Sinar Gama Untuk Mikroba Tanah: Bioteknologi Pertanian 4.0

Ditulis Oleh Ade Brian Mustafa Permintaan produk pertanian dan perkebunan yang bebas akan bahan kimia saat ini semakin meningkat. Hal […]

blank

Ditulis Oleh Ade Brian Mustafa

Permintaan produk pertanian dan perkebunan yang bebas akan bahan kimia saat ini semakin meningkat. Hal ini memacu minat masyarakat, khususnya petani untuk mengurangi penggunaan bahan kimia, seperti pupuk anorganik dan pestisida. Penggunaan pupuk organik terutama yang mengandung mikroba menjadi alternatif cara mengurangi penggunaan bahan kimia. Mikroba dalam tanah memiliki banyak peran penting terutama dalam degradasi unsur organik untuk kehidupan, misalnya seperti daur fosfor. Selain fosfat unsur kalium juga memegang peranan penting di dalam metabolisme tanaman, antara lain terlibat langsung dalam beberapa proses fisiologis. Selama ini sebagian besar formulasi pembuatan pupuk mikroba atau pupuk hayati dilakukan dengan menggunakan berbagai macam mikroba sebagai konsorsium. Akan tetapi adanya kompetisi nutrisi antara mikroba yang dikonsorsiumkan menyebabkan penggunaan konsorsium ini memiliki kelemahan, sehingga menurunkan kemampuan yang tinggi dan tidak efisien karena menggunakan lebih dari satu jenis mikroba. Mutasi melalui iradiasi sinar gama dan ion beam merupakan salah satu alternatif untuk mendapatkan mikroba multifungsional yang berkemampuan unggul. Dalam riset selanjutnya, diharapkan para ahli mampu menganalisis pengaruh mutasi iradiasi sinar gama dan ion beam terhadap kemampuan mikroba tanah dalam melarutkan fosfat dan kalium, sehingga bisa mendapatkan mutan dengan kemampuan unggul dan stabil.

Lalu apa landasan teoritisnya?

Mikroba dalam tanah memiliki banyak peran penting terutama dalam daur unsur organik untuk kehidupan seperti daur fosfor. Senyawa fosfat merupakan unsur hara esensial yang berperan penting dalam fotosintesis dan perkembangan akar. Ketersediaan fosfat dalam tanah jarang melebihi 0,01 % dari total fosfat. Fosfat tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh tanaman karena berada dalam bentuk fosfat terikat di dalam tanah, sehingga petani tetap melakukan pemupukan fosfat di lahan sawah walaupun sudah terdapat kandungan fosfat yang cukup memadai (Ginting et al. 2002). Pemberian mikroba pelarut pelarut fosfat dapat meningkatkan jumlah dan berat biji serta secara nyata meningkatkan pertumbuhan vegetatif tanaman jagung (Moelyohadi et al. 2012). Hasil penelitian lainnya menunjukkan pada rhizosfer Tithonia diversifolia ditemukan rhizobakteria yang dapat melarutkan fosfat pada perakaran sangat berperan dalam menunjang pertumbuhannya pada tanah yang miskin hara (Yani 2011).

blank

Gambar 1. Keanekaragaman hayati tanah dalam ekosistem tanah sawah (Dokumentasi Pribadi)

Selain fosfat unsur kalium juga memegang peranan penting di dalam metabolisme tanaman antara lain terlibat langsung dalam beberapa proses fisiologis (Farhad et al. 2010). Keterlibatan tersebut dikelompokkan dalam dua aspek, yaitu, (1) aspek biofisik dimana kalium berperan dalam pengendalian tekanan osmotik, turgor sel, stabilitas pH, dan pengaturan air melalui kontrol stomata dan (2) aspek biokimia, kalium berperan dalam aktivitas enzim pada sintesis karbohidrat dan protein, serta meningkatkan translokasi fotosintat dari daun. Pemberian K dapat membentuk senyawa lignin yang lebih tebal, sehingga dinding sel menjadi lebih kuat dan dapat melindungi tanaman dari gangguan dari luar. Tanaman memerlukan kalium dalam jumlah yang tinggi yaitu berkisar antara 50-300 kg K/ha/ musim tanam. Kebutuhan K oleh tanaman setara dengan kebutuhan N, bahkan pada beberapa tanaman serapan K lebih tinggi dibandingkan N seperti padi lahan sawah dan kering (Fageria et al. 2001).

