Nanomembran Emas dalam Pengukuran Hidrogen Peroksida sebagai Studi Marker Stress Oksidatif

Ditulis Oleh Gardin Muhammad Andika Saputra Stress oksidatif dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi saat terjadi kelebihan jumlah reactive oxygen species […]

blank

Ditulis Oleh Gardin Muhammad Andika Saputra

Stress oksidatif dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi saat terjadi kelebihan jumlah reactive oxygen species (radikal bebas) dan tidak diimbangi dengan jumlah antioksidan yang cukup. ROS (reactive oxygen species) adalah spesies oksigen yang bersifat lebih reaktif daripada oksigen pada umumnya karena memiliki elektron yang tidak berpasangan dan bersifat merusak apabila berjumlah banyak [1]. ROS yang berlebih dalam tubuh manusia dapat menyebabkan kerusakan protein, lipid/lemak, DNA, protein, dan karbohidrat sehingga struktur dan fungsi mereka akan berubah [2]. Banyak studi yang mengaitkan antara peningkatan ROS dengan penyakit-penyakit kronis tertentu seperti parkinson, alzheimer, asma, myocardial infarction, aterosklerosis, diabetes, artritis rheumatoid, dan kanker [1], [3]–[6]. ROS sendiri dapat terbentuk sebagai hasil samping dari metabolisme aerobik (sumber endogenik) ataupun akibat paparan dari luar (sumber eksogenik) seperti polusi udara dan air, alkohol, tembakau, logam berat, dan radiasi [1]. OH, radikal in vivo paling reaktif di antara ROS yang lain, terbentuk dari reaksi antara O2•- dengan H2O2 dengan katalis Fe2+ (ion besi) atau Cu2+ (ion tembaga) (reaksi Fenton dan reaksi Haber-Weiss) [1], [3], [7].

Fe3+ + O2•- ↔ Fe2+ + O2

Fe2+ + H2O2 → Fe3+ + OH + OH (Reaksi Fenton)

O2•- + H2O2 ↔ O2 + OH + OH (Reaksi Haber-Weiss)

H2O2 juga dapat terbentuk sebagai hasil dismutase O2•- [8]. Berdasarkan pemaparan ini, ditunjukkan bahwa H2O2 memiliki peran dalam pembentukan ROS yang terkait dengan stress oksidatif dan dapat menjadi salah satu marker potensial untuk stress oksidatif. Hal ini pun berdampak pada pentingnya pengukuran terhadap jumlah H2O2 dalam tubuh manusia dapat menjadi alternatif upaya preventif terhadap stress oksidatif mengingat dampak-dampak yang dapat ditimbulkan dari stress oksidatif itu sendiri.

Dalam beberapa dasawarsa terakhir, nanoteknologi mengalami perkembangan yang pesat. Salah satu sektor yang mengalami perkembangan adalah pengembangan nanopartikel logam mulia dalam berbagai bidang seperti biomedis, lingkungan, industri, dan katalis [9]. Salah satunya adalah emas nanopartikel (AuNPs) yang memiliki luas permukaan elektroaktif tinggi, tidak beracun, biocompatible, stabilitas kimia yang baik, serta dapat menunjukkan transfer elektron dengan cepat saat dimodifikasi dengan elektroda yang sering digunakan dalam aplikasi elektroanalitik [10], [11]. Sehingga emas nanopartikel berpotensi digunakan sebagai nanomembran pada elektroda terfabrikasi yang digunakan dalam pengukuran H2O2 melalui metode elektrokimia. Metode elektrokimia dipilih karena hidrogen peroksida dapat mengalami reaksi oksidasi-reduksi saat diberikan aliran listrik.

Metode elektrokimia yang digunakan dalam studi ini adalah cyclic voltammetry. Elektroda terfabrikasi dengan nanomembran emas menunjukkan stabilitas yang baik dalam pengukuran stabilitas elektrokimia. Pengukuran stabilitas menggunakan larutan standar 5×10-6 mol/cm3 K3[Fe(CN)6] dalam 0,5 M KCl dengan potensial -0,1 hingga 0,6 V. Pengukuran dilakukan dengan beberapa scan rate, 25 mV/s hingga 1000 mV/s, untuk mendapatkan trend peningkatan sinyal respons baik dari reaksi oksidasi ataupun dari reaksi reduksi. Untuk mengetahui keakuratan trend kenaikan dari setiap scan rate, puncak sinyal respons reaksi oksidasi maupun reaksi reduksi diplot menjadi grafik linier. Linearitas yang baik ditunjukkan dengan nilai R2 yang mendekati 1 dan ini juga menunjukkan kenaikan sinyal respons yang baik dari elektroda.

blank

Grafik 1. (a) Cyclic voltammogram stabilitas elektrokimia elektroda terfabrikasi dengan nanomembran emas dan (b) kurva kenaikan sinyal respons elektroda yang telah dianalisis.

