Oleh: Natalis Situmorang
Kebutuhan akan hasil pertanian yang segar dan sehat di kota-kota besar seperti di Kotamadya Jakarta Timur terus meningkat sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk, sedangkan lahan terbuka hijau terus berkurang karena perubahan pola pemanfaatan lahan. Lahan terbuka hijau dikonversi menjadi lahan yang bernilai komersial. Hal ini mengakibatkan panen sayuran menurun produksinya dari 757.495 kuintal pada tahun 2016 menjadi 370.873 kuintal pada tahun 2017 (terjadi penurunan sebesar 51,04%).[3]
Jumlah penduduk Kotamadya Jakarta Timur adalah 2.347.917 jiwa dengan kepadatan penduduk 12.534 per km.[4] Padatnya penduduk tersebut memberikan dampak yang sangat luas terhadap penyediaan kebutuhan hasil pertanian. Hampir seluruh hasil pertanian yang dibutuhkan masyarakat Kotamadya Jakarta Timur didatangkan dari luar Jakarta dengan konsekuensi jumlah dan kualitas pasokan yang kurang baik. Bila ingin membeli hasil pertanian dengan kualitas yang lebih baik maka pasti lebih mahal.
Ketergantungan terhadap pasokan hasil pertanian dari luar Jakarta ini sebenarnya dapat diatasi melalui penerapan teknologi pertanian vertikultur, yaitu sistem budidaya yang dilakukan secara bertingkat, sehingga tidak memerlukan lahan yang luas dan dapat dibuat dimanapun di sekitar rumah dengan pemeliharaan yang sangat sederhana. Teknologi pertanian vertikultur ini sangat sederhana, mudah diterapkan, serta tidak memerlukan keahlian yang khusus.[5] Teknologi pertanian vertikultur dimulai dari membuat model/bentuk vertikultur, membuat persemaian, bercocok tanam, memelihara tanaman, dan pemanenan.
Pertanian vertikultur ini memberikan harapan yang cukup menggembirakan bila ditekuni dengan baik. Belum berkembangnya pertanian vertikultur di Wilayah Jakarta Timur disebabkan berbagai faktor diantaranya kurangnya informasi tentang pertanian vertikultur.
Program pemerintah untuk menggerakkan ibu-ibu rumah tangga dalam mengembangkan pertanian vertikultur belum memadai. Anggaran yang tersedia pada kegiatan pengembangan vertikultur relatif sangat sedikit yaitu pada tahun 2016 sebesar Rp. 25 juta sedangkan pada tahun 2017 hanya Rp. 50 juta.[6]
Dengan demikian dapat diduga pengetahuan ibu-ibu tentang pertanian vertikultur sangat kurang, padahal menggerakkan ibu rumah tangga adalah hal yang paling tepat mengingat relatif ibu rumah tangga lebih banyak tinggal di rumah, dan melakukan kegiatan pertanian vertikultur pastilah lebih baik dan menguntungkan dari pada ngerumpi atau berdiam diri di rumah. Faktor lain yang saling terkait satu sama lain adalah adanya anggapan bahwa pertanian itu hanya dilakukan oleh orang-orang desa saja.
Di Kotamadya Jakarta Timur sulit untuk mengetahui angka pasti jumlah masyarakat khususnya ibu-ibu rumah tangga yang mengetahui tentang teknologi pertanian vertikultur ini namun apabila diperhatikan dari banyaknya pekarangan atau lahan sempit yang masih tersisa belum dimanfaatkan secara baik maka diduga pengetahuan ibu-ibu rumah tangga tentang pertanian vertikultur masih rendah.
Maka perlu dilakukan Penyuluhan sebagai suatu pendidikan yang bersifat non formal, bertujuan mengubah perilaku masyarakat dalam hal pengetahuan, keterampilan, dan sikap agar dapat memecahkan masalah yang dihadapi guna mencapai tingkat kehidupan yang lebih baik.[7] Metode penyuluhan yang tepat akan mampu merubah perilaku masyarakat. Idealnya, informasi dan penyuluhan tentang teknologi pertanian vertikultur hendaknya diberikan bagi para ibu-ibu rumah tangga agar membantu mereka memahami pertanian vertikultur sehingga mereka mampu melakukannya.
Kondisi masyarakat yang majemuk dari segi status sosial dan ekonominya memerlukan metode penyuluhan yang tepat guna sehingga mampu merubah perilaku ibu-ibu rumah tangga.
Penyuluhan pertanian vertikultur ini dilakukan dengan metode demplot praktek langsung yaitu penyuluhan yang berorientasi kepada pembentukan perilaku berupa sebuah keterampilan praktis yang secara langsung melaksanakan kegiatan bertani vertikultur di dalam tempat pelaksanaan penyuluhan.[8]
Kemampuan ibu-ibu rumah tangga dalam menangkap atau mengetahui dan melakukan langsung materi-materi pertanian vertikultur adalah pencerminan perilaku mereka dalam mereduksi materi yang disampaikan penyuluh selama penyuluhan.
Di tempat pelatihan yang dimiliki suku dinas pertanian dan kehutanan jakarta timur sudah sering dilakukan penyuluhan vertikultur, dan tempat serta peserta pelatihan ini menjadi Penelitian untuk memperoleh gambaran tentang tingkat pengetahuan dan keterlibatan ibu-ibu rumah tangga dalam penyuluhan pertanian vertikultur terhadap perilaku bertani vertikultur ibu-ibu rumah tangga di wilayah Jakarta Timur, yang mau dilihat adalah perilaku ibu-ibu rumah tangga ini dalam melakukan vertikultur.
Perilaku dimaknai sebagai hasil perbuatan seseorang yang ditunjukkan secara terus menerus dan cenderung berkesinambungan akibat adanya situasi dan kondisi yang dihadapinya.[9] Menurut Zimbardo, perilaku seseorang adalah tindakan atau perbuatan nyata dari seseorang untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan dalam konteks suasana keprilakuan dan sosial tertentu (Behavioral and Social Setting).[10]
Selanjutnya Clarizio, mengemukakan bahwa unit dasar dari perilaku adalah aktivitas dalam kenyataan. Semua perilaku adalah rangkaian dari berbagai aktivitas. Perilaku selalu didasari oleh orientasi tujuan, dimana perilaku seseorang pada umumnya didorong oleh adanya keinginan untuk menanggapi sesuatu.[11] Perilaku merupakan akibat dari perilaku sebelumnya.[12]
Vertikultur adalah sistem budi daya pertanian yang dilakukan secara vertikal atau bertingkat dengan kegiatan utama meliputi : Membuat model Vertikulture, Membuat Persemaian, Bercocok Tanam, Memelihara Tanaman, dan Pemanenan.[13] Vertikultur adalah Pemanfaatan lahan seminimal mungkin untuk melakukan kegiatan pertanian mulai dari pemilihan jenis tanaman, bangunan vertikultur, persemaian, penanaman, pemeliharaan tanaman, dan pengendalian hama dan penyakit.[14] Pertanian vertikultur adalah pertanian yang dilakukan di lahan yang kecil sehingga harus diperhatikan jenis tanaman yang akan ditanam, bentuk bangunan vertikultur, jenis persemaiannya, media dan cara tanamnya, proses pemeliharaan, pengendalian hama dan penyakit, panen dan pasca panen dan analisis usaha tani vertikultur[15].
Model Vertikultur dengan Media Tanah : Model Sederhana dari Paralon (PVC)
Model ini cocok digunakan sebagai pembatas ruangan atau untuk menambah semarak pekarangan sehingga dianjurkan untuk para ibu, remaja atau hobies.
Bahan : pipa paralon (PVC), cincin alas berkaki dua terbuat dari besi dop PVC, lem, media tanam, semen, tanaman
Alat : bor listrik, gergaji, carter, gunting.
Cara Membuat :
- Siapkan pipa paralon berdiameter 4 inci, potong sepanjang 1,5 m
- Buat lubang paralon dengan diameter 1,5 – 2 cm
- Buat lubang pertama 10 cm dari ujung paralon, berikutnya 25 cm.
- Tutup paralon dengan dop PVC setebal 5 cm
- Letakkan cincin alas berkaki dua agar berdiri kokoh
- Buat alas semen berbentuk segi empat hingga kering
- Berikan media tanam pada paralon hingga penuh.
- Vertikultur siap ditanami, model ini dapat dipindah-pindah.
Gambar 1 : Bentuk Sederhana dari Paralon (PVC)
Pada awalnya penyuluhan merupakan suatu metode untuk menyebarluaskan ilmu pengetahuan dari universitas kepada warga masyarakat di luar kampus yang tidak mampu mengikuti pendidikan di universitas karena keterbatasan biaya dan waktu. Penyuluhan kemudian berkembang di Amerika Serikat, selanjutnya muncul istilah “penyuluhan pertanian” walaupun sebenarnya penyuluhan bukanlah hanya monopoli bidang pertanian.[16]
Istilah penyuluhan pertanian mulai abad ke-20 telah digunakan secara umum terutama di Amerika Serikat. Istilah ini lahir untuk menunjukkan bahwa sasaran pengajaran di Universitas tidak hanya terbatas pada lingkungan kampus tetapi diperluas hingga pada semua pihak yang hidup dilingkungan manapun.[17]
Dari pernyataan ini pengertian penyuluhan yang dimaksudkan oleh Van den Ban dan Hawkins sudah mencakup semua itu yang tentunya pada intinya bahwa tugas utama penyuluh adalah membantu petani/masyarakat dalam pengambilan keputusan terutama mengatasi masalah yang dihadapinya.
Williams mengemukakan bahwa penyuluhan adalah suatu pelayanan yang dilakukan oleh lembaga pemerintah yang ditujukan kepada petani/masyarakat dengan memberi informasi termasuk pula membantu mereka dalam menganalisis berbagai alternatif yang tersedia dalam mengambil keputusan.[18] Dalam pelaksanaan penyuluhan pertanian, masyarakat dapat menerapkan metode yang biasa digunakan dalam pendidikan sekolah, seperti ceramah, diskusi, dan demonstrasi, atau metode yang tidak pernah diterapkan dalam sistem pendidikan di sekolah, seperti: kunjungan rumah (anjangsana), pameran, kursus tani, dan temu karya.[19]
Dari konsep-konsep di atas dapat dipahami bahwa penyuluhan merupakan suatu proses pembelajaran yang dilakukan di luar pendidikan formal baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun oleh masyarakat dengan tujuan untuk membantu dan membimbing masyarakat itu sendiri dalam hal ini ibu-ibu rumah tangga yang tergabung dalam kelompok tani di wilayah Jakarta Timur sehingga mereka mampu mengambil keputusan dalam mengatasi masalah pertanian vertikultur yang dihadapinya.
Metode adalah cara yang di dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan. Metode secara harfiah berarti cara, dalam pemakaian yang umum, metode juga diartikan sebagai cara melakukan suatu kegiatan atau cara melakukan pekerjaan dengan menggunakan fakta dan konsep-konsep secara sistematis.[20]
Makin baik metode itu, makin efektif pula pencapaian tujuan. Untuk menetapkan lebih dahulu apakah sebuah metode dapat disebut baik, diperlukan patokan yang bersumber dari beberapa faktor. Faktor utama yang menentukan adalah tujuan yang akan dicapai, termasuk tujuan yang akan dicapai dalam penyuluhan, sebab penyuluhan adalah juga bagian dari pembelajaran.
Metode yang akan diuji cobakan dalam penelitian ini adalah Metode Penyuluhan Demplot yang dalam prakteknya di dilakukan secara Langsung di tempat pelaksanaan dan di bawa pulang ke rumah masing-masing tuk dikembangkan.
Demplot praktek langsung (demonstrasi) adalah sebuah metode penyuluhan di lapangan untuk memperlihatkan secara nyata cara dan/atau hasil penerapan teknologi pertanian. Demonstrasi usaha tani perorangan (demplot) dilakukan secara perorangan dengan mengusahakan komoditi tertentu (tanaman pangan, perkebunan, peternakan, dan perikanan) dengan areal 0,1 – 0,5 ha. Demonstrasi usaha tani-nelayan berkelompok (demfarm) dilakukan secara kerja sama oleh petani-nelayan dalam suatu kelompok tani-nelayan dengan areal 1- 5 ha. Demonstrasi usaha tani berkelompok (demarea) dilakukan secara kerja sama antar kelompok tani-nelayan dalam satu wilayah yang tergabung dalam satu kelompok tani-nelayan dengan areal 5 – 25 ha.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode demonstrasi usaha tani perorangan (demplot) yang dilakukan langsung di tempat praktek. Tujuannya adalah untuk memberikan contoh bagi petani-nelayan di sekitarnya untuk menerapkan teknologi baru di bidang pertanian. Dengan metode ini diharapkan terjadi peningkatan pengetahuan, ketrampilan, sikap dan perilaku, sehingga mereka tahu, mau, dan mampu menggunakan inovasi baru.
Dalam pelaksanaannya metode ini dimulai dengan ceramah – diskusi (tanya jawab) – demonstrasi oleh penyuluh kemudian praktek langsung di tempat. Kelebihan metode ini, peserta langsung bisa mempraktekkan apa yang didengar dan dilihat, sedangkan kekurangannya adalah kecenderungan tergantung pada penyuluh dan mungkin melaksanakan praktek hanya menjadi sebuah kewajiban sebagai peserta penyuluhan saja.
Pengaruh Metode Demplot Praktek Langsung Terhadap Perilaku Bertani Vertikultur.
Bagi ibu-ibu rumah tangga karena berbagai keterbatasan maka untuk mengubah perilaku mereka untuk mau melakukan sesuatu tentu sudah kurang memungkinkan bila melalui jalur formal seperti sekolah juga bila dilaksanakan dengan formal seperti metode belajar di sekolah, maka yang harus ditempuh adalah metode yang berfungsi untuk mengatasi kekurangan yang dimaksud. Bentuknya bermacam-macam, misalnya melalui kursus, latihan kerja, penataran, dan penyuluhan. Bagi ibu-ibu rumah tangga yang tergabung dalam kelompok tani di Jakarta Timur, penyuluhan dengan metode demplot praktek langsung dianggap sebagai sarana yang tepat untuk menambah pengetahuan sekaligus keterampilan yang menjadi perilaku mereka.
Dengan Demplot praktek langsung, di lapangan penyuluh dengan memperlihatkan dan melakukan secara nyata dan langsung cara dan atau hasil penerapan teknologi yang telah terbukti menguntungkan bagi petani, ibu-ibu rumah tangga semangat melakukan prakteknya kemudian hasil prakteknya diserahkan kepada masing-masing peserta untuk dibawa pulang dan melakukannya di rumah masing-masing untuk mengembangkan hasil penyuluhan.
Berdasarkan Kajian teoretik dan kerangka berpikir sebagaimana telah diuraikan, maka hipotesis penelitian dirumuskan sebagai berikut : Secara keseluruhan perilaku bertani vertikultur pada ibu-ibu rumah tangga yang diberikan penyuluhan dengan metode demplot praktek langsung akan lebih baik perilaku bertani vertikulturnya.
Penelitian ini di lakukan pada ibu-ibu rumah tangga yang ikut pelatihan hidroponik (vertikultur) yang terdapat di wilayah Jakarta Timur selama tiga bulan yaitu sejak awal februari 2018 sampai dengan awal April 2018 dengan alokasi waktu kegiatan sesuai dengan jadwal yang sudah di jadwalkan.
Ibu-ibu rumah tangga yang ikut pelatihan sebanyak 60 orang di ambil datanya, kemudian di kontak, sebulan kemudian di kunjungi dan dilihat hasil penyuluhannya.
Dari hasil kunjungan tersebut didapati pertumbuhan tanaman yang subur dan tidak hanya 1 buah tetapi bertambah menjadi 2 dan bahkan 3.
Pengumpulan informasi/data dalam penelitian ini, mencakup data mengenai penyiraman tanaman, pemeliharaan tanaman, dan pemanenan.
Kesimpulan, yang diperoleh dari penelitian ini adalah metode demplot praktek langsung adalah sebuah metode penyuluhan yang terbaik dalam upaya meningkatkan perilaku ibu-ibu rumah tangga dalam melaksanakan kegiatan bertani vertikultur karena metode ini tidak hanya memberikan informasi/pengetahuan mengenai vertikultur dan bagaimana membuat vertikultur, tetapi melaksanakan langsung (membuat vertikultur), selanjutnya anggota komunitas saling berkomunikasi mengenai hasil (panenan).
Temuan penelitian ini juga memberikan implikasi pada perencanaan dan pelaksanaan penyuluhan sebagai upaya meningkatkan perilaku bertani vertikultur kepada masyarakat, peran tenaga penyuluh lapangan dan lembaga penyelenggara seperti komunitas vertikultur.
Referensi:
[3] Badan Pusat Statistik Kotamadya Jakarta Timur, Jakarta Timur Dalam Angka 2017, p.113
[4] Badan Pusat Statistik (BPS) 2017, Paparan Hasil Sensus Penduduk 2016, Kotamadya Jakarta Timur Propinsi DKI Jakarta, pp.2-3
[5] L. Widarto, Vertikultur, (Jakarta : Penebar Swadaya, 1994), pp. 1-2
[6] Laporan Tahunan, Suku Dinas Pertanian dan Kehutanan, (Kotamadya Jakarta Timur, 2017), p.45
[7] Pokok-pokok Penyuluhan Kehutanan, (Jakarta: Departemen Kehutanan, 1995), p. 4
[8] Mertodihardjo. K, Metode Ceramah Bervariasi, ( Jakarta : Depdiknas, 1980 ), p. 2.
[9] Stephen R Robin, Esential of Organizational Behavior, (USA: Prentice Hall Engleward Clofes, 1998), p.25
[10] Philip G Zimbardo and Richard J Gering, Psychology and Life, (New York: Harper Collins Publisher, Inc, 1996), p.4
[11] Paul Herscy, Management of OrganizationalBehavior, (Calivornia:Prentice-Hill International,Inc.,1998),p.18.
[12] Harvey F. Clarizio,et al, Contemporary Issue In Educational Psychology, (New York : Mc Graw – Hill Book Company , 1987),p.148.
[13] L. Widarto, Vertikultur, (Jakarta: Penebar Swadaya, 1994), p.1
[14] Bambang Cahyono, Teknik dan Strategi Budidaya Pertanian, (Jakarta : Yayasan Pustaka Nusatama, 2003), p.7
[15] Hendro Sunarjono, Bertanam 30 Jenis Sayuran Buah-buahan, (Jakarta: Penebar Swadaya, 2002), p. 2.
[16] Buku Pintar Penyuluhan Kehutanan dan Perkebunan, (Jakarta: Dephutbun, 2000), p. 1.
[17] A.W. van den Ban dan H.S. Hawkins, op.cit., p. 24.
[18] Donald B. Williams, Agricultural Extension, Form Extension in Australia, Britain and the United States of America, (London and New York ; Cambridge University Press, 1978), p.6
[19] Dephutbun, op.cit., p. 7.
[20] Marvin C. Alkin, Encyclopedia Of Educational Research : Sixth Edition, (New York : Macmillan Publishing Company, 1982 Vol. 4), p.7