Semen Berbahan Dasar Sampah Organik : Ekosemen

Ditulis Oleh Ilham Afie Fadhlillah Pembangunan infrastruktur seperti gedung dan rumah sangat diperlukan contohnya bahan perekat yang digunakan seperti semen. […]

blank

Ditulis Oleh Ilham Afie Fadhlillah

Pembangunan infrastruktur seperti gedung dan rumah sangat diperlukan contohnya bahan perekat yang digunakan seperti semen. Penelitian ini kami sebagai siswa/I SMK- SMAK Analis Kimia Bogor pada tahun 2015 untuk melakukan penelitian membuat semen berbahan dasar sampah organik.

Penelitian ini di bawah bimbingan guru SMK – SMAK Bogor Bapak Rusman, M.Si. Melalui penelitian ini dapat dibuat semen berbahan dasar sampah organik yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat umum.

Peningkatan jumlah penduduk dan gaya hidup sangat berpengaruh pada volume sampah. Kota metropolitan lebih banyak menghasilkan sampah dibandingkan dengan kota sedang atau kecil. Untuk menangani permasalahan sampah secara menyeluruh perlu dilakukan alternatif pengelolaan. Saat ini di Jepang telah berhasil mengubah sampah menjadi produk semen yang kemudian dinamakan dengan Ekosemen. Diawali penelitian di tahun 1992, dengan dibiayai oleh Development Bank of Japan, para peneliti Jepang telah meneliti kemungkinan abu hasil pembakaran sampah, endapan air kotor dijadikan sebagai bahan semen. Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa abu hasil pembakaran sampah mengandung unsur yang sama dengan bahan dasar semen pada umumnya, yaitu senyawa-senyawa oksida seperti CaO, SiO2, Al2O3 dan Fe2O3. Oleh karena itu, abu ini bisa berfungsi sebagai pengganti clay/tanah liat yang digunakan pada pembuatan semen biasa

Hingga saat ini ada dua macam tipe Ekosemen (berdasarkan penambahan alkali dan kandungan chlor) yaitu tipe biasa dan tipe rapid hardening. Ekosemen type biasa mempunyai kualitas sama baiknya dengan semen portland biasa (Priyatna, D.E., 2007). Kata semen berasal dari bahasa lain “Caementium” artinya bahan pengikat. Definisi secara umum adalah bahan perekat yang dapat mengikat bahan-bahan padat menjadi satu kesatuan yang kuat (Rohmawati, H., 2002). Semen adalah bahan perekat yang merupakan suatu campuran beberapa senyawa kompleks yaitu C3S, C2S, C3A,dan C4AF serta sejumlah kecil komponen senyawa lainnya. Campuran ini akan bersifat sebagai bahan perekat yang menjadi keras jika bereaksi dengan air karena proses hidrasi.

A.    Ekosemen

blank

Gambar 1. Ekosemen

Kata Ekosemen diambil dari penggabungan kata “Ekologi” dan “Semen”. Diawali penelitian di tahun 1992, para peneliti Jepang (yang tergabung dalam NEDO) telah meneliti kemungkinan abu hasil pembakaran sampah, endapan air kotor dijadikan sebagai bahan semen. Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa abu hasil pembakaran sampah mengandung unsur yg sama dg bahan dasar semen pada umumnya. Pada tahun 1993, Proyek itu kemudian dibiayai oleh Kementrian Perdangan Internasional dan Industri Jepang. Pada tahun 2001, pabrik pertama di dunia yang mengubah sampah menjadi semen, resmi beroperasi di China. Pabrik tersebut mampu menghasilkan ekosemen 110,000 ton/tahunnya. Sedangkan sampah yang diubah menjadi abu yang kemudian diolah menjadi semen mencapai 62,000 ton/tahun, endapan air kotor dan residu abu industri yang diolah mencapai 28,000 ton/tahun.

B.    Penggunaan Abu Insinerasi untuk semen

Di Jepang sampah terbagi menjadi berbagai macam, salah satunya adalah sampah terbakar (terdiri atas sampah organik, kertas, dll) dan sampah tidak terbakar (plastik, dll). Setiap tahunnya, penduduk Jepang membuang sekitar 37 juta ton untuk sampah terbakar.

blank

Gambar 2. Sampah Organik

Kemudian dari 37 ton/tahun sampah terbakar tersebut untuk kemudian akan dibakar (di-insenerasi), dan menghasilkan abu (inceneration ash) mencapai 6 ton/tahunnya. Dari abu inilah yang kemudian dijadikan sebagai bahan dari pembuatan ekosemen. Abu ini dan endapan air kotor mengandung senyawa senyawa dalam pembentukan semen biasa. Yaitu, senyawa – senyawa oksida seperti CaO, SiO2, Al2O3, dan Fe2O3. Oleh karena itu, abu insinerasi ini bisa berfungsi sebagai pengganti clay (tanah liat) yang digunakan pada pembuatan semen biasa.

blank

Gambar 3. Abu Ineserasi

Tabel 1. Perbandingan Semen Umum dengan Semen Ineserasi

blank

Sumber : Taiheyo Engineering Corp

Yang jadi masalah adalah kandungan Cl yang begitu tinggi pada abu insinerasi dan logam berat yang masih terkandung yang dapat mengakibatkan trouble pada sistem operasi dan mengurangi kualitas dan material safety pada semen. Sedangkan kandungan CaO yang masih kurang pada abu insinerasi dapat dicukupi dengan penambahan limestone (batu kapur). Dalam pembuatan ekosemen ini, chlorine dan logam berat yang terkandung pada abu insinerasi akan diekstrak menjadi artificial ore (Cu, Pb, dll) yang kemudian direcyle untuk digunakan kembali. Secara umum, produksi semen konvensional (Portland) meliputi pengeringan, penghancuran, dan pencampuran batu kapur, tanah liat, quartzite, serta bahan baku lainnya dan kemudian dibakar pada rotary kiln. Prinsip produksi Ekosemen pada dasarnya sama dengan prinsip pembuatan semen konvensional. Adapun perbedaannya terletak pada proses pembakaran dan pengolahan limbah. (T.Shirmoda, 1999 dalam Priyatna, D.E., 2006).

Hingga saat ini ada dua macam tipe Ekosemen (berdasarkan penambahan alkali dan kandungan chlor) yaitu tipe biasa dan rapid hardening. Ekosemen type biasa mempunyai kualitas sama baiknya dengan semen portland biasa (Priyatna, D.E., 2007). Kata semen berasal dari bahasa lain “Caementium” artinya bahan pengikat. Definisi secara umum adalah bahan perekat yang dapat mengikat bahan-bahan padat menjadi satu kesatuan yang kuat (Rohmawati, H., 2002). Semen Abu atau Semen Portland adalah bubuk/bulk berwarna abu kebiru-biruan, dibuat dari batu kapur atau batu gamping dan tanah liat atau tanah lempung. Batu kapur merupakan hasil tambang yang mengandung senyawa calsium oksida (CaO), sedangkan tanah lempung mengandung silica dioksida (SiO2) serta alumunium oksida (Al2O3). Kedua bahan ini kemudian mengalami proses pembakaran hingga meleleh. (Pratomo, A., dalam Tedifa, 2007)

C.    Proses Pembuatan Ekosemen

  1. Sampah organik dibakar dalam tanur dengan suhu 300 oC hingga menjadi abu
  2. Batu kapur dihaluskan dan disaring
  3. Setelah keduanya menjadi halus maka dicampurkan dengan perbandingan berat abu : batu kapur = 55%:45% dan ditambahkan air sebanyak 15 ml.
  4. Dilakukan pemanasan kembali dengan suhu 900oC dalam tanur selama 1jam
  5. Didapatkan hasil yang diinginkan ekosemen.

REFERENSI

  • Adminis, 28 Agustus 2006, Sampah, http://www.voctech.com.
  • Adminis, 22 Maret 2006, Semen dari sampah, http://beritaiptek.com.
  • Affandi, 1987, Teknologi Semen, Pusat Penelitian PT Semen Gresik (Persero)Tbk,    Gresik
  • Barnerjea, H.N., 1980, “Technology Of Porland Cement and Blended Cement”, 1st edition, chapter 9-10, Wheeler By Publishing, Bombay.
  • BPS, 2004, “Surabaya Dalam Angka 2004”, Dinas Kebersihan, Surabaya.
  • Kompas, 10 Januari 2004, Sampah Goyang Wali Kota. www.2.kompas.com
  • Lea, Frenderick M., 1970, “The Cemistry Of Cement And Concrete”, Third edition,Edward Arnod Publisher ltd, London, hal. 158.
  • Priyatna, D.E., 22 Maret 2006, “Semen dari sampah”, www.beritaiptek.com
  • Priyatna, D.E, 4 Februari 2007, “Semen dari sampah”, www.pmij.org.com
  • Rohmawati, H., 2002, “Laporan Kerja Nyata PT Semen Gresik (persero) Tbk”,     Jurusan Teknik Kimia, UPN, Surabaya.
  • SNI 15-2049:2004, Semen Portland.
  • Sjostrom, E., 1995, Kimia kayu Dasar-dasar penggunaan, edisi 2, Gajah Mada      University Press.
  • Tedifa, 24 Oktober 2007, Bahan baku pembuatan semen. http://id.shvoong.com.
  • Shimoda, S. Yokoyama, 1999, Ecocement a new Portland cement to solve municipal and industrial waste problems, Proc. of International Congress on Creating with Concrete, Dundee, 1999.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *