Oleh : Kholqillah Ardhian Ilman
Data sensus penduduk tahun 2010 menyebutkan bahwa pulau jawa yang luasnya hanya 6,8 % dari total luas negara Indonesia dihuni setidaknya oleh 57,5% dari total penduduk Indonesia[1]. Besarnya jumlah penduduk yang terkonsentrasi di pulau jawa ini menimbulkan berbagai permasalahan, salah satunya masalah lingkungan. Pada tahun 2016 sebuah artikel yang dimuat di nature.com, menyebutkan bahwa Indonesia menjadi salah satu penyuplai sampah plastik terbesar di dunia[2]. Sampah plastik ini banyak disuplai oleh empat sungai terbesar yang ada di pulau Jawa, yakni sungai Brantas, Solo, Serayu, dan Progo. Ada setidaknya 1,15 – 1,41 juta ton sampah plastik yang memasuki lautan tiap tahunnya dan sekitar 200.000 ton plastik disuplai oleh Indonesia[3].
Plastik umumnya tergolong dalam bahan sintetik yang dibuat dengan menggunakan bahan tak-terbarukan, seperti minyak mentah, gas alam, dan turunannya[4]. Hal mendasar yang menjadikan plastik sebagai polutan lingkungan serius adalah bahwa kemampuannya untuk terurai membutuhkan waktu yang sangat lama. Kata terurai di sini memiliki makna bahwa komponen kimia penyusun suatu bahan dapat dipecah oleh alam dan hasil penguraian tersebut dapat dimanfaatkan oleh lingkungan. Hal ini lah yang tidak dimiliki oleh plastik, sehingga keberadaannya dapat mencemari tanah, air, dimanapun tempat ia berada. Kalaupun terurai, bukan pada tingkatan kimianya, namun hanya pada level mekanis yang mana karena efek eksternal tempat plastik itu berada menyebabkan plastik “tergerus” menjadi ukuran yang lebih kecil. Plastik dengan ukuran yang kecil bahkan sampai pada level mikroskopik ini justru lebih berbahaya. Pada ukuran ini plastik akan sulit untuk dikenali dan berpotensi masuk ke dalam tubuh makhluk hidup melalui berbagai cara, misal air minum atau rumput yang termakan hewan ternak.
Masalah sampah plastik ini menjadi tantangan bagi para ilmuwan dan rekayasawan untuk menemukan bahan baku alternatif pembuatan plastik yang mudah terurai di alam. Setelah pencarian panjang ternyata selama ini alam telah menyimpan jawabannya. Dan jawabannya adalah jamur. Ternyata jamur memiliki potensi untuk menggantikan bahan baku pembuatan plastik. Dan tentu saja mudah terurai, karena jamur adalah agen pengurai itu sendiri.
Bagian terpenting dari jamur yang memberikan potensi ini adalah mycelium. Mycelium adalah bagian vegetatif penyusun jamur, yang terdiri dari benang-benang halus bernama hyphae. Saat sekumpulan jamur tumbuh dan menyebar di media yang tepat, misal serbuk gergaji atau bubuk kopi, jamur akan membentuk suatu struktur mirip busa yang padat. Dengan pengaturan nutrisi dan kondisi lingkungan yang tepat, struktur mirip busa ini dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam hal, salah satunya sebagai pengganti Styrofoam[5] (polystyrene foam).
Eben Bayer, seorang green designer, menemukan sebuah teknologi yang menggunakan benang-benang jamur yang mampu mengubah sampah agrikultural menjadi bahan komposit. Mycelium bekerja layaknya lem yang mengikat satu bagian sampah dengan bagian sampah lainnya, seperti pada makanan tempe yang mengikat butiran kedelai satu dengan butiran lainnya dengan menggunakan jamur (Rhizopus oligosporus). Komposit inilah yang dapat digunakan sebagai pengganti Styrofoam. Dalam sebuah presentasinya di TED Talk, ia mengkategorikan Styrofoam sebagai penjahat lingkungan paling mengerikan dari jenis plastik. Bagaimana tidak, setiap 1 m3 Styrofoam memiliki jumlah energi yang sama dengan sekitar satu setengah liter bensin[6]. Jika anda naik motor, maka sejumlah bensin ini mampu menggerakan motor anda sampai sejauh kurang lebih 60 km. Dan parahnya, setelah beberapa minggu Styrofoam itu anda buang. Ya, anda telah membuang energi dan berakhir di lingkungan tanpa tau kapan Styrofoam itu akan terurai. Bahkan hasil wawancara yang dilakukan oleh kompas.com kepada salah satu perusahaan kemasan Styrofoam di Indonesia, diperoleh data bahwa pada permintaan produksi (setelah adanya himbauan penurunan penggunaan Styrofoam) jumlah permintaan masih sebanyak 700-800 ton per bulan. Dulu, saat masih permintaan normal bisa mencapai 1000 – 1200 ton per bulan[7].
Mycelium foam (busa miselium) adalah alternatif yang tepat sebagai pengganti styrofoam (polystyrene foam). Sudah banyak paten yang mengarah pada teknologi mycelium ini. Gambar 1 menunjukkan data jumlah paten yang berhubungan dengan teknologi mycelium di industri dari tahun 1954 sampai saat ini. Sudah banyak industri yang menggunakan mycelium foam sebagai sarana packaging nya. Industri komputer raksasa Dell menggunakan mycelium foam sebagai bantalan yang melindungi komputer dari gonjangan saat melakukan shipping[8]. Begitupun juga IKEA, sebuah perusahaan perabotan asal Swedia menggunakan mycelium sebagai penahan benturan saat mengirim barang ke para pelanggannya[9].
Gambar 1. Jumlah paten teknologi mycelium di dunia industry dari tahun 1954 sampai saat ini[4].
Gambar 2. (a) Mycelium sebagai pembungkus botol minuman. (b) Mycelium sebagai pelindung laptop saat shipping[4].
Banyaknya perkembangan teknologi mycelium menunjukkan betapa bahan jenis ini dapat menjadi harapan bagi dunia masa depan yang bebas dari monster kejam bernama plastik. Kemampuan istimewa ini tak lepas dari sifat mekanis mycelium composite itu sendiri. Gambar 3 menunjukkan perbandingan beberapa sifat fisis dan mekanis antara polystyrene dan beberapa jenis mycelium. Terlihat bahwa kekuatan tekan mycelium berada di bawah polysterene, namun masih dalam batas yang bisa diterima. Kekuatan tekan suatu bahan menjadi perhatian karena merupakan kebutuhan utama sebagai pelindung benda dari benturan[4]. Selain itu, densitas dari mycelium juga lebih tinggi dari polystyrene sehingga cocok untuk digunakan sebagai plastik kontruksi yang diperuntukkan agar mampu menerima beban yang cukup tinggi.
Gambar 3. Jumlah paten teknologi mycelium di industri dari tahun 1954 sampai saat ini[4].
Plastik yang berbahan dasar Mycelium tumbuh secara biologis dan tentu jauh lebih murah dan hemat energi jika dibandingkan dengan pembuatan plastik konvensional. Selain itu, plastik mycelium dapat tumbuh dan mengisi ruang geometri yang komplek serta ramah lingkungan karena mudah terurai di lingkungan. Secara spesies sendiri, jamur terdiri dari berbagai macam jenis dengan masing-masing karakteristik morfologi dan sifatnya. Hal ini tentu saja akan membuka banyak kesempatan dan memungkinkan bagi mycelium untuk dapat digunakan pada aplikasi yang lebih luas, seperti perabotan tumah tangga, pembungkus makanan, bahkan sampai “tinta” pengisi 3D-printing. Kesempatan yang luas masih terbuka bagi para ilmuwan dan rekayasawan untuk mengembangkan teknologi mycelium sebagai teknologi bahan masa depan yang ramah lingkungan.
Referensi:
- Badan Pusat Statistik: Hasil Sensus Penduduk 2010.
- Lebreton, L.C.M., Zwet, J.V.D., Damsteeg, J.W., Slat, B., Andrady, A. and Reisser, J. 2017. River plastic emissions to the world’s oceans. Available at: https://www.nature.com/articles/ncomms15611.
- Wright, T., 2016. Bagaimana Indonesia bisa melawan pencemaran plastik? Available at: https://theconversation.com/bagaimana-indonesia-bisa-melawan-pencemaran-plastik-81558 [Accessed May 23, 2018].
- Jones, M.P., Jones, M., Huynh, T., Dekiwadia, C., Daver, F. And John, S. 2017. Mycelium Composites: A Review of Engineering Characteristics and Growth Kinetics. Journal of Bionanoscience, 11(August), pp.241–257.
- Anon, Mycelium. Available at: http://www.greengineers.org/mycelium.html [Accessed May 23, 2018].
- https://www.ted.com/talks/eben_bayer_are_mushrooms_the_new_plastic [Accessed May 23, 2018].
- Ika, A., 2018. Ada Larangan Penggunaan Styrofoam, Industri Kemasan Sulit Bertumbuh. Available at: https://ekonomi.kompas.com/read/2018/01/19/130000826/ada-larangan-penggunaan-styrofoam-industri-kemasan-sulit-bertumbuh.
- Dell, Green Packaging and Shipping (2016).
- Gosden, E., 2016. Ikea plans mushroom-based packaging as eco-friendly replacement for polystyrene. Available at: https://www.telegraph.co.uk/news/earth/businessandecology/recycling/12172439/Ikea-plans-mushroom-based-packaging-as-eco-friendly-replacement-for-polystyrene.html [Accessed May 23, 2018].
Artikel. Yang. Bagus dan menarik ide cemerlang bagi masa depan