Mitokondria: Agen Respirasi Sel Yang Konservatif

Oleh: Annisa Zakiyah Darojat Semua makhluk hidup ciptaan Tuhan, khususnya manusia, tidak hanya bertahan hidup dengan makan, tetapi lebih dari […]

blank

Oleh: Annisa Zakiyah Darojat

Semua makhluk hidup ciptaan Tuhan, khususnya manusia, tidak hanya bertahan hidup dengan makan, tetapi lebih dari itu, aktivitas hidup yang utama adalah bernafas. Pernafasan atau respirasi yang dikenal secara umum adalah menghirup oksigen dan menghembuskan karbon dioksida melalui serangkaian organ tubuh yang tergabung dalam sistem respirasi. Akan tetapi, ternyata proses respirasi yang dikenal tersebut tidak berlangsung sesederhana itu. Karena oksigen yang dihirup akan melanjutkan perannya hingga pada tingkat sel yang lebih rumit.

Baca juga: Agen Hayati Penyelamat Lingkungan Sejati: Pendekatan Biologi untuk Mengatasi Pencemaran Minyak Bumi

Selain diikat oleh hemoglobin pada pembuluh darah kapiler, oksigen yang dihirup akan menjadi penentu pada respirasi sel, khususnya pada metabolisme karbohidrat. Lalu, siapakah agen respirasi sel ini? Ia adalah mitokondria. Meskipun statusnya ‘hanya’ sebagai organel sel, tetapi mitokondria memainkan peranan penting dalam kehidupan, tidak hanya manusia, tetapi juga makhluk hidup lainnya. Energi yang dihasilkan oleh mitokondria melalui respirasi sel dalam bentuk Adenosin triphosphat (ATP) ini mampu menggerakkan berbagai reaksi kimia yang terjadi dalam tubuh. Tidak tanggung-tanggung, yang membuat sperma bergerak sangat aktif pada saat proses fertilisasi juga adalah ATP dari mitokondria pada leher sperma.

Beberapa sel pada tubuh membutuhkan energi dalam jumlah besar karena aktivitasnya juga besar. Kebutuhan akan energi ini selanjutnya diimbangi dengan jumlah mitokondria pada sel tersebut. Sel sperma yang harus menempuh perjalanan menemui sel telur memiliki sekitar 22-28 mitokondria, sedangkan sel telur yang harus melakukan pembelahan setelah fertilisasi berhasil memiliki sekitar 100.000 mitokondria[1].

Nah, selain berperan penting menyediakan energi bagi aktivitas sel, ternyata mitokondria juga bisa menjadi acuan untuk menentukan kekerabatan spesies hingga menentukan spesies suatu individu. Kok bisa? Pada saat fertilisasi berlangsung, sel sperma menembus zona pelusida sel telur. Ketika berhasil menembus zona pelusida, hanya kepala sperma yang masuk ke dalam sel telur, sedangkan ekor sperma beserta mitokondria yang terkandung didalamnya tertinggal di luar sel telur. Selanjutnya pembelahan sel terjadi dengan energi yang bersumber dari mitokondria milik sel telur. Jadi, semua anak yang terlahir, pun hewan yang terlahir dan menetas, hanya mewarisi mitokondria dari ibunya tanpa campur tangan mitokondria sang bapak.

Mitokondria dalam fungsinya sebagai acuan kekerabatan, ia memiliki DNA sama seperti nukleus. Akan tetapi, karena letaknya yang berada di luar nukleus maka sebutan untuk DNA pada mitokondria yaitu DNA ekstrakromosomal. Sesuai penjelasan sebelumnya, bahwa mitokondria anak sepenuhnya berasal dari mitokondria ibu, maka begitu pula DNA ekstrakromosomalnya, karena DNA tersebut dibawa satu paket bersama mitokondria. Jika nukleus dan mitokondria sama-sama memiliki DNA, lalu apa yang membedakan keduanya? Berikut beberapa perbedaan yang dimiliki oleh DNA nukleus dan DNA mitokondria pada manusia:

Tabel 1. Perbedaan DNA nukleus dan DNA mitokondria [2]

Fitur DNA nukleus DNA mitokondria
Ukuran (dalam bp) 3 109 16.569
Bentuk Linear dua untai berpilin Sirkular dua untai berpilin
Pewarisan Kedua orang tua Hanya dari ibu
Salinan DNA / sel 2 10-50.000
Histon Berasosiasi dengan DNA Tidak memiliki histon

Berdasarkan tabel di atas, sangat jelas bahwa potensi mitokondria sebagai acuan kekerabatan sangat besar. Pewarisannya yang hanya dari ibu / induk dan jumlah salinan DNA / sel yang melimpah membuatnya menjadi salah satu agen konservasi makhluk hidup. Beberapa penelitian telah membuktikan efektifitas DNA mitokondria sebagai penanda genetik dalam proses identifikasi.

Daftar Pustaka

[1]      T. Susmiarsih, “Peran Genetik DNA Mitokondria (mtDNA) Pada Motilitas Spermatozoa,” Maj. Kesehat. Pharma Med., vol. 2, no. 2, pp. 178–184, 2010.

[2]      A. Mposhi, M. G. P. Van Der Wijst, K. N. Faber, and M. G. Rots, “Regulation of mitochondrial gene expression , the epigenetic enigma Table 1 . Differences between human nuclear DNA and mitochondrial DNA,” Front. Biosci., vol. 22, pp. 1099–1113, 2017.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Yuk Gabung di Komunitas Warung Sains Teknologi!

Ingin terus meningkatkan wawasan Anda terkait perkembangan dunia Sains dan Teknologi? Gabung dengan saluran WhatsApp Warung Sains Teknologi!

Yuk Gabung!

Di saluran tersebut, Anda akan mendapatkan update terkini Sains dan Teknologi, webinar bermanfaat terkait Sains dan Teknologi, dan berbagai informasi menarik lainnya.