Nanopartikel, Partikel Istimewa sebagai Pengobatan Kanker yang Mampu Atasi Malnutrisi pada Tanaman

Oleh: Jasmine Rahma Kesuma Nirvana Beberapa tahun terakhir, dunia teknologi kembali memunculkan penemuan terbarunya, salah satunya yaitu teknologi nano. Teknologi […]

Oleh: Jasmine Rahma Kesuma Nirvana

Beberapa tahun terakhir, dunia teknologi kembali memunculkan penemuan terbarunya, salah satunya yaitu teknologi nano. Teknologi nano menjadi sorotan utama bagi para ilmuwan dan akademisi hingga kini. Nanopartikel menjadi tren baru dalam perkembangan beberapa disiplin ilmu seperti kesehatan, teknologi, dan lain-lain. Berbagai penelitian terus dilakukan sebagai pemanfaatan yang efektif bagi masyarakat dunia. Nanopartikel merupakan partikel berukuran 1 sampai 100 nanometer. Nanopartikel menjadi jembatan efisien antara material dan struktur atom atau pun molekul. Partikel berukuran nanopartikel memiliki sifat fisik yang sangat khas bila dibandingkan dengan partikel yang berukuran lebih besar darinya. Ketika partikel material berubah ukurannya mendekati nanometer, maka sifat-sifat partikel tersebut dapat berubah secara signifikan yang diikuti dengan perilaku partikel tersebut dalam menyusun suatu material.

Penelitian mengenai nanopartikel memiliki pengaruh besar di berbagai bidang saat ini. Belum lama ini, penerapan teknologi nano telah dilakukan di bidang kedokteran khususnya terapi kanker. Kita tahu bahwa kanker dapat ditekan dengan metode kemoterapi, namun ternyata metode tersebut dinilai kurang efektif. Pasien pengidap kanker justru semakin kehilangan kekebalan tubuhnya. Akibatnya, setelah kemoterapi dilakukan akan membuat rambut pasien menjadi rontok dan tubuhnya kian melemah. Hal ini mendasari para ilmuwan medis berupaya untuk melakukan riset pengganti metode kemoterapi. Hingga beberapa waktu silam, seorang ilmuwan telah menemukan metode baru yakni sinar dari nanopartikel yang ditembakkan ke tubuh pasien pengidap kanker. Nanopartikel ini ditembakkan ke bagian organ tubuh yang terkena kanker saja. Nanopartikel tersebut terbuat dari ekstrak kunyit dan cycodextrin, zat yang bersifat biokompatibel melarutkan senyawa alami agar mudah terserap oleh organ tubuh yang terkena kanker.

Penemuan terbaru teknologi nano, ilmuwan nanomedis telah membuktikan bahwa nanopartikel juga mampu atasi malnutrisi tanaman. Hal ini menjadi sejarah penting bagi bidang pertanian di dunia. Tanaman tomat menjadi percobaan pertama yang dilakukan oleh ilmuwan. Dalam penelitian ini, tanaman tomat liposom sarat dengan Fe dan Mg mengatasi kekurangan gizi akut yang tidak dapat diobati menggunakan nutrisi pertanian yang biasa[1]. Mereka membuktikan bahwa pemberian obat pada tanaman berskala nano memberikan respon positif dan sangat baik dalam memperbaiki gizi tanaman. Ilmuwan menggunakan partikel nanoliposom yang terdiri dari senyawa lipid dan dapat menembus daun serta akar tanaman.

Gambar 1. Nanoliposom mentranslokasi nanopartikel ke seluruh bagian tanaman

Liposom sendiri merupakan vesikula yang terdiri dari fosfolipid (termasuk turunan asam lemak) yang membentuk membran bilayer. Liposom stabil dalam lingkungan berair dan kemudian bergabung dengan membran plasma atau diinternalisasi oleh sel melalui jalur endocytic[2].. Secara khusus, formulasi liposom didasarkan pada lecithin rantai 16 / 18C (kedelai terhidrogenasi L-α-phosphatidylcholine, HSPC). HSPC juga merupakan fosfolipid utama pada obat liposomal anti-kanker yang disetujui secara klinis Doxil 25[3]. Liposom berukuran sekitar 100 nm diaplikasikan pada ujung apikal tanaman tomat. Kemudian, akar primer, sekunder, dan tersier dari tanaman tomat disegmentasi dan dilihat secara detail menggunakan confocal microscopy. Setelah 72 jam, secara intraseluler liposom akan terikat erat dengan inti dimana akan bertahap menjadi agregat. Lalu, setelah 96 jam akan menunjukkan pelepasan warna dari liposom. Selanjutnya, dilakukan uji mengenai distribusi liposom yang diberikan ke daun yang berdekatan. Liposom diuji dengan selebaran apikal tunggal. Setelah 24 jam, selebran apikal yang berdekatan dilepaskan dari jaringan epidermis dan dicerna secara enzimatis untuk memperoleh protoplas mesofil. Observasi ini menunjukkan bahwa nanoliposom mentranslokasi melalui daun ke daun dan akar yang lain, kemudian melepas muatannya dalam nukleus.

Gambar 2. Perbandingan tanaman malnutrisi yang dirawat dengan spray biasa (kiri) dan spray nanopartikel (kanan)

Kemampuan nanoliposom untuk memperbaiki gizi pertanian dapat diterapkan pada setiap tanaman. Penelitian ini menunjukkan bahwa nanoliposom memberi keuntungan dalam menembus daun dan memberikan jumlah bahan pengobatan yang lebih dari cukup pada jaringan semua tanaman. Satu kemungkinan yang pasti, nanoliposom menembus daun melalui stomata, yang memiliki ukuran  pori sekitar 8 hingga 20 mikrometer.

Gambar 3. Perkembangan tanaman setelah 14 hari penyemprotan suplemen liposomal

Pemberian nanoliposom juga dapat dilakukan dengan semprotan. Nanoiposom disemprokan pada jarak yang berbeda setiap semprotan. Penyemprotan yang stabil dapat dilakukan pada jarak pendek yaitu kurang dari 2 meter. Setelah 14 hari penyemprotan secara rutin, maka akan terlihat perubahan yang signifikan pada tanaman. Efek terlihat terutama pada bagian-bagian tanaman yang tampak malnutrisi, lalu bagian-bagian tersebut akan tampak terlihat pulih akibat tekanan nutrisi yang membaik dan tanaman terlihat segar kembali. Untuk selanjutnya, dalam hal mengatasi defisit nutrisi tersebut, suplemen liposomal yang digunakan secara fungsional berhasil memulihkan vitalitas tanaman. Bahkan jika dibandingkan dengan suplemen lainnya, tanaman yang menggunakan suplemen liposomal akan mencapai 75%  lebih besar dari ukuran pertumbuhan tanaman yang sehat pada umumnya.

REFERENSI :

  • Temming, M. 2018. Nanoparticles Could Help Rescue Malnourish Crops. Diakses dari : https://www.sciencenews.org/article/nanoparticles-could-help-rescue-malnourished-crops pada tanggal 19 Mei 2018
  • Karny, A., Zinger, A., Kajal, A., Shainsky-Roitman, J., Schroeder, A. 2018. Therapeutic Nanoparticles Penetrate Leaves and Deliver Nutrients to Agricultural Crops. Diakses dari : https://www.nature.com/articles/s41598-018-25197-y pada tanggal 19 Mei 2018

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top