Mempelajari Cara Kerja Otak Melalui Konsep Representasi Mental dan Mental Representation Block

Representasi mental adalah konsep penting dalam ilmu kognitif, yang mencerminkan bagaimana pikiran manusia menyimpan dan mengolah informasi untuk memahami dunia. Penelitian oleh Caplette dan Turk-Browne (2024) memperkenalkan metode baru untuk merekonstruksi representasi mental menggunakan pendekatan berbasis perilaku manusia dan kecerdasan buatan, yang membuka wawasan baru tentang cara kerja pikiran.

Representasi mental

Representasi mental adalah konsep penting dalam ilmu kognitif, yang mencerminkan bagaimana pikiran manusia menyimpan dan mengolah informasi untuk memahami dunia. Penelitian oleh Caplette dan Turk-Browne (2024) memperkenalkan metode baru untuk merekonstruksi representasi mental menggunakan pendekatan berbasis perilaku manusia dan kecerdasan buatan, yang membuka wawasan baru tentang cara kerja pikiran.

Apa itu Representasi Mental?

Dalam konteks kognitif, representasi mental adalah bentuk abstraksi informasi yang digunakan manusia untuk mengenali, mengategorikan, dan memprediksi dunia sekitarnya. Misalnya, ketika seseorang melihat gambar anjing, otak mengasosiasikan ciri-ciri visual seperti bentuk tubuh dan tekstur bulu dengan kategori “anjing.” Proses ini tidak hanya bergantung pada pengalaman visual, tetapi juga pada memori dan konsep semantik yang tersimpan dalam otak.

Metodologi Rekonstruksi

Penelitian ini memanfaatkan jaringan saraf tiruan (CNN) yang dilatih untuk mengenali objek dalam gambar. Partisipan diminta memberikan deskripsi terhadap stimulus visual acak yang dihasilkan oleh model CNN. Respon mereka dikodekan dalam ruang semantik menggunakan penyematan kata. Melalui analisis asosiasi antara ciri-ciri visual CNN dan dimensi semantik dari respons partisipan, para peneliti mampu merekonstruksi visualisasi mental konsep-konsep seperti “anjing,” “pohon,” atau “air.”

Keunggulan utama metode ini adalah kemampuannya untuk memetakan ruang representasi visual dan semantik secara bersamaan. Ini memungkinkan para peneliti untuk tidak hanya merekonstruksi konsep yang telah dikenal, tetapi juga mengeksplorasi bagaimana konsep-konsep ini saling berkaitan dalam pikiran manusia.

Sumber: Caplette, L., Turk-Browne, N.B. 2024. Computational reconstruction of mental representations using human behavior. Nat Commun 15, 4183.

Temuan Utama

  1. Akurasi Rekonstruksi: Sebagian besar rekonstruksi berhasil dikenali oleh partisipan lain dalam eksperimen terpisah dengan tingkat akurasi yang signifikan. Misalnya, konsep “burung” dan “bangunan” berhasil dikenali dengan akurasi hingga 100%.
  2. Perbedaan Antar Individu: Rekonstruksi juga menunjukkan adanya variasi signifikan antar individu dalam cara mereka merepresentasikan konsep yang sama. Hal ini menunjukkan potensi untuk mempelajari perbedaan budaya, pengalaman, atau perkembangan dalam pembentukan representasi mental.
  3. Kesamaan dan Perbedaan dengan Model AI: Penelitian ini mengungkapkan bahwa meskipun CNN dapat merepresentasikan fitur visual dengan baik, representasi mental manusia lebih kompleks dan tidak selalu sejajar dengan model AI.

Implikasi dan Potensi Masa Depan

Pendekatan ini tidak hanya berkontribusi pada pemahaman tentang struktur representasi mental, tetapi juga memberikan alat untuk menyelidiki bagaimana pengalaman membentuk memori dan persepsi. Selain itu, metode ini dapat digunakan untuk mengembangkan model kecerdasan buatan yang lebih manusiawi, dengan menyesuaikan representasi visualnya agar lebih mencerminkan persepsi manusia.

Penelitian lebih lanjut dapat mengeksplorasi hubungan antara pengalaman individu dan representasi mental mereka. Misalnya, bagaimana faktor sosial, budaya, atau usia memengaruhi pembentukan representasi. Di bidang klinis, metode ini dapat bermanfaat untuk memahami gangguan persepsi atau memori pada individu dengan gangguan neurologis.

Jurnal oleh Caplette dan Turk-Browne memberikan lompatan besar dalam pemahaman kita tentang bagaimana otak manusia merepresentasikan informasi. Dengan memanfaatkan pendekatan komputasional dan perilaku manusia, kita semakin mendekati pemetaan keseluruhan ruang representasi konseptual manusia, membuka peluang baru untuk memahami dan memodelkan pikiran.

Baca juga: Olahraga dan Mental Health: Sains Ungkap Koneksi yang Mengagumkan

Hambatan dalam Representasi Mental

Representasi mental memainkan peran penting dalam cara manusia memahami, belajar, dan bertindak berdasarkan informasi. Namun, proses ini sering kali dihadapkan pada hambatan yang kompleks. Tobore Onojighofia Tobore dalam jurnalnya tentang “Mental Representation Block” (MRB) menyatakan bahwa hambatan ini merupakan hasil adaptasi evolusioner otak untuk efisiensi energi, yang secara mendalam memengaruhi proses pembelajaran dan perilaku manusia.

Apa Itu Mental Representation Block (MRB)?

Mental Representation Block adalah fenomena dimana otak menolak atau sulit menerima informasi baru yang bertentangan dengan pengetahuan atau kepercayaan yang telah ada. Hal ini karena jaringan memori yang sudah terkonsolidasi dan diperkuat selama bertahun-tahun, membutuhkan energi signifikan untuk diubah. Konsep ini menjelaskan mengapa keyakinan yang salah sulit untuk diubah, meskipun telah berhadapan dengan bukti kuat.

Proses Konsolidasi dan Hambatan Perubahan

Memori yang baru terbentuk bersifat rapuh, tetapi melalui proses konsolidasi, memori menjadi lebih stabil dan tahan terhadap gangguan. Konsolidasi melibatkan aktivitas molekular yang kompleks dan konsumsi energi yang besar. Proses ini menciptakan jaringan memori yang saling terkait atau sebuah “skema”, yang memperkuat keakraban dan kepercayaan terhadap informasi yang sudah dikenal.

Namun, ketika informasi baru tidak sesuai dengan skema yang ada, otak cenderung menolak atau membutuhkan waktu lama untuk mengasimilasi informasi tersebut. Hambatan ini diperkuat oleh kebutuhan otak untuk menghemat energi, mengingat proses belajar dan konsolidasi memori sangat memakan energi.

Implikasi MRB pada Pembelajaran dan Perilaku

Berikut adalah beberapa implikasi MRB pada proses pembelajaran dan perilaku manusia, meliputi:

  1. Resistensi terhadap Perubahan: MRB menyebabkan orang sulit mengubah keyakinan yang sudah ada, bahkan ketika bukti baru telah tersaji. Misalnya, dalam kasus dogmatisme, orang cenderung mempertahankan pandangan mereka meskipun ada argumen logis yang bertentangan.
  2. Bias dan Polarisasi: MRB juga memicu bias konfirmasi, dimana orang lebih menerima informasi yang mendukung pandangan mereka dan menolak informasi yang bertentangan. Hal ini dapat menyebabkan polarisasi dalam masyarakat, terutama dalam isu politik dan sosial.
  3. Kerentanan terhadap Propaganda dan Indoktrinasi: Repetisi informasi yang salah dapat memperkuat MRB, membuat individu lebih rentan terhadap propaganda dan manipulasi.
  4. Efek pada Emosi dan Relasi: Cinta dan benci sering kali terkait dengan MRB, dimana individu cenderung memandang objek cinta dengan sudut pandang positif yang berlebihan, sementara objek kebencian dilihat secara negatif secara irasional.

Mengatasi Hambatan MRB

Mengubah MRB memerlukan pendekatan yang strategis. Lingkungan individu perlu diubah, dan bukti baru harus disajikan secara konsisten dan berulang untuk melemahkan kepercayaan yang ada. Pendidikan yang menekankan pemikiran kritis dan pengajaran multidimensi sangat penting untuk mencegah terbentuknya MRB dari awal.

Mental Representation Block adalah mekanisme otak yang kompleks, tetapi juga adaptif. Walaupun ia dapat menghambat pembelajaran dan perubahan, MRB membantu otak menghemat energi dan melindungi individu dari gangguan informasi yang konstan. Pemahaman mendalam tentang MRB dapat membantu mengembangkan metode pembelajaran dan pendekatan perubahan perilaku yang lebih efektif, memberikan wawasan baru dalam psikologi, pendidikan, dan masyarakat.

Referensi

Caplette, L., Turk-Browne, N.B. 2024. Computational reconstruction of mental representations using human behavior. Nat Commun 15, 4183. Diakses pada 4 Januari 2025 dari https://doi.org/10.1038/s41467-024-48114-6

Tobore, T. O. 2021. On the theory of mental representation block. a novel perspective on learning
and behavior. Diakses pada 4 Januari 2025 dari https://doi.org/10.1080/19420889.2021.1898752

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top