Salah satu minuman  yang paling banyak dikonsumsi di dunia adalah kopi, dengan total konsumsi kopi dunia di tahun 2017/ 2018 tercatat sebanyak dua miliar kantung kopi [5]. Sementara, konsumsi kopi di Indonesia yang mengalami trend kenaikan konsumsi di tahun 2016 mencapai dua ratus juta bungkus [4]. Aroma dan cita rasa yang tidak hanya nikmat, namun mampu memberikan asupan semangat menjadikan kopi sebagai bagian asupan harian banyak orang di dunia. Penulis pun menikmati secangkir kopi ketika menulis artikel ini.
Menarik untuk menilik sejarah awal mula bagaimana kopi ditemukan hingga menjadi bagian asupan minuman favorit banyak orang di dunia. Asal mula kopi diceritakan berawal pada abad ke-6 SM  di suatu daerah dataran tinggi di Etiopia. Seorang penggembala, Kaldi, tengah menggembalakan kambingnya yang kerap bertingkah lebih aktif dan tidak dapat tidur di malam hari setelah memakan sejenis berry merah – biji kopi, yang mendorong Kaldi ikut mencicipi, kemudian dari sana tersebarlah cerita khasiat kopi yang dapat membuat seseorang terjaga di malam hari.
Baca juga: Baikkah Bersahabat dengan Kopi?
Kopi (qahwah dalam bahasa Arab) menyebar dari utara Afrika ke Jazirah Arab, hingga Eropa dan mampu merevolusi masyarakatnya dengan segala daya tarik kopi yang di abad ke-17 dan 18 menjadikan kedai-kedai kopi di Eropa menjadi tempat populer untuk melakukan diskusi, sehingga pernah ada istilah Penny universities, dikarenakan dengan satu penny harga minum secangkir kopi sembari nongkrong di zaman itu, orang-orang Eropa dapat saling bertukar pengetahuan dan berdiskusi [6].
Secangkir kopi tentunya akan lebih nikmat dan bermakna jika kita juga memiliki pengetahuan tentang akan apa yang kita minum. Kenikmatan aroma dan rasa dalam secangkir kopi tentu tidak dapat dipisahkan dari beragamnya komposisi senyawa kimia yang terkandung. Sesaat setelah membuka kemasan kopi dan menyeduhnya, aroma sedap khas kopi terhirup.
Terdapat ratusan senyawa dalam secangkir kopi yang membentuk kekhasannya, namun hanya beberapa senyawa saja yang berperan dalam menyumbang aroma kopi. Ada berbagai cara yang dapat dilakukan untuk menghasilkan aroma kopi, dan umumnya aroma dihasilkan dari proses pemasakan biji kopi (roasting). Utamanya aroma ini muncul karena terjadinya reaksi Maillard, yaitu suatu reaksi kimia yang terjadi ketika suatu makanan olahan mengandung gula dan protein yang berperan menimbulkan aroma maupun cita rasa yang khas [3].
Selain itu, degradasi dan dekomposisi senyawa dalam biji kopi juga berperan menentukan aromanya. Di antara senyawa-senyawa yang mempengaruhi aroma, antara lain: kandungan sulfur, furan, aldehida dan keton, pirazin dan senyawa fenolik. Misalnya saja, 3-methylbutanal memberikan aroma buah-buahan dan malt, sementara furaneol memberikan aroma manis dan karamel. Pengukuran aroma menurut hasil-hasil penelitian yang sudah dilakukan ditentukan menurut dua faktor, yaitu konsentrasi dari senyawa dalam kopi dan treshold senyawa aroma, yakni konsentrasi minimum dari senyawa aroma yang masih dapat di indera oleh penciuman. Rasio konsentrasi treshold senyawa aroma dikenal dengan Odour Activity Value (OAV) [2].
Rasa pahit yang levelnya bervariasi akan terasa di kali pertama menyesapnya. Ya, cita rasa kopi selalu membuat peminumnya jatuh hati lagi setiap kali meminumnya. Lagi, proses pemasakan (brewing) mengambil peran yang mempengaruhi pula cita rasa kopi. Asam klorogenik yang terdekomposisi selama proses Maillard menjadi quinolactones, phenylindanes dan melanoidins memberikan cita rasa aroma sekaligus rasa pahit khas pada kopi [3].
Nah, membicarakan kopi, tentunya Sahabat Warstek akan langsung terlintas juga dengan senyawa bernama Kafein. Ya, inilah senyawa utama yang banyak orang akan langsung menghubungkan kopi dengan efek terjaga dari tidur. Namun, senyawa kafein ini ternyata tidaklah memberikan pengaruh pada aroma maupun rasa, karena senyawa tersebut bersifat tidak berasa maupun berwarna. Kandungan rata-rata kafein bervariasi, dimana kira-kira adalah sebanyak 100 mg/ gelas. Kafein bekerja dengan cara menghambat kerja reseptor adenosin di dalam otak, sehingga berdampak menghilangkan rasa kantuk pada seseorang. Efek kafein bertahan selama 15 – 45 menit setelah dicerna oleh tubuh [3].
Dampak baik yang diberikan kopi, mulai dari aroma kopi yang mampu memberikan efek ketenangan sampai senyawa kafein yang dapat mencegah kantuk [2], sehingga penulis akhirnya dapat menyelesaikan artikel ini. Namun demikian, tetaplah asupannya harus dibatasi sesuai yang disarankan, yaitu 400 mg kafein per hari atau setara sekitar 4 gelas, dari total asupan yang disarankan belum ditemukan kemungkinan efek karsinogenik maupun efek mutagenik yang berbahaya bagi kesehatan manusia pada jumlah asupan yang disarankan [1].
Bagaimana, Sahabat Warstek, sudahkah segelas kopi pagi ini terasa lebih bermakna? 🙂
Sumber
[1] Coffee and Health. Guidelines on caffeine intake. https://www.coffeeandhealth.org/topic-overview/guidelines-on-caffeine-intake/ (diakses pada 16/ 04/ 2018)
[2] Compound Interest. The Chemical Compounds Behind the Aroma of Coffee. http://www.compoundchem.com/2015/02/17/coffee-aroma/ (diakses pada 15/ 03/ 2018)
[3] Compound Interest. Why is Coffee Bitter? – The Chemistry of Coffee. http://www.compoundchem.com/2014/01/30/why-is-coffee-bitter-the-chemistry-of-coffee/(diakses pada 15/ 03/ 2018)
[4] Databoks Kata Data. Berapa Konsumsi Kopi Indonesia?. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2017/07/03/berapa-konsumsi-kopi-indonesia (diakses pada 13/ 04/ 2018)
[5] International Coffee Organization. Domestic Consumption by All Exporting Countries. http://www.ico.org/new_historical.asp (diakses pada 14/ 04/ 2018)
[6] Â Muscato, Christopher. History of Coffee: Facts & Timeline. https://study.com/academy/lesson/history-of-coffee-facts-timeline.html(diakses pada 10/ 04/ 2018)
[7] Reaction Youtube Channel. What makes coffee so good?. https://www.youtube.com/watch?v=ml79faGQg_c (diakses pada 16/ 04/ 2018)