Ditulis oleh Nurmaliza S Ariana
Biolarvasida merupakan bahan-bahan alami yang bersifat racun serta dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan larva suatu organisme. Biolarvasida dapat dijadikan sebagai salah satu solusi pemecahan masalah penggunaan pestisida kimia, karena biolarvasida berasal dari alam yang tidak akan merusak lingkungan. Termasuk diantaranya pada larva nyamuk.
Nyamuk tergolong ke dalam kelas insecta (serangga). Nyamuk memiliki tipe mulut penusuk dan penghisap, khususnya pada nyamuk betina tipe mulut ini berfungsi sebagai penghisap darah yang dilakukannya untuk memperoleh asupan protein untuk memproduksi telur. Mulut nyamuk dengan tipe penusuk dan penghisap darah ini, berpotensi untuk menginfeksi virus dan parasit dengan gigitan nyamuk yang sudah terinfeksi. Seperti penyakit demam berdarah yang dapat ditularkan dari nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus, penyakit elephantiasis pada nyamuk Culex fatigans yang terinfeksi, penyakit malaria pada nyamuk Anopheles lutlowi, penularan virus zika dari nyamuk Aedes africanus dan lain-lain. Infeksi parasit yang berpotensi ditularkan dari nyamuk dapat berbahaya bahkan mengancam keselamatan jiwa.
Pada perkembangbiakannya nyamuk meletakkan telurnya pada air. Telur nyamuk yang terendam dalam air dapat menetas dan berkembang menjadi larva. Pada fase larva ini kehidupan tergantung pada kondisi pH, suhu, makanan, dan cahaya dari lingkungan hidup. Pada fase larva, larva akan bergerak aktif dan lincah dan akan berkembang menjadi pupa. Siklus hidup nyamuk yang dalam perkembangannya membutuhkan air, memicu potensi tersebarnya penyakit dari nyamuk yang terinfeksi dari genangan-genagan air.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, terdapat cara yang digunakan untuk mengendalikan potensi penularan dari nyamuk, yaitu dengan menggunakan penolak nyamuk atau (repellent). Penolak nyamuk digunakan untuk menghindarkan kontak dengan nyamuk dan bahan yang digunakan umumnya menggunakan bahan kimia. Terdapat beberapa jenis penggunaan penolak nyamuk, diantaranya dengan cara disemprot atau dibakar. Namun pada penggunaannya, hal ini seringkali menghasilkan asap yang dapat membahayakan kesehatan tubuh terutama pada paru-paru. Hal ini dikarenakan terdapat kandungan zat aktif DDVP (Dichlorovynil Dimetyl Phosfat) yang bersifat racun, terdapat pula propoxur yang merupakan jenis racun yang dalam penggunaan jangka panjang akan mengganggu sistem reproduksi. Selain itu, terdapat kandungan zat lain seperti praletrhin, cyphenothrin, bioallethrin, d-allethrin, dan transflutrin yang juga bersifat racun. Menurut Koren dkk. (2003) dalam Hendri (2013: 180), Repellent berfungsi untuk menghindarkan adanya kontak antara manusia dan nyamuk, namun demikian bahan aktif yang digunakan tidak selamanya aman untuk digunakan tubuh.
Penggunaan bahkan aktif yang terkandung dalam penolak nyamuk atau (repellent) yang digunakan juga dinilai kurang efektif untuk mengendalikan berkembangnya larva nyamuk atau jentik nyamuk yang berpotensi. Hal ini juga didukung Kardinan (2010) dalam Wulandari, dkk (2012: 67), Penggunaan senyawa kimia dapat menimbulkan efek samping terhadap manusia. Selain itu penggunaan insektisida yang berlebihan akan membunuh berbagai jenis serangga lain yang bermanfaat secara ekologis. Selain penggunaan penolak nyamuk atau (repellent) terdapat program 3M yaitu; Menguras, Menutup, dan Mengubur. Program 3M yang dicanangkan pemerintah dirasa kurang efektif karena masih terdapat potensi untuk larva nyamuk (jentik) berkembang pada tempat yang luput dari perhatian. Program 3M dapat dilakukan dengan menguras bak mandi, Menutup tampungan air dan mengubur benda-benda yang berpotensi terdapat genangan air.
Pada perkembangan ilmu pengetahuan, ditemukan bahan alternatif alami yang dapat berpotensi dalam pembasmian larva nyamuk. Seperti getah pada pepaya (Latex papaya) dan bonggol nanas. Menurut Koswara dalam Wulandari, (2010: 67), Dalam getah pepaya terkandung enzim-enzim protease (pengurai protein) yaitu papain dan kimopapain. Begitupun pada buah nanas yang terdapat kandungan zat aktif yaitu enzim bromelin. Berdasarkan Fahmi dalam Ellyfass, (2012: 63-64), Enzim proteolitik yang terkandung di dalam enzim bromelin akan mendegradasi dan melisiskan dinding kulit larva dan saluran pencernaan larva sehingga larva nyamuk akan mati dan enzim tersebut akan masuk ke dalam tubuh larva untuk mengambil nutrisi dari larva tersebut. Pada tanaman tersebut telah diketahui bahwa terkandung enzim protease yang dapat memecah protein. Berdasarkan Nurmala (2012: 1), Protease adalah enzim yang memiliki daya katalitik yang spesifik dan efisien terhadap ikatan peptide dari suatu molekul polipeptida. Protease dapat diisolasi dari hewan, mikroorganisme dan tumbuhan.
Berdasarkan data hasil penelitian diperoleh bahwa terdapat efektivitas penggunaan biolarvasida getah pepaya dan ekstrak bonggol nanas dalam kematian (mortalitas) larva nyamuk. Getah pepaya terbukti lebih efektif sebagai biolarvasida nyamuk dengan angka persentase kematian larva sebesar 87,50% pada 96 jam pertama observasi. Sedangkan pada 96 jam pertama observasi penggunaan biolarvasida ekstrak bonggol nanas hanya menunjukkan angka persentase kematian larva sebesar 72,50%. Penggunaan bagian tanaman tersebut dengan kandungan ezim protease merupakan pemanfaatan bahan alami yang tidak menyebabkan kerusakan lingkungan serta mudah didapatkan.
Daftar Pustaka :
- Ellyfas, K. dkk. 2012. Pengaruh Pemberian Ekstrak Buah Nanas (Ananas comosus (L.)Merr.) Terhadap Kematian Larva Aedes albopictus, dalam dalam Jurnal Analisis Kesehatan Sains ISSN 2302-3635. (Vol. 01, No. 02 Juni 2011). Surabaya
- Salahudin, F. 2011. Pengaruh Pengendap Pada Isolasi Enzim Bromelin Dari Bonggol Nanas, dalam Jurnal Bioporal Industri ISSN 2089-7790. (Vol. 02, No. 01 Juni 2011).
- Veriswan, I. 2006. Perbandingan Efektivitas Abate Dengan Papain Dalam Menghambat Pertumbuhan Larva Aedes aegypti, (Juli 2006). Semarang: Univ. Diponegoro.
- Wulandari, S. dkk. 2012. Potensi Getah Buah Pepaya (Carica papaya L) Terhadap Mortalitas Larva Nyamuk Aedes albopictus. (Vol. 9 nomor I Juli 2012). Pekanbaru: Univ. Riau Pekanbaru.