Mendesain Obat Dengan Komputer: Trend Kekinian Riset Masa Kini

Ditulis Oleh Aditya Tri Ananda Obat adalah hal yang dikonsumsi ketika kita menderita suatu penyakit dengan petunjuk penggunaan dari dokter. […]

blank

Ditulis Oleh Aditya Tri Ananda

Obat adalah hal yang dikonsumsi ketika kita menderita suatu penyakit dengan petunjuk penggunaan dari dokter. Rasanya jika pergi ke dokter tanpa diresepkan obat kurang afdal bukan? Hal ini timbul karena obat telah masuk kedalam kehidupan masyarakat sebagai alternatif utama ketika sedang diserang penyakit baik yang disebabkan oleh mikroorganisme atau respon berlebihan dari tubuh itu sendiri seperti alergi dan juga inflammasi.

blank

Gambar 1. Interaksi Obat dalam Tubuh (Anief, 2018)

Obat sendiri merupakan komponen senyawa yang berasal dari bahan alam maupun sintesis. Obat tersebut akan bereaksi apabila berikatan dengan suatu target protein yang biasa kita kenal sebagai reseptor. Interaksi obat dibedakan menjadi 2 jenis, agonis dan antagonis (Anief, 2018). Agonis artinya jika obat berikatan dengan reseptor akan menimbulkan efek pada tubuh sedangkan Antagonis artinya jika komponen tersebut berikatan dengan reseptor akan menghalangi senyawa alami tubuh yang seharusnya berikatan dengan reseptor tersebut sehingga tidak ada efek yang dialami tubuh atau mengurangi intensitasnya.

Obat-obatan yang beredar di masyarakat saat ini umumnya telah melalui penelitian yang sangat panjang. Paracelsus pernah mengatakan “Alle Dinge sind Gift, und nichts ist ohne Gift, Karen die Dosis mach dass ein Ding Kein Gift ist” yang artinya “semua hal adalah racun dan tidak ada yang tanpa racun, dosisnya saja membuatnya jadi sesuatu bukanlah racun”, hal ini membuktikan bahwa obat basisnya adalah racun dengan dosis yang disesuaikan (Anief, 2018). Berdasarkan hal tersebut, pembuatan obat yang siap edar tentu harus sudah melalui banyak penelitian, uji preklinik (pre-clinical trial) dan juga uji coba klinis (clinical trial).

Semua uji tersebut kira-kira membutuhkan waktu paling sedikit 12 tahun dan dana yang sangat besar bahkan mencapai milyaran rupiah. Uji in vivo pada hewan coba, in vitro pada kultur sel dan juga pre-klinik serta uji klinik sangatlah menguras biaya. Hal tersebut menjawab mengapa Indonesia sampai saat ini masih belum bisa ekspor obat atau lingkup yang lebih kecil yaitu memproduksi obat sendiri. Oleh karena itu dibutuhkan metode penyeleksian (screening) untuk menentukan komponen yang tepat dari suatu bahan alam sebelum dilanjutkan pada uji laboratorium dan  proses industri pembuatan obat secara massal. Harapannya bisa memangkas biaya penemuan obat yang sangat mahal dengan meminimalisir komponen yang akan di uji serta memastikan bahwa hanya akan digunakan komponen yang memiliki potensi paling tinggi.

CADD atau Computer Aided Drug Design adalah suatu pendekatan untuk menganalisis bahan bahan alam kandidat obat dengan menggunakan komputer (Ooms, 2000). Pendekatan tersebut saat ini sering dikenal dengan in silico. CADD meliputi prediksi toksisitas, protein modelling, molecular dynamic simulation dan molecular docking. Adapun pendekatan yang sering digunakan adalah Molecular docking (MD). MD memanfaatkan komponen komponen dari bahan alam tertentu lalu ditambatkan (docking) kepada protein target dengan output berupa binding affinity atau afinitas ikatan komponen terhadap protein target/reseptor.

blank

Gambar 2. Visualisasi dari CADD (Wikipedia)

Penggunaan CADD pada tahapan awal penemuan obat sangatlah efektif dalam menentukan komponen-komponen yang memiliki potensi dalam menimbulkan efek terapeutik. Hal ini tentu dapat menghemat biaya karena dapat mengetahui komponen uji yang spesifik sejak awal sehingga bisa meningkatkan efektifitas dari suatu penelitian.

Sebagai contoh, penelitian yang dilakukan oleh Kharisma et al (2019) menemukan bahwa komponen β-sitosterol pada Jahe (Zingiber officinale) mampu menghambat enzim Reverse Transcriptase pada Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan dapat dijadikan sebagai kandidat obat anti-HIV untuk diuji lebih lanjut.

blank

Gambar 3. Visualisasi Molecular Docking dari Beta-Sitosterol pada Reverse Transcriptase HIV (Kharisma, 2019)

Penelitian lain tentang CADD juga dilakukan oleh Ekowati et al (2018) yang membahas tentang potensi Ferulic Acid (FA) sebagai kandidat obat anti platelet yang dapat digunakan untuk mengobati penyakit jantung koroner maupun stroke karena adanya gumpalan trombosit yang menyumbat pembuluh darah dengan pendekatan Molecular Docking.

blank

Gambar 4. Visualisasi Ferulic Acid pada P2Y12 (Ekowati, 2018)

Apabila komponen yang berpotensi sudah dapat diidentifikasi, struktur komponen tersebut juga dapat diubah dan dimodifikasi sesuai dengan keinginan peneliti lalu diujikan kembali dengan Molecular Docking. CADD adalah pendekatan desain dalam bidang kedokteran sama seperti berbagai alat editing gambar pada bidang seni. Hal ini juga membuktikan bahwa bidang kedokteran juga termasuk seni dan perlu kreativitas dalam melakukan penemuan penemuan medis terbaru termasuk desain obat.

CADD merupakan tren kekinian pada dunia riset kesehatan saat ini karena pendekatan ini sangat murah atau bahkan hanya bermodalkan kuota internet dan keuletan peneliti, mudah untuk dilakukan dan dapat dilakukan dimana saja. Tentu saja, CADD merupakan bagian kecil dari proses penemuan obat sehingga uji in vivo dan in vitro tetap wajib untuk dilakukan akan tetapi CADD berguna untuk screening sehingga imbasnya penelitian bisa lebih murah, efektif dan lebih efisien. Semoga dengan dimanfatkannya CADD dengan maksimal pada industri farmasi di Indonesia, negara kita tercinta ini mampu memproduksi obat asli karya negeri sendiri.

Referensi :

  1. Anief, M. (2018). Prinsip umum dan dasar farmakologi. UGM PRESS.
  2. Ekowati, Juni & Diyah, Nuzul & Amalia, Kholis & Sahrial Hamid, Iwan & Siswodihardjo, Siswandono. (2018). Molecular Docking of Ferulic Acid Derivatives on P2Y12 Receptor and their ADMET Prediction. Journal of Mathematical and Fundamental Sciences. 50. 203-219. 10.5614/j.math.fund.sci.2018.50.2.8.
  3. https://en.wikipedia.org/wiki/Docking_(molecular) (Diakses pada 1 Agustus 2019)
  4. Kharisma, Viol & , Syafrudin & Septiadi, Luhur. (2019). Prediction of Novel Bioactive Compound from Zingiber officinale as Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTIs) of HIV-1 through Computational Study. 1. 49-55. 10.11594/bbrj.01.02.05.
  5. Ooms, F. (2000). Molecular modeling and computer aided drug design. Examples of their applications in medicinal chemistry. Current medicinal chemistry7(2), 141-158.

2 komentar untuk “Mendesain Obat Dengan Komputer: Trend Kekinian Riset Masa Kini”

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Yuk Gabung di Komunitas Warung Sains Teknologi!

Ingin terus meningkatkan wawasan Anda terkait perkembangan dunia Sains dan Teknologi? Gabung dengan saluran WhatsApp Warung Sains Teknologi!

Yuk Gabung!

Di saluran tersebut, Anda akan mendapatkan update terkini Sains dan Teknologi, webinar bermanfaat terkait Sains dan Teknologi, dan berbagai informasi menarik lainnya.