Rekayasa Protein dan Berbagai Manfaatnya Hingga Diganjar Penghargaan Nobel 2018, Bagaimana Peneliti Indonesia Melihat ini?

Ditulis Oleh Jumardin Rua Gambar 1. Ilustrasi (www.andriibuvailo.com) Kecerian tampak diantara mereka pada hari itu. Betapa tidak, hari itu mungkin […]

blank

Ditulis Oleh Jumardin Rua

blank

Gambar 1. Ilustrasi (www.andriibuvailo.com)

Kecerian tampak diantara mereka pada hari itu. Betapa tidak, hari itu mungkin jadi hari bersejarah dalam hidup mereka para peraih Nobel 2018. Satu diantara mereka France H. Arnold mendapatkan penghargaan prestisius itu atas temuannya mengembangkan rekayasa protein agar diperoleh sifat-sifat yang diinginkan. Stabilitas, kemampuan protein bekerja pada kondisi ekstrim seperti temperatur yang terlalu rendah atau tinggi serta pH yang terlalu asam atau basa adalah beberapa sifat yang diinginkan. Protein merupakan molekul yang mempercepat hampir semua reaksi dalam tubuh mahluk hidup [1]. Untuk protein yang memiliki sifat ini digolongkan sebagai enzim. Pada tulisan ini penulis mempersempit ruang lingkup bahasan protein hanya pada golongan enzim.

Protein telah menjadi objek para peneliti sejak lama. Selain untuk kepentingan ilmu pengetahuan, penelitian ini juga ditujukan untuk aplikasi di dunia industri agar manfaatnya bisa dirasakan langsung oleh manusia. Sayangnya sifat protein yang hanya dapat bekerja optimal pada kondisi tertentu menjadi tantangan tersendiri ditengah segala proses di industri dengan kondisi ekstrimnya seperti penggunaan temperatur yg terlalu rendah atau tinggi maupun pH yg terlalu asam atau basa.

Kevin Ulmer sebagai orang yang pertama kali memperkenalkan rekayasa protein menjelaskan bahwa untuk dapat digunakan secara luas dalam dunia industri sebagai katalis, harus dikembangkan suatu metode untuk menyesuaikan sifat protein terhadap segala proses di industri [2]. Khomaini Hasan peneliti rekayasa protein dari Universitas Jenderal Ahmad Yani, kepada penulis beliau mengungkapkan proses di industri biasanya non enzimatik sejak lama digunakan. Selanjutnya enzim masuk menggantikan beberapa tahap proses tersebut untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas serta menurunkan biaya produksi. Beliau juga menambahkan, untuk mengganti proses yang sudah lama secara total dengan proses baru untuk menyesuaikan keadaan enzim itu biayanya sangat tinggi. Alternatif yang bisa dilakukan adalah menyesuaikan sifat  protein dengan proses yang ada di industri yang biayanya lebih murah dan proses yang lebih cepat.

Sifat-sifat protein yang perlu dikontrol dan menjadi perhatian sebelum melakukan rekayasa yaitu:  kinetika (kecepatan) reaksi enzim, termostabilitas dan temperatur optimum, stabilitas dan aktivitas dalam pelarut non cair, substrat dan spesifisitas reaksi, syarat kofaktor, pH optimum, resistensi protease, regulasi alosterik serta berat molekul dan struktur sub unit [2]. Rekayasa protein adalah merancang dan membuat protein dengan fungsi yg baru atau diinginkan [3] yang tidak ditemukan di alam [2].

Layaknya seorang arsitek, seorang peneliti di bidang rekayasa protein akan mencoba merancang struktur protein sedemikian rupa untuk mendapatkan sifat-sifat yang diinginkan. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan teknologi informasi juga sangat membantu mereka yang berkecimpung di dunia rekayasa protein. Instrumen X-ray Kristalografi dan Resonansi Magnetik Inti (NMR) telah membantu kita untuk dapat melihat struktur protein yang tersusun dari ribuan bahkan jutaan atom. Pemodelan komputer juga sangat membantu peneliti mendapatkan informasi penting  sebagai bahan pertimbangan sebelum merekayasa protein.

blank

Gambar 2. Struktur 3D α-amilase. warna hijau, pink, biru, merah, hitam dan ungu merepresentasikan residu lisin pada kerangka luar protein. Tanda panah hitam dan merah menunjukkan sisi aktif dan loop yang menghubungkan domain A/B ke domain C. Ion kalsium ditunjukkan dengan bulatan abu-abu[5].

Secara umum rekayasa protein dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pendekatan pada level genetika dan pada level protein. Pendekatan pada level genetika sebagaimana yang dilakukan oleh France H. Arnold yaitu mengubah urutan basa nitrogen DNA pada gen pengkode protein sedangkan pada level protein yaitu mereaksikan senyawa kimia dengan asam amino pada protein [4]. Rekayasa proten memungkinkan kita untuk mendapatkan protein dengan sifat yang sama, walaupun diisolasi dari sumber yang berbeda [2].

Telah banyak ilmuwan dari berbagai negara dan institusi melakukan penelitian  rekayasa protein, tak terkecuali peneliti dari Indonesia.”Chemical Modification of Saccharomycopsis Fibuligera R64 α-amilase to Improve its Stability Against Thermal, Chelator and Proteolitik Inactivation” adalah paper para peneliti Indonesia di bidang rekayasa protein yang dipublikasikan di jurnal Applied Biochemistry & Biotechynology pada tahun 2013.

Para peneliti melakukan modifikasi protein enzim α-amilase untuk meningkatkan stabilitas terhadap temperatur, kelat (senyawa penghambat kerja enzim) dan inaktivasi proteolitik (enzim penghidrolisis protein). Modifikasi dilakukan dengan pendekatan pada level protein. Para peneliti menggunakan beberapa senyawa kimia untuk direaksikan dengan residu asam amino lisin pada protein. Lisin menjadi target untuk direaksikan dengan senyawa kimia karena kereaktifan dan posisinya berada di bagian luar molekul protein. Senyawa kimia yg digunakan sebagai modifikator dalam penelitian ini yaitu asam anhidrat, asam glioksilik, dimetil adipimidat dan polietilen glikol [5].

Hasil penelitian menunjukkan  α-amilase yang telah direkayasa maupun tanpa rekayasa temperatur optimumnya tetap sama yaitu 50 ̊C, tetapi penggunaan asam anhidrat telah meningkatkan stabilitas protein pada temperatur optimumnya 12-18 kali lebih tinggi dibanding tanpa modifikasi. Penggunaan dimetil apimidat telah memberikan perlindungan ion calsium pada α-amilase terhadap senyawa kelat seperti EDTA yg menghambat kerja enzim. Sedangkan penggunaan polietilen glikol telah memberikan perlindungan terhadap enzim proteolitik (tripsin) yg dpt menurunkan kestabilan/reaktifitas α-amilase. Para peneliti menambahkan modifikasi yang dilakukan dengan menggunakan berbagai modifikator telah meningkatkan karakteristik dan menyediakan informasi yang sangat berguna dalam mempelajari struktur protein [5].

Rekayasa α-amilase kembali dilakukan para peneliti tersebut dengan membuat ikatan disulfat (desulphide bridges) antara domain A dan C pada protein . Hasil penelitian tersebut telah dipublikasikan di jurnal of Biotechynology dengan judul “Effect of introducing a disulphide bond between the A and C domains on the activity and stability of Saccharomycopsis fibuligera R64 α-amylase” pada tahun 2015. Para peneliti mengungkapkan penambahan ikatan disulfat tersebut telah meningkatkan kemampuan protein mempertahankan 50% strukturnya dari kerusakan pada temperatur tertentu dari 54,5 ̊C menjadi 56 ̊C [5]

blank

Gambar 3. Struktur 3D α-amilase disertai ikatan disulfat (kotak hitam)[6]

α-amilase adalah salah satu protein golongan enzim yang penting bagi industri tanah air karena kemampuannya berperan sebagai katalis untuk menghidrolisis pati menjadi oligosakarida yang selanjutnya menjadi gula sederhana [5]. Protein tersebut juga secara luas telah digunakan pada industri makanan dan textile serta penggunaanya untuk menghasilkan energi terbarukan [5].

Kemampuan protein yang dapat mempercepat reaksi hingga 1012 kali lebih cepat dari katalis biasa [7] menjadi nilai tambah tersendiri terkait manfaat rekayasa protein. Teknik tersebut akan mampu menjadi jawaban atas pencarian katalis yang memiliki kemampuan bekerja pada kondisi ekstrim dan stabilitas yang baik pada proses di industri. Selain itu, rekayasa protein dapat menjadi alternatif ditengah pencarian mikroorganisme yang dapat menghasilkan protein yang tahan pada kondisi ekstrim.

Referensi

  1. Azhar, M., 2016, Biomolekul Sel (Karbohidrat, Protein dan Enzim), UNP Press, Padang.
  2. Ulmer, K., M., 1983, Protein Engineering, Science, vol. 219 hal. 666-670.
  3. Yildiz, B., T., Alkim, C., Cakar, Z., P., 2012, Protein Engineering Methods and Applications, INTECH Open Access, hal. 33-58.
  4. Hasan, K., 2011, Rekayasa Protein: Perkembangan dan Tantangan, Majalah Inovasi (online): vol. 19/XXXIII/Juli, hal. 10, diakses pada 14 Juli 2019 pukul 10:13 WIB.
  5. Ismaya, W., T., Hasan, K., Kardi, I., Zainuri A., Rahmawati, R., I., Permanahadi, S., Viera, B., V., E., Harinanto G., Gaffar, S., Natalia, D., Subroto, T., Soemitro, S., 2013, Chemical Modification of Saccharomycopsis fibuligera
    R64 α-Amylase to Improve its Stability Against Thermal, Chelator and Proteolytic Inactivation, Applied Biochemistry and Biotechynology, Vol. 169 No. 14.
  6. Natalia, D., Vidilaseris, K., Ismaya, W., T., Puspasari, F., Prawira, I., Hasan K., Fibriansyah, G.,  Permentier, H., P., Nurachman, Z., Subroto, T., Dijkstra, B., W., Soemitro, S., 2015, Effect of introducing a disulphide bond between the A and C domains on the activity and stability of Saccharomycopsis fibuligera R64 α-amylase, Journal of Biotechynology, Vol. 195, hal. 8-14
  7. Ngili, Y., 2018, Biokimia (Struktur dan Fungsi Biomolekul), Graha Ilmu, Yogyakarta

1 komentar untuk “Rekayasa Protein dan Berbagai Manfaatnya Hingga Diganjar Penghargaan Nobel 2018, Bagaimana Peneliti Indonesia Melihat ini?”

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *