Sering Buang Nasi? Jangan, Ini Dia Manfaatnya!

Oleh : Risda Intan Sistyawati Menurut WHO (World Health Organization), sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi […]

Oleh : Risda Intan Sistyawati

Menurut WHO (World Health Organization), sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya. Berdasarkan pada Undang-Undang Pengelolaan Sampah Nomor 18 tahun 2008, sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau dari proses alam yang berbentuk padat. Keberadaan sampah dilingkungan saat ini semakin meningkat setiap tahunnya, terkhusus di Indonesia. Menurut Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Tuti Hendrawati Minarsih mengatakan, Indonesia memproduksi sebanyak 65 juta ton sampah pada tahun 2016. Jumlah itu naik dibandingkan dengan 2015 yaitu sebanyak 64 juta ton. Pernyataan ini telah membuktikan bahwa keberadaan sampah di Indonesia selalu mengalami peningkatan.

Manusia sebagai makhluk hidup, selain mendayagunakan unsur dari alam, ia juga membuang kembali segala sesuatu yang tidak dipergunakannya lagi ke alam. Pertambahan jumlah sampah yang signifikan ini erat hubungannya dengan bertambahnya jumlah penduduk serta ketersediaan ruang hidup manusia yang relatif tetap. Serta semakin berkembang pesatnya kemajuan teknologi diberbagai bidang. Keberadaaan sampah sangat berkaitan erat dengan adanya kemajuan teknologi yang ada saat ini. Ditinjau dari data yang dihimpun oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia, jumlah sampah organik saat ini menduduki nomor satu terbanyak di Indonesia. Sampah organik jika dibiarkan saja dapat membusuk dan mengganggu aktifitas pernapasan manusia. Salah satu sampah organik yang sangat mudah dijumpai adalah sampah nasi basi. Hal dikarenakan masih banyak orang yang tidak menghabiskan nasi ketika makan, sehingga nasi dibuang percuma saja.

Nasi basi ternyata mengandung bakteri Rhizopus oligosporus yang sangat baik untuk dimanfaatkan dalam membantu penguraian pupuk kompos, sehingga dapat digunakan menjadi bahan utama dalam pembuatan MOL (Mikroorganisme Lokal). Bantuan dari larutan MOL tersendiri dapat mempercepat pembuatan kompos menjadi kurun wakatu < 2 bulan. Selain bermanfaat untuk kompos, MOL tersendiri mudah dibuat dan murah dibandingkan harus membeli EM-4 di pasaran.

Dalam pembuatan MOL nasi basi tersendiri, alat dan bahan yang perlu disiapkan antara lain gula, air dan wadah penampungan. Dalam membuat MOL nasi basi ini, terlebih dahulu kita harus mendiamkannya selama 2-3 hari sampai warna nasi tersebut berubah menjadi kuning tua kehijauan. Setelah itu, kita dapat segera menaruhnya ke dalam wadah penampungan serta memasukkan air secukupnya sebagai media agar bakteri Rhizopus oligosporus dapat bertahan hidup serta menambahkan 2-3 sendok gula sebagai media makanan bagi bakteri tersebut. Selanjutnya, hal terakhir yang dilakukan adalah tunggu hingga 6-8 hari agar MOL nasi basi dapat diaplikasikan terhadap pupuk kompos.

Rata-rata waktu terjadinya kompos pada perlakuan dengan penggunaan MOL nasi basi membutuhkan waktu hanya 15 hari, sedangkan jika menggunakan EM-4 membutuhkan waktu berkisar 19 hari. Ini menyatakan bahwa ternyata MOL nasi basi dapat lebih unggul dalam waktu penguraian kompos lebih cepat dibandingkan EM-4. Para peneliti berharap masyarakat dapat mengetahui dan mengaplikasikan pembuatan MOL nasi basi dalam kehidupan sehari-hari agar dapat mengurai jumlah timbunan sampah yang ada khususnya sampah organik serta dapat mengurangi pengeluaran uang karena menggunakan MOL nasi basi sebagai alternatif EM-4 tanpa harus membelinya dipasaran.

Daftar Pustaka

  • Prasetyo, Anang Febri. (2017). Pemanfaatan Mikroorganisme Lokal sebagai Starter Pembuatan Pupuk Organik Limbah Ternak Domba. Jurnal Pengabdian Masyarakat Peternakan Vol. 2, 2.
  • Ramaditya, Ilham., & dkk. (2017). Pengaruh Penambahan Bioaktivator EM-4 (Effective Mikroorganism) dan MOL (Mikroorganisme Lokal) Nasi Basi terhadap Waktu Terjadinya Kompos. Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol.14, 1.
  • Rohmawati, D. (2016). Pembuatan Kompos Dengan MOL Limbah Organik. Kompos MOL.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *