Penurunan cadangan air tawar terus menerus terjadi karena kerusakan daerah aliran sungai, degradasi lingkungan, berkurangnya daerah resapan air hujan, tingginya tingkat pencemaran dan yang tidak kalah menyedihkannya adalah rendahnya budaya sadar lingkungan khususnya kesadaran untuk menghemat dan menjaga kelangsungan ketersediaan air untuk kita semua. Selama setengah abad terakhir, sumber daya air tepatnya renewable internal fresh water resource di Indonesia menurut data Bank Dunia turun dari angka 21.000 meter kubik perkapita, angka itu kini tinggal dikisaran 7000-an.[1] Bahkan saat ini , lebih dari 300 juta manusia di seluruh dunia tergantung pada air desalinasi untuk sebagian atau semua kebutuhan air sehari-hari. Kebutuhan tersebut akan terus meningkat dengan populasi yang semakin besar dan standar kelayakan hidup yang semakin meningkat di seluruh dunia.
Cadangan air yang paling melimpah di dunia adalah samudra atau air laut. Bagaimanapun, air laut membutuhkan teknologi desalinasi yang rumit dan biaya yang mahal untuk diubah menjadi air layak minum dan kebutuhan sehari-hari. Teknologi paling umum yang biasa digunakan untuk desalinasi adalah Reverse Osmosis (RO), proses dimana air laut diolah melewati sebuah membran yang dapat menghilangkan garam dan molekul kecil lainnya.
Proses osmosis terjadi apabila cairan yang konsentrasinya rendah (encer) berpindah ke cairan yang konsentrasinya lebih tinggi (pekat) melalui membran semi-permeable. Adanya perpindahan cairan yang konsentrasinya rendah atau encer ke cairan yang konsentrasinya tinggi atau pekat menandakan adanya perbedaan tekanan yang disebut tekanan osmosis. Dari prinsip tersebut, para ahli berupaya memberikan penambahan tekanan pada larutan yang konsentrasinya tinggi (pekat) agar dapat mengalir pada cairan yang konsentrasinya lebih rendah atau encer melalui membran semi-permeable yang merupakan kebalikan dari proses osmosis. Atas dasar prinsip tersebut disebut proses reverse osmosis/RO (osmosis terbalik).
Persoalan penggunaan teknologi RO selama 40 tahun terakhir adalah penggunaan energi yang tinggi dan kecenderungan membran tersebut cepat terkotori bahkan sampai terbentuk kerak seperti di industri-industri karena ketebalan dan kelembutan membran yang tidak terkontrol selama proses produksi. Secara khas membran RO saat ini (konvensional) mempunyai ketebalan antara 100 – 200 nanometer yang tidak dapat dikontrol dan kekasaran melebihi 80 nm. Dengan latar belakang tersebut, para peneliti dari Universitas Connecticut mengembangkan produksi membran yang lebih efektif, dengan mendesain ulang proses pembuatan membran RO untuk desalinasi.[2]
Skema Pembuatan Membran Reverse Osmosis (RO) terbaru
Electrospray dapat digunakan untuk membuat deposit monomer sebagai droplet-droplet berukuran nanoscale yang membentuk polyamida disebuah permukaan substrat. Selama proses electrospray , cairan terdorong keluar karena adanya arus listrik yang kuat. Akibat adanya gaya kejut Coulumb , keluaran droplet dapat terdistribusi dengan baik dibawah ukuran 1 µm.
Perhatikan gambar di bawah berikut ini.
Gambar 1. ( A ) A side view of a schematic of the electrospray process. & ( B ) The top view schematic shows the needles and a stage assembly that can move “horizontally” for uniform coatings on a rotated drum.
Sebuah rotating drum diletakkan di bawah dan terhubung dengan dua extruder keluaran droplet monomer masing-masing yang bersumber dari arus DC tegangan tinggi , kira-kira mampu memberi 30 kV. Jarak antara dua extruder keluaran droplet monomer dengan rotating drum berada antara 2-3 cm. Masing-masing extruder berisi larutan monomer yaitu m-phenylene diamine [MPD] dan trimesoyl chloride [TMC] dengan rasio molar 4:1 . Larutan monomer dikeluarkan dari masing-masing extruder dengan cara dispraykan , kemudian akan menempel dan berkumpul pada substrat rotating drum sampai reaksi berhenti ketika terjadi kontak antara dua monomer tersebut.[3]
Dengan proses tersebut mampu mengontrol pembuatan membran dengan ketebalan 15 nm dan kapasitas untuk mengontrol ketebalan membran setiap increment 4 nm , disamping membran yang terbuat juga mempunyai kekasaran hanya dibawah 2 nm. Karakteristik pembuatan membran ini juga dapat menghemat penggunaan bahan kimia , karena pembersihan dengan penambahan bahan kimia tradisional tidak dibutuhkan pada bagian proses fabrikasi membran ini.
Referensi:
- Muhaimin Iqbal. Water Crisis in Best Islands of the World. Diakses dari : http://www.geraidinar.com
- Maqsud R. Chowdhury,dkk.2018. Reverse osmosis membrane with tunable thickness. Diakses dari : http://www.sciencedaily.com/releases/2018/08/180816143229.htm pada tanggal 18 Agustus 2018
- Maqsud R.Chowdhury , James Steffes , Bryan D.Huey , Jeffrey R. Mccutcheon. 3 D printed polyamide membranes for desalination. Sciene , 2018 DOI :10.1126/sciene.aar2122
Menyelesaikan studi teknik kimia di Institut Teknologi Indonesia.Tertarik dengan alternatif energi terbarukan, bioenergy.