Oleh karena itu diperlukan mikroba yang dapat melarutkan fosfat dan kalium. Selama ini sebagian besar formulasi pembuatan pupuk organik yang diperkaya mikroba dilakukan dengan menggunakan berbagai macam mikroba sebagai konsorsium, namun penggunaan konsorsium ini memiliki beberapa kelemahan yaitu adanya kompetisi nutrisi antara mikroba yang dikonsorsiumkan, sehingga kemampuannya yang tinggi bisa menjadi menurun. Selain itu penggunaan konsorsium juga kurang efisien karena memerlukan berbagai macam mikroba unggul. Maka dari itu diperlukan mikroba multifungsional yaitu satu mikroba memiliki dua fungsi atau lebih seperti satu jenis mikroba mampu melarutkan fosfat sekaligus kalium. Ada berbagai cara untuk menginduksi kemampuan dari mikroba multifungsional salah satunya dengan melakukan mutasi.

Mutasi adalah perubahan tiba-tiba dalam materi genetik dari sel yang mencakup perubahan dalam tingkat gen, molekuler atau kromosom. Mutasi dapat menghasilkan mikroba yang memiliki sifat atau karakteristik menguntungkan sesuai yang diinginkan dan juga dapat sebaliknya menghasilkan karakteristik yang tidak diinginkan (Pezeshki dan Najafi 2013). Mutasi alami dapat terjadi di alam, namun peluang terjadinya sangat kecil dan memakan waktu yang sangat lama. Mutasi melalui iradiasi sinar gama dan elektron beam merupakan salah satu alternatif untuk mendapatkan mikroba multifungsional yang berkemampuan unggul. Keunggulan mutasi menggunakan sinar gama adalah mutasi bisa terjadi dalam waktu yang sangat cepat, sehingga kerusakan DNA bisa terjadi lebih cepat. Keunggulan elektron beam sebagai sumber mutasi adalah Elektron beam memiliki beberapa kelebihan diantaranya adalah prosesny memerlukkan waktu yang relatif singkat, sangat efektif, melibatkan sedikit variabel, memerlukkan pemanasan yang rendah serta memiliki dosis yang terkontrol (Zengliang 2005; shehata et al 2011).

Urgensi (keutamaan) dari topik penelitian seperti ini dikhususkan untuk memperbaiki sifat fisik tanah tanah yang telah terdegradasi, dengan memanfaatkan mikroba multifungsional. Selama ini petani terdorong mendapatkan hasil panen yang tinggi tanpa memikirkan aspek keberlanjutan. Hal ini menyebabkan dilakukan pemupukkan kimia yang seringkali melebihi dosis, khususnya penggunaan pupuk N, P, K. Pemupukkan terus dilakukan namun ketersediaan hara bagi tanaman tidak terpenuhi. Hal ini disebabkan pupuk fosfat dan kalium terikat oleh ion lain di dalam tanah akibat beberapa faktor, seperti pH tanah yang tidak sesuai, sehingga terjadi penumpukkan tanpa pemanfaatan dengan maksimal oleh tanaman. Oleh karena itu diperlukkan mikroba multifungsional khususnya dalam melarutkan fosfat dan kalium, sehingga kalium dan fosfat bisa diserap dan dimanfaatkan oleh tanaman secara maksimal.

Fosfat dan kalium merupakan dua unsur yang sangat dibutuhkan olehtanaman oleh karena itu diperlukan mikroba yang berkemampuan tinggi untuk melarutkan kedua unsur tersebut. Mikroba yang diperlukan adalah mikroba multifungsional yang bisa melarutkan fosfat dan kalium sekaligus, sehingga nanti dalam penerapannya lebih efisien.

Salah satu cara dalam menginduksi kemampuan mikroba adalah dengan melakukan mutasi. Mutasi adalah konsep yang sangat penting belakangan ini dalam meningkatkan variasi gen. Mutasi adalah sebuah perubahan dalam urutan basa nitrogen dari molekul DNA. Hasil mutasi umumnya perubahan dalam produk akhir yang ditentukan oleh gen. Gen ini dapat memiliki pengaruh yang baik atau buruk pada sifat atau karakteristik suatu organisme. (Pezezhki dan Najafi 2013; Dale dan park 2010). Mutasi dapat terjadi secara spontan (mutasi secara alami) dan mutasi yang diinduksi oleh mutagen di lingkungan. Mutasi secara alami membutuhkan waktu yang cukup lama, alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan induksi mutagen dari lingkungan karena bisa disesuaikan dan diatur sesuai dengan objek yang akan dimutasi (Ennis 2001). Mutagen yang digunakan dapat berupa fisik ataupun kimia. Mutagen fisik yang sering digunakan adalah ionisasi sinar alpha, beta, gamma, fast neutron, elektron beam dan ion beam, sedangkan mutagen kimia adalah sulphur mustard, Colchisine, EMS dan Des (Crowder, 1993). Mutagen fisik bersifat sebagai radiasi pengion (ionizing radiation) dan mampu menimbulkan ionisasi, melepas energi ionisasi ketika melewati atau menembus materi (Wattimena, 1992; Al- Safadi et al. 2000).

Radiasi adalah penyinaran dengan sinar radioaktif yang dapat menimbulkan mutasi. Radiasi energi tinggi biasanya merupakan bentuk-bentuk yang melepaskan tenaga dalam jumlah besar dan kadang-kadang disebut radisi ionisasi karena ion-ion dihasilkan dalam bahan yang ditembus oleh energi tersebut (Crowder 1997). Mutasi dengan radisi dapat meningkatkan variasi genetik. Sel yang dapat bertahan hidup dengan baik sesudah penyinaran akan mengalami beberapa perubahan secara fisiologis atau genetik (Harahap 2005). Mutasi dihasilkan dari segala macam tipe perubahan materi yang diturunkan. Perubahan genetik yang terjadi akibat iradiasi dapat terlihat secara fenotipik namun dapat juga tidak terekspresi.

Mutasi yang biasa dilakukan adalah dengan iradiasi sinar ultraviolet, namun sinar ultraviolet memiliki efek yang medium yang mana menginduksi dimerisasi pirimidin dengan menggeser bentuk transisi dari GC menjadi pasangan basa AT. Iradiasi sinar gama lebih energik dan memiliki tingkat radiasi ionisasi yang tinggi, menyebabkan single- or double-strand DNA breaks pada kerusakan DNA dengan delesi atau perubahan struktur DNA-protein cross links, oxidized bases and basic sites (UNSCEAR 2000). Diantara mutagen fisik yang ada, sinar Gamma yang paling banyak digunakan karena memiliki energi dan daya tembus yang tinggi karena dapat meningkatkan variabilitas genetik untuk menghasilkan mutan baru (Wattimena, 1992; Al- Safadi et al. 2000).

Sinar gamma termasuk mutagen yang menghasilkan ion dan radikal bebas dalam bentuk hidroksil (OH-). Jika radikal hidroksil menempel pada rantai nukleotida dalam DNA, maka akan terjadi single- strand DNA breaks, sehingga mengalami perubahan gen. Radiasi ionisasi diklasifikasikan dalam dua tipe berdasarkan linear energi transfer (LET) yaitu: radiasi LET rendah (seperti sinar γ dan sinar X dan elektron) dan LET tinggi (seperti partikel α dan partikel ion berat). Proses molekuler dari mutasi yang disebabkan radiasi ionisasi dapat berbeda tergantung pada LET. Radiasi dengan LET tinggi dilaporkan menyebabkan penyusunan kembali DNA dengan ukuran delesi atau insersi yang lebih kecil dibandingkan radiasi dengan LET rendah. Hal ini disebabkan ketebalan dan lokasi ionisasi yang dihasilkan LET tinggi pada sel yang diradiasi (Goodhead 1995; Shikazono et al. 2001).

LET merupakan energy deposited yang ditujukkan kepada material target saat keseluruhan partikel ionisasi telah melewatinya. Pada saat suatu partikel dipercepat dan mengenai (encounters) suatu substansi, partikel tersebut itu secara bertahap akan kehilangan energinya sendiri dan pada akhirnya berhenti pada titik dimana hilangnya energi maksimum. LET biasanya dinyatakan dalam kiloelectronvolts per micrometer (KeV / mm), yang merupakan jumlah rata-rata energi yang hilang per satuan jarak. Ion beam memiliki LET relatif tinggi sekitar 10-1000 keV / mm, sedangkan sinar-c, sinar-X dan elektron memiliki sekitar 0,2 keV / mm (Magori et al. 2010).

Respon mikroba terhadap efek irradiasi dipengaruhi salah satunya dari laju dosis irradiasi yang digunakan. Laju dosis irradiasi adalah jumlah dosis terserap per satuan waktu (rad per detik atau Gray per detik) (Ismachin 1988). Dosis yang tinggi umumnya mengakibatkan kematian, sedangkan pada dosis rendah umumnya hanya menyebabkan perubahan abnormal pada fenotipe dan bersifat dapat balik. Sensitivitas terhadap radiasi dapat diukur berdasarkan nilai LD (lethal dose) yaitu dosis yang menyebabkan kematian dari populasi mikroba yang diradiasi. Tingkat sensitivitas tanaman dipengaruhi oleh jenis, fase tumbuh, ukuran, dan bahan yang akan dimutasi (Banerji dan Datta 1992). Sinar gama dapat melakukan penetrasi jauh ke dalam material terkadang bertabrakan dengan elektron yang menyebabkan elektron memiliki energi yang cukup untuk merusak bioburden (Nutekcorp 2008).

Referensi

  • Al-Safadi B dan Simon PW. 2000. Gamma Irradiation Induceed Variation in Carrots. J. Amer Soc. Hort. Sci. 121: 599-603.
  • Crowder LV. 1993. Genetika Tumbuhan. Terjemahan Kusdiarti, Sutarso L (ed). Yogyakarta (ID) : Gadjah Mada University Press.
  • Crowder LV. 1997. Genetika Tumbuhan. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press
  • Fageria NK, Filho MPB, da COSTA JHC. 2001. Potassium Use Efficiency In Common Bean Genotype. J. Plant Nutr. 24:1937-1945.
  • Farhad ISM, Islam MN, Hoque S, Bhuiyan MSI. 2010. Role of potassium and sulphur on the growth, yield, and oil content of soybean (Glycine max L.). Ac. J. Plant Sci. 3 (2):99-103.
  • Ginting RCB, Rasti S, Husen E. 2002. Mikrobia Pelarut Fosfat. [Internet]. [Diunduh 16 Juli 2019].
  • Goodhead DT. 1995. Molecular and Cell Models of Biological Effects of Heavy Ion Radiation. Radiat Environ Biophys. 34:67-72.
  • Harahap F. 2005. Induksi Variasi Genetik Tanaman Manggis (Garcinia mangostana) dengan Radiasi Sinar Gamma. [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
  • Moelyohadi YP, Umar M, Munandar H, Hayati R, Gofar N. 2012. Pemanfaatan Berbagai Jenis Pupuk Hayati pada Budidaya Tanaman Jagung(Zea mays. L) Efisien Hara di Lahan Kering Marginal. Jurnal Lahan Sub optimal. 1:31-39.
  • Najafi MBH, Pezeshki P. 2013. Bacterial Mutation; Types, Mechanisms And Mutant Detection Methods: A Review. European Scientific Journal. 4:628-638.
  • Nutekcorp. 2010. Elektron Beam dan Sinar Gamma Sterilization. [Internet]. [Diunduh 2 Agustus 2019]. Tersedia pada: http://www.nutekcorp.com/wp-content/uploads/2013/11/SmartDose-Ebeam-Irradiation-Sterilization-Press-Release-Nutek-Contract-Sterilizer-Medical-Devices-Pharmaceutical-Biologics.pdf
  • Shehata MMK, Gomaa FAM, Helal ZH. 2011. Clinical Microbiology. 2(6:3)
  • Shikazono N, Tanaka A, Watanabe H, Tano S. 2001. Rearragement of the DNA in Carbon Ion Induced Mutants of Arabidopsis thaliana. Genetics. 157: 379-387.
  • UNSCEAR (United Nations Scientific Committee on the Effects of Atomic Radiation). 2000. Sources and effects of ionizing radiation. Report to the General Assembly, with scientific annexes. New York (US): United Nations sales publication, United Nations.
  • Wattimena GA. 1992. Bioteknologi Tanaman I. Pusat Antar Universitas Bioteknologi Institut Pertanian Bogor.
  • Yani R. 2011. Karakterisasi Kemampuan Melarutkan Fosfat Bakteri Pelarut Fosfat Asal Tithonia diversifolia Pada Media Agar Ekstrak Tanah. Fakultas Pertanian, Universitas Andalas. Padang.
  • Zengliang Y. 2005. The Progress of Ion Beam Biongineering in China. Solid State Phenomena. 107: 25-30.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Yuk Gabung di Komunitas Warung Sains Teknologi!

Ingin terus meningkatkan wawasan Anda terkait perkembangan dunia Sains dan Teknologi? Gabung dengan saluran WhatsApp Warung Sains Teknologi!

Yuk Gabung!

Di saluran tersebut, Anda akan mendapatkan update terkini Sains dan Teknologi, webinar bermanfaat terkait Sains dan Teknologi, dan berbagai informasi menarik lainnya.