari siklus besar yang membantu mengatur iklim global.

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa AMOC sedang mengalami perubahan mendadak yang belum pernah terjadi dalam lebih dari 10.000 tahun terakhir. Ini adalah hal yang sangat serius karena AMOC memainkan peran kunci dalam menjaga keseimbangan suhu global dan dalam mendistribusikan panas secara merata ke berbagai bagian dunia. Jika sirkulasi ini terganggu atau melemah, konsekuensinya dapat dirasakan secara global, seperti perubahan ekstrem dalam pola cuaca, kenaikan permukaan air laut, dan terganggunya ekosistem laut. Dampaknya diperkirakan meluas, bukan hanya mempengaruhi Samudra Atlantik, tetapi juga sebagian besar dunia, mengingat peran penting AMOC dalam mengendalikan iklim di banyak wilayah di Bumi.

Penyusutan air di Samudra Atlantik sangat terkait dengan gangguan sirkulasi laut, seperti Atlantic Meridional Overturning Circulation (AMOC), yang merupakan arus laut besar yang membantu mengatur iklim dunia. AMOC bekerja dengan mengangkut air hangat dari daerah tropis menuju utara, di mana air tersebut kemudian mendingin dan tenggelam, sehingga memicu sirkulasi yang membawa nutrisi dan panas ke seluruh lautan. Jika sirkulasi ini terganggu, dampaknya bisa sangat besar. Ketika volume air menyusut, kapasitas samudra untuk menyerap panas dan karbon dioksida berkurang, yang pada akhirnya memperburuk pemanasan global.

Fenomena penyusutan volume air ini juga berpotensi menyebabkan berbagai dampak lainnya, seperti naiknya suhu air laut di beberapa bagian, perubahan pola cuaca ekstrem, dan kerusakan ekosistem laut. Sebagai contoh, berkurangnya volume air yang membawa nutrisi ke laut dalam dapat mempengaruhi rantai makanan laut, dari plankton hingga hewan-hewan besar seperti ikan paus. Selain itu, ketika volume air di bagian tertentu berkurang, daerah lain mungkin mengalami penumpukan atau peningkatan volume, yang bisa memicu kenaikan permukaan laut yang mengancam wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Ilmuwan menggunakan data yang dikumpulkan dari berbagai sumber, seperti catatan cuaca, data satelit, serta pengamatan langsung di laut untuk memahami lebih jauh penyebab dan dampak dari penyusutan volume air ini. Penelitian semacam ini penting agar kita dapat mengetahui langkah-langkah apa yang perlu diambil untuk mengatasi dampak buruknya. Misalnya, dengan memitigasi perubahan iklim, mengurangi emisi karbon, dan melindungi ekosistem laut yang dapat membantu menjaga keseimbangan alami samudra.

Menurut penelitian, diperkirakan bahwa perubahan suhu di permukaan laut dapat mencapai titik kritis antara tahun 2025 hingga 2095. Titik kritis ini berarti suatu kondisi di mana suhu meningkat ke level yang dapat menyebabkan dampak besar pada ekosistem laut dan pola iklim global, seperti terumbu karang yang mati secara massal atau perubahan besar dalam distribusi spesies laut. Namun, Kantor Meteorologi Inggris (Met Office) membantah perkiraan tersebut, menyatakan bahwa kemungkinan perubahan suhu yang mencapai titik kritis tersebut selama abad ke-21 sangat kecil. Mereka berpendapat bahwa meskipun perubahan iklim terus berlangsung, lonjakan suhu hingga mencapai titik kritis ini tidak mungkin terjadi dalam jangka waktu tersebut berdasarkan data dan model iklim yang mereka gunakan.

Pada akhirnya, penyusutan volume air di Samudra Atlantik mengingatkan kita bahwa lautan bukanlah sistem yang terisolasi—apa yang terjadi di sana akan berdampak pada seluruh dunia. Ini adalah panggilan bagi kita semua untuk lebih peduli terhadap lingkungan dan menyadari bahwa tindakan manusia, seperti penggundulan hutan dan pembakaran bahan bakar fosil, memiliki konsekuensi besar yang jauh melampaui batas wilayah tempat kita tinggal.

REFERENSI:

Bryden, H., & Cunningham, S. (2018). Ocean Circulation and Climate: A 21st Century Perspective. Elsevier.

Caesar, L., Rahmstorf, S., Robinson, A., Feulner, G., & Saba, V. (2018). Observed Fingerprint of a Weakening Atlantic Ocean Overturning Circulation. Nature, 556(7700), 191-196.

Jackson, L. C., Kahana, R., Graham, T., Ringer, M. A., Woollings, T., Mecking, J. V., & Wood, R. A. (2015). Global and European Climate Impacts of a Slowing Gulf Stream. Nature Climate Change, 5(5), 397-403.

Rahmstorf, S., & Richardson, K. (2010). The Atlantic Ocean in Decline: Impacts of Global Climate Change on Ocean Circulation. Cambridge University Press.

Talley, L. D., Pickard, G. L., Emery, W. J., & Swift, J. H. (2011). Descriptive Physical Oceanography: An Introduction. Academic Press.

Thornalley, D. J. R., Oppo, D. W., Ortega, P., Robson, J. I., Brierley, C. M., Davis, R., … & Keigwin, L. D. (2018). Anomalously Weak Labrador Sea Convection and Atlantic Overturning During the Past 150 Years. Nature, 556(7700), 227-230.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top