Hubungan antara aktivitas vulkanisme besar dan kepunahan massal di akhir periode Trias (201 juta tahun lalu) sudah diterima secara luas. Namun, memahami bagaimana vulkanisme menyebabkan kehancuran ekosistem dan kepunahan banyak spesies masih sulit. Faktor-faktor seperti perubahan iklim ekstrem akibat pelepasan karbon dioksida, kerusakan lapisan ozon oleh bahan kimia berbahaya, dan emisi polutan beracun semuanya dianggap berperan. Salah satu elemen beracun yang menonjol adalah merkuri (Hg), yang merupakan salah satu logam paling beracun di Bumi dan dapat menyebar luas karena dilepaskan dari gunung berapi dalam bentuk gas.
Sebuah studi baru dalam jurnal Nature Communications menambah bukti kuat tentang dampak gabungan pemanasan global dan polusi merkuri yang terus memberi tekanan pada tanaman bahkan setelah aktivitas vulkanik berhenti. Tim internasional ilmuwan dari berbagai negara mempelajari sedimen dari Jerman Utara menggunakan inti bor (lubang bor sedalam tanah yang diambil untuk mempelajari lapisan-lapisan bumi) yang mencakup periode Trias akhir hingga Jura awal, untuk mencari mikrofosil dan sinyal geokimia (tanda-tanda perubahan kimia dalam batuan).
Penelitian tentang kelimpahan serbuk sari dan spora menunjukkan banyaknya spora paku yang mengalami berbagai kelainan, seperti struktur dinding yang abnormal dan pembelahan sel yang gagal. Ini menunjukkan bahwa banyak paku mengalami stres.
Deforestasi dan Paku
Hasil studi mendukung penelitian sebelumnya oleh Sofie Lindström (Universitas Kopenhagen), Hamed Sanei (Universitas Aarhus), dan Bas van de Schootbrugge (Universitas Utrecht), yang menemukan data serupa dari Denmark dan Swedia. Menurut penelitian sebelumnya, paku menggantikan pohon selama periode kepunahan sebagai respons terhadap perubahan lingkungan dramatis yang mungkin disebabkan oleh panas ekstrem, peningkatan curah hujan muson, dan kebakaran hutan.
Variabilitas Iklim
Dalam studi baru ini, Bos dan timnya menunjukkan bahwa paku, yang memanfaatkan kematian hutan, juga mengalami stres akibat polusi merkuri jauh setelah periode kepunahan. “Kami menemukan empat periode lagi dengan tingkat merkuri tinggi dan banyaknya spora paku yang cacat dalam 1,3 hingga 2 juta tahun setelah periode kepunahan,” jelas Bos.
Isotop Merkuri
Data penting dihasilkan di Tianjin University (China) oleh Wang Zheng, seorang ahli geokimia yang mengkhususkan diri dalam studi isotop logam. Merkuri memiliki isotop stabil yang berperilaku berbeda di lingkungan. Selama reaksi di alam, seperti pelepasan dari vulkanisme, deposisi dari atmosfer, dan penyerapan oleh organisme, isotop merkuri dapat berubah.
Perubahan Iklim dan Polusi Beracun
Data gabungan dari geokimia dan mikrofosil menggambarkan rangkaian peristiwa yang lebih kompleks dan berlangsung lama, dimulai dengan vulkanisme besar yang memicu perubahan iklim dan melepaskan polutan beracun, diikuti oleh gangguan episodik setelah peristiwa kepunahan yang berlangsung setidaknya selama 1,3 juta tahun.
Dalam penelitian ini, tim peneliti menunjukkan bahwa campuran pemanasan rumah kaca dan polusi menyebabkan gangguan ekosistem yang terus-menerus. Ekosistem pesisir kemungkinan besar paling menderita karena menerima sejumlah besar merkuri yang dipindahkan dari area tangkapan yang luas. Akhirnya, sistem pulih selama periode Sinemurian, ketika hutan yang stabil muncul. Pada saat itu, Bumi mungkin sudah membersihkan dirinya sendiri, kadar karbon dioksida turun, dan merkuri terkubur di sedimen laut lepas.
Referensi :
[1] https://www.uu.nl/en/news/climate-change-and-mercury-pollution-stressed-plants-for-millions-of-years diakses pada 31 Mei 2024
[2] Remco Bos, Wang Zheng, Sofie Lindström, Hamed Sanei, Irene Waajen, Isabel M. Fendley, Tamsin A. Mather, Yang Wang, Jan Rohovec, Tomáš Navrátil, Appy Sluijs, Bas van de Schootbrugge. Climate-forced Hg-remobilization associated with fern mutagenesis in the aftermath of the end-Triassic extinction. Nature Communications, 2024; 15 (1) DOI: 10.1038/s41467-024-47922-0
Alumni S1 Kimia Universitas Negeri Makassar. Pengajar kimia, penulis di warstek.com.