Ayam kampung mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia sebagai sumber protein hewani untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Di sisi lain, bagi peternak di pedesaan, beternak ayam kampung menjadi tabungan hidup dalam waktu singkat yang dapat diuangkan dan digunakan untuk berbagai keperluan hidup, sehingga posisi ternak ayam kampung menjadi strategis dalam mendukung ekonomi keluarga Indonesia, khususnya di pedesaan. Akan tetapi, salah satu hal krusial yang perlu diperhatikan adalah ayam kampung cukup rentan dijangkiti penyakit karena umumnya peternak ayam kampung masih mengandalkan sistem pemeliharaan tradisional. Ayam kampung dipelihara dengan cara dikandangkan dan terkadang dibiarkan di padang terbuka(padang umbaran) yang menjadi tempat ayam melakukan segala aktivitasnya. Hal ini berdampak pada potensial ayam terjangkiti penyakit, misalnya penyakit yang disebabkan oleh ektoparasit.
Secara umum, dari seluruh jenis ektoparasit yang ada, kutu adalah jenis yang paling banyak ditemui menyerang ayam[1]. Eksistensi ektoparasit pada tubuh ayam menimbulkan berbagai kerugian seperti kulit ayam menjadi gatal, iritasi dan alergi. Akibat infestasi parasit ini, ayam menjadi tidak nyaman, kurang nafsu makan, tidur tidak nyenyak, selalu mematuk bagian tubuh yang terasa gatal sehingga bulunya rontok atau terjadi memar pada tubuh. Anemia pun berpotensi dialami oleh ternak ayam karena kutu menyerap makanan dengan menghisap darah pada ayam. Selain itu, lingkungan kandang yang tidak baik atau kurang dijaga memudahkan ternak untuk terserang penyakit, apalagi karena pemeliharaanya masih bersifat tradisional, resiko ayam kampung terinfeksi berbagai macam penyakit menjadi semakin besar. Akhirnya semua ini berdampak pada penurunan produktivitas ayam kampung (telur dan daging). Kondisi ini berpotensi menurunkan pendapatan peternak ayam kampung. Peternak mengalami kerugian karena infestasi parasit dapat menyebabkan kematian pada ternak ayam kampung.
Kutu (Lice) sebagai Parasit pada Ternak Ayam
Cara penularan kutu adalah secara kontak langsung antara hewan yang terinfestasi dengan hewan sehat, tetapi kadang-kadang juga bisa melalui peralatan kandang dan bahkan manusia yang bekerja di peternakan. Sedikitnya ada 5 spesies kutu yang biasa menginfestasi ayam (terutama ayam petelur) yaitu Menopon gallinae, Menacanthus stramineus, Lipeurus caponis, Goniocotes dissimilis, dan Cuclotogaster heterographa. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Sulawesi Utara jenis kutu yang paling banyak menginfestasi tubuh ternak ayam kampung yakni Menopon gallinae [2]. Hasil penelitian ini diperkuat oleh penelitian lain di salah satu daearah di Jawa Timur[3]. Menopon gallinae sering ditemukan di bagian tangkai bulu ayam, khususnya bulu pada bagian punggung. Infestasi kutu yang tinggi pada regio punggung dikarenakan terdapat banyak bulu Plumae yang rapat. Pada bagian ini kutu akan memakan batang, serabut bulu, bulu halus, kulit yang terlepas dan menghisap darah. Sedangkan pada bagian paha infestasi kutu relatif kecil jumlahnya karena pola bulu tidak serapat pada bagian punggung dan pada bagian ini kutu tidak dapat bersembunyi dari predator (ayam kampung) karena paha dapat dijangkau dengan mudah oleh ternak ayam dengan cara dipatuk.
Kutu jarang menimbulkan kematian, namun pada infestasi yang parah dapat menurunkan total produksi telur hingga 25-30%. Dari cara hidupnya, kutu dibedakan menjadi kutu penggigit dan penghisap. Kutu penggigit/pengunyah biasanya memakan ketombe kering (sel-sel epitel), keratin bulu, atau kulit yang mengelupas. Namun beberapa spesiesnya juga bersifat penghisap, misalnya Menopon gallinae dan Menacanthus stramineus yang dapat menghisap darah ayam dengan cara menusuk tangkai bulu yang baru tumbuh atau melukai kulit yang mengalami iritasi [4]. Kutu menghabiskan seluruh hidupnya di tubuh ayam dan mengalami metamorfosis tidak sempurna, mulai dari telur, nimfa (kutu muda) lalu berkembang menjadi kutu dewasa. Selama hidupnya, seekor kutu betina dapat menghasilkan 50-300 butir telur. Telur akan diletakkan (melekat) pada bulu secara bergerombol dan akan menetas menjadi nimfa setelah 4 – 7 hari, tergantung jenis kutu. Waktu yang dibutuhkan sejak menetas hingga menjadi dewasa sekitar 10 – 15 hari. Kutu dewasa kemudian bisa hidup selama 10 hari hingga beberapa bulan. Namun di luar tubuh ayam, kutu hanya dapat hidup selama 5-6 hari saja[1].
Kutu memiliki kesamaan dengan gurem (tungau ayam) yakni sama-sama menghisap darah inangnya[6]. Baik kutu maupun gurem sangat berbahaya jika menyerang induk ayam yang sedang mengeram dan juga anak ayam karena dapat menyebabkan turunnya produktivitas hingga kematian pada infestasi yang parah. Jika terkena kontak dengan manusia kutu dan gurem dapat menyebabkan gatal-gatal di tubuh. Oleh karena itu, sebelum melakukan kontak dengan ayam, sebaiknya ayam tersebut bebas dari ektoparasit termasuk kutu dan gurem. Kutu dan gurem pada dasarnya dapat ditangani dengan pemberian obat sintetik yang mengandung akarisida. Namun, obat sintetik mengandung bahan kimia yang berbahaya bagi ayam kampung dan lingkungan. Keseringan memberi obat sintetik kepada ternak ayam dapat membuat kutu dan gurem menjadi resisten terhadap obat tersebut.
Baca juga: Isu Suntik Hormon pada Ayam : Masih Amankah Makan Daging Ayam bagi Anak? (warstek.com)
Tanaman Daun Sirih (Piper betle) sebagai Akarisida Herbal
Berdasarkan penelitian terdahulu, daun biduri sebagai akarisida alami lebih efektif khasiatnya dibanding obat sintetik dalam mengatasi masalah gurem. Senyawa fitokimia pada daun biduri dapat membunuh dan menghambat pertumbuhan gurem pada ayam lebih baik dari obat sintetik. Penggungaan daun biduri juga ramah lingkungan, lebih aman untuk ayam, dan dapat dibuat sendiri di rumah[6]. Selain daun biduri, daun sirih sebagai tanaman herbal yang dapat dengan mudah ditemukan di sekitar kita, juga dapat dijadikan akarisida alami untuk mengatasi kutu pada ayam kampung.
Suatu penelitian menyebutkan bahwa ekstrak daun sirih mempunyai efek penyembuhan scabies pada kambing kacang. Proses penyembuhan pada kambing Kacang yang terinfestasi Sarcoptes scabiei disebabkan adanya senyawa aktif yang berasal dari daun sirih. Senyawa aktif yang dimiliki daun sirih antara lain minyak atsiri, saponin, tanin dan flavanoid[8]. Minyak atsiri mengandung clavikol, merupakan turunan dari senyawa fenol yang memiliki daya insektisida sangat kuat. Senyawa clavikol bekerja dengan cara mendenaturasi protein sel mikroorganisme[9]. juga menjelaskan bahwa clavikol pada daun sirih yang berasa pedas selain bersifat sebagai bakterisidal dapat pula bersifat antiparasit.
Berdasarkan manfaat masing-masing senyawa tersebut, minyak atsiri-lah yang berperan menghentikan aktivitas dan mematikan kutu pada ternak ayam kampung. Sedangkan saponin dan tanin bersifat sebagai antiseptik pada luka permukaan kulit, berperan dalam regenerasi jaringan, dan bekerja sebagai bakteriostatik. Flavonoid, selain berfungsi sebagai bakteriostatik juga berfungsi sebagai anti inflamasi atau anti peradangan.
Pembuatan dan Pengaplikasian Akarisida Daun Sirih (Piper betle)
Kutu pada dasarnya dapat ditangani dengan pemberian obat sintetik yang mengandung akarisida. Namun, obat sintetik mengandung bahan kimia yang berbahaya bagi ayam kampung dan lingkungan. Keseringan memberi obat sintetik kepada ternak ayam dapat membuat kutu menjadi resisten terhadap obat tersebut. Oleh karena itu, menggunakan tanaman obat tradisional seperti daun sirih sebagai akarisida alami adalah salah satu tindakan yang bijak. Keuntungan menggunakan tanaman obat tradisional antara lain relatif lebih aman, mudah diperoleh, murah, tidak menimbulkan resistensi, dan relatif tidak berbahaya terhadap lingkungan sekitarnya.
Penggunaan untuk skala rumahan, dapat dilakukan dengan menghaluskan daun sirih menggunakan blender lalu direndam di dalam air selama beberapa saat agar senyawa aktifnya, seperti minyak atsiri, bisa larut di dalam air. Kemudian ternak ayam kampung yang terinfestasi oleh kutu dapat dimandikan/direndam menggunakan larutan daun sirih tersebut. Selain itu, larutan ini juga dapat disimpan di dalam botol spray agar di saat-saat tertentu sesekali dapat disemprotkan pada tubuh ayam untuk mencegah munculnya kutu atau parasit lain.
Daun sirih juga tidak disukai oleh mayoritas serangga dan ektoparasit termasuk kutu. Jika Anda memiliki kandang ayam atau ayam yang bertelur, Anda bisa mencari daun sirih sebanyak-banyaknya, lalu dirajang (dicincang kecil-kecil) dan ditaburkan di sekeliling kandang. Dengan begitu, serangga atau ektoparasit yang ada dalam kandang akan menjauh. Sebagai tindakan preventif, daun sirih juga bisa ditaburkan di petarangan telur, agar kutu tidak berani mendekati lokasi petarangan.
Referensi
- Administrator. 2014. Info Medion Online : Mengatasi Kutuan yang Mengganggu. https://www.medion.co.id/id/mengatasi-kutuan-yang-mengganggu/ (diakses 24 November 2020).
- Balaira, H.S., G.J.V. Assa, F.J. Nangoy, C.L.K. Sarajar, M. Nango. 2019. Infestasi kutu pada ayam kampung (Gallus gallus domestic) di desa Tolok kecamatan Tompaso kabupaten Minahasa. Zootec 39(2) : 451-458.
- Selfiannisa, F., S. Susilowati, P. Hastiutiek, L.T. Suwanti, Kosumo, A.Sunarso. 2018. Infestasi ektoparasit kutu pada ayam buras di desa Kramat kecamatan Bangkalan kabupaten Bangkalan. Journal of Parasites Science 2(2): 57-60.
- Tabbu, C. R. 2002. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya-Volume 2. Kanisius. Yogyakarta.
- Seto, R. 2018. Infovet : Waspada Parasit, Sebelum Kerugian Membelit. http://www.majalahinfovet.com/2018/07/waspada-parasit-sebelum-kerugian.html (diakses pada 16 Desember 2020).
- IPB DIGITANI. 2019. Cyber Extension IPB: Cara Mudah Mengatasi Hama pada Ayam Ala Mahasiswa IPB. bex.ipb.ac.id/index.php/artikel/detail/Berita/549 (diakses pada 24 November 2020).
- Salim, A., 2009, Tidak Ada Madu, Mata Merah dengan Daun Sirih Hijau. http://www.murnialami.com (diakses pada 16 Desember 2020).
- Rezki, N.S., A.W.Jamaluddin, M.F Mursalim. 2019. Efek ekstrak daun sirih (Piper betle L.) pada pengobatan scabies hewan ternak kambing kacang (Capra hircus).Kartika: Jurnal Ilmiah Farmasi 7(1) : 6-10.
- Herawati, E. V. 2009. Pemanfaatan Daun Sirih (Piper Betle) Untuk Menanggulangi Ektoparasit Pada Ikan Hias Tetra. Jurnal Pena Akuatika Vol. 1 No. 1. FPIK UNDIP. Semarang.
Terima kasih. Semoga bermanfaat untuk ternak ayam kampung yang sedang saya rintis.
Ayam hutan merupakan salah satu jenis ayam yang kondang dengan keindahannya. Dengan bulu-bulu yang berwarna cerah dan pola yang unik, ayam hutan sering menjadi daya tarik bagi para pecinta burung. ayam ini juga memiliki suara khas yang indah dan dapat mendamaikan suasana di hutan. Ayam hutan merupakan spesies yang dilindungi karena populasi mereka semakin berkurang akibat perburuan dan hilangnya habitat alaminya. Upaya pelestarian ayam hutan sangat penting untuk memastikan kelangsungan hidup mereka di masa depan. Marilah kita jaga keberadaan ayam hutan dan ikut serta dalam upaya konservasi untuk melestarikan keanekaragaman hayati di dunia kita.