Emisi Bahan Bakar Fosil
Hingga saat ini, bahan bakar fosil masih menjadi sumber energi utama di dunia. Pembakaran bahan bakar fosil dapat menghasilkan emisi gas buang yang menjadi salah satu pemicu utama pemanasan global. Pembakaran bahan bakar fosil tersebut menghasilkan gas CO2, Nox, dan SO2 yang berdampak pada pencemaran udara serta menghasilkan polutan radioaktif. Peningkatan jumlah gas CO2 di udara akan meningkatkan efek rumah kaca dan memicu terjadinya pemanasan global, yang dapat memengaruhi perubahan iklim serta rusaknya ekosistem di bumi.
Sektor industri yang memiliki porsi konsumsi energi nasional mencapai 49,4 persen masih sangat bergantung pada bahan bakar fosil, sebaliknya pemakaian energi terbarukan hanya mencapai angka 5 persen dari total penggunaan. Pemerintah melakukan berbagai langkah dalam menekan konsumsi bahan bakar fosil, di mana salah satunya yaitu dengan pengembangan hidrogen sebagai salah satu sumber energi baru terbarukan atau EBT serta menggalakkan transisi dari bahan bakar fosil ke energi bersih.
Pengembangan Hidrogen Hijau di Indonesia
Pengembangan hidrogen hijau atau green hydrogen memegang peranan strategis dalam meraih target dekarbonisasi, yaitu proses mengurangi atau menghilangkan emisi karbon dengan tujuan untuk mencapai titik terendah emisi (nol emisi) pada penggunaan energi global. Sektor industri berperan menjadi salah satu kontributor transisi energi baru terbarukan. Pemerintah Indonesia telah memasukkan aturan pemanfaatan hidrogen dalam rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan (EBT) serta memberikan insentif keuangan bagi sektor publik maupun privat yang memiliki tujuan yang sama dalam mengoptimalkan hidrogen hijau.
Produksi hidrogen hijau dilakukan melalui proses elektrolisis air dengan media energi listrik yang bersumber dari energi bersih seperti panas bumi. Penelitian serta uji coba hidrogen sebagai sumber energi baru telah berjalan di wilayah kerja panas bumi Ulebelu dengan pengelola PT Pertamina Geothermal Energi untuk mengembangkan green hydrogen dan blue hydrogen yang menargetkan produksi pertamanya pada tahun 2023 ini dengan target volume produksi mencapai 100 kilogram per hari.
Pengembangan hidrogen hijau di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam memenuhi kebutuhan energi nasional yang semakin meningkat. Pengembangan hidrogen hijau tidak hanya akan berdampak pada akselerasi dekarbonisasi, namun juga berdampak pada sektor ekonomi yaitu meningkatnya lapangan pekerjaan. Salah satu tantangan besar yang harus diatasi dalam pengembangan hidrogen hijau di Indonesia yaitu kurangnya investasi.
Institute for Essential Services Reform (IESR) mencatat bahwa diperlukan pendanaan investasi sebesar US$ 800 juta atau sekitar Rp12,46 triliun untuk dapat mencapai target kapasitas produksi hidrogen hijau sebesar 328 MW pada awal tahun 2030. IESR Angka investasi diprediksi akan semakin meningkat seiring peningkatan produksi hidrogen hijau tiap tahunnya. Diperkirakan kapasitas produksi hidrogen hijau di Indonesia dapat mencapai 52 GW pada tahun 2060 dengan total investasi sebesar US$ 25 miliar.
Referensi
Patra, C. A. F. 2022. Pengembangan Energi Terbarukan dalam Upaya Mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan di PT. Pertamina. Jurnal Green Growth dan Manajemen Lingkungan. Vol. 11 No. 2.
Susiati, H., Ida, N. F., dan Djati, H.S. 2007. Gas CO2 dan Polutan Radioaktif dari PLTU Barubara. Jurnal Pengembangan Energi Nuklir. Vol.9 No.1.
https://www.esdm.go.id/id/media-center/arsip-berita/dirjen-ebtke-hidrogen-hijau-pilar-utama-dekarbonisasi-industri diakses pada April 2023
https://itb.ac.id/berita/detail/58403/pengembangan-green-hydrogen-solusi-masalah-dekarbonisasi-di-indonesia diakses pada April 2023
https://jurnal.batan.go.id/index.php/jpen/article/view/1945 diakses pada April 2023
https://kumparan.com/azissaputra2001/potensi-dan-prospek-pengembangan-hidrogen-hijau-di-indonesia-1zlK4eiU40V/full diakses pada April 2023
https://kumparan.com/azissaputra2001/potensi-dan-prospek-pengembangan-hidrogen-hijau-di-indonesia-1zlK4eiU40V/full diakses pada April 2023
.