Setelah stabilitas elektroda didapatkan, dilakukan pengukuran terhadap hidrogen peroksida dengan metode yang sama. Pengukuran dilakukan dengan scan rate 100 mV/s dan konsentrasi hidrogen peroksida dibuat bervariasi mulai dari 0 uM hingga 50 mM. Setelah dilakukan pengukuran, didapatkan cyclic voltammogram yang juga menunjukkan trend positif antara kenaikan konsentrasi hidrogen peroksida dengan kenaikan sinyal respons (puncak sinyal oksidasi dan reduksi). Hal ini didukung dengan nilai R2 yang mendekati 1.

blank

Grafik 2. (a) Cyclic voltammogram hasil sensing elektroda terfabrikasi dengan nanomembran emas dan (b) kurva sinyal respons setelah dianalisis.

Dalam studi ini, elektroda terfabrikasi dengan nanomembran emas menunjukkan stabilitas elektrokimia yang baik dan menunjukkan trend positif saat digunakan dalam pengukuran hidrogen peroksida. Ini menjadikan elektroda terfabrikasi dengan nanomembran emas memiliki potensi untuk dikembangkan dalam pengukuran hidrogen peroksida sebagai studi marker stress oksidatif. Untuk pengembangan dari elektroda ini ke depannya dapat dengan menguji spesifisitasnya dan menggunakan biomolekul tertentu jika diperlukan.

Daftar Pustaka

[1]      I. Liguori et al., “Oxidative stress, aging, and diseases,” Clin. Interv. Aging, vol. 13, pp. 757–772, 2018.

[2]      M. Czerska, K. Mikołajewska, M. Zieliński, J. Gromadzińska, and W. Wąsowicz, “Today’s oxidative stress markers,” Med. Pr., vol. 66, no. 3, pp. 393–405, 2015.

[3]      G. Pizzino et al., “Oxidative Stress: Harms and Benefits for Human Health,” Oxid. Med. Cell. Longev., vol. 2017, 2017.

[4]      B. L. Tan, M. E. Norhaizan, W. P. P. Liew, and H. S. Rahman, “Antioxidant and oxidative stress: A mutual interplay in age-related diseases,” Front. Pharmacol., vol. 9, no. OCT, pp. 1–28, 2018.

[5]      V. Lobo, A. Patil, A. Phatak, and N. Chandra, “Free radicals, antioxidants and functional foods: Impact on human health,” Pharmacogn. Rev., vol. 4, no. 8, p. 118, 2010.

[6]      A. Rahal et al., “Oxidative Stress, Prooxidants, and Antioxidants: The Interplay,” Biomed Res. Int., vol. 2014, 2014.

[7]      K. James P, “The Haber–Weiss reaction and mechanisms of toxicity,” Toxicology, vol. 149, no. 1, pp. 43–50, 2000.

[8]      G. J. Burton and E. Jauniaux, “Oxidative stress,” Best Pract. Res. Clin. Obstet. Gynaecol. J., vol. 25, pp. 287–299, 2011.

[9]      G. M. A. Saputra, A. Purwidyantri, C. M. Yang, B. A. Prabowo, and C. S. Lai, “Etched and non-etched polystyrene nanoballs coated with AuNPs on Indium Tin Oxide (ITO) electrode as H2O2 sensor,” IOP Conf. Ser. Earth Environ. Sci., vol. 277, no. 1, 2019.

[10]    A. Purwidyantri et al., “Spin-coated Au-nanohole arrays engineered by nanosphere lithography for a Staphylococcus aureus 16S rRNA electrochemical sensor,” Biosens. Bioelectron., 2016.

[11]    S. Viswanathan and P. Manisankar, “Nanomaterials for Electrochemical Sensing and Decontamination of Pesticides,” J. Nanosci. Nanotechnol., vol. 15, no. 9, pp. 6914–6923, 2015.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Yuk Gabung di Komunitas Warung Sains Teknologi!

Ingin terus meningkatkan wawasan Anda terkait perkembangan dunia Sains dan Teknologi? Gabung dengan saluran WhatsApp Warung Sains Teknologi!

Yuk Gabung!

Di saluran tersebut, Anda akan mendapatkan update terkini Sains dan Teknologi, webinar bermanfaat terkait Sains dan Teknologi, dan berbagai informasi menarik lainnya.