Peran purin dalam kehidupan
Purin merupakan basa nitrogen yang mempunyai struktur heterosiklik yang terkandung dalam DNA dan RNA. Senyawa golongan purin terdiri atas adenin dan guanin. Kedua senyawa purin terrsebut memmpunyai senyawa alami turunan berupa hiposantin dan xantin. Hipoxantin merupakan senyawa turunan langsung dari adeninsedangkan xantin, senyawa turunan dari guanin dan hipoxantin. kedua senyawa tersebutjarang ditemukan sebagai basa dalam DNA dan RNA, tetapi berperan sebagai senyawa antara yang penting dalam proses pembentukan dan pemecahan nukleotida (Garret 2005).
Purin dapat ditemukan pada beberapa tumbuhan seperti jagung, brokololi, asparagus, bayam, timun, terong dan beberapa tumbuhann lain (Kaneko etal., 2014). Purin mempunyai peran penting dalam pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Salah satu turunan purin adalah derivat dari N6 adenin yang mengatur aktivitas sitokinin. Sitokinin alami merupakan derivat dari adenin pada rantai sisi 6-N yang berperan dalam pembelahan sel. Sitokinin bersama dengan auksin merupakan salah satu hormon yang berperan dalam mengatur pertumbuhan dan morfogenesis tumbuhan terutama dalam pembentukan tunas dan akar (El-Bayouki et al., 2010).
Bagaimana peran purin pada tumbuhan?
Peran purin bagi tumbuhan selain sebagai derivat sitokinin yang mengatur proses pembelahan, juga dihasilkan sebagai respon tanaman terhadap stress lingkungan. Xanthin dalam tanaman dioksidasi menjadi allantoin. Allantoin sebagai metabolit perantara merangsang produksi ABA dan meningkatkan toleransi stres abiotik (Akatsu et al. (1996), Watanabe et al. (2010), Watanebe et al. (2014), Takagi et al.( 2016)). Sedangkan pada padi-padian allantoin memicu respons stres dengan secara meningkatkan tingkat osmoprotektan seperti gula terlarut dan proline bebas (Wang et al., 2012).
Bagaimana jika kadar purin berlebih dalam tubuh?
Purin tidak hanya berperan dalam tumbuhan juga pada manusia yaitu sebagai sumber asam amino yang merupakan bahan utama penyusunan DNA dan RNA. Kebutuhan purin yang dikonsumsi tubuh sangatlah sedikit,hal ini disebabkan karena purin dapat disintesis secara de novo dan dapat digunakan kembali oleh tubuh sehingga kebutuhan purin dari makanan yang dikonsumsi sangatlah sedikit. Purin dari makanan yang tidak dibutuhkan tubuh akan dikatabolisme dengan produk akhir asam urat (Zöllner, 1982).
Purin yang berlebih dalam darah dapat menyebabkan asam urat dengan melalui beberapa tahap (Gambar 1), diawali dengan adenosine yang mengalami deaminasi menjadi inosin dengan bantuan enzim adenosin deaminasi. ikatan N-glikosida inosin dan guanosin mengalami fosforilasi oleh enzim nukleosida purin fosforilase dan melepas senyawa ribosa 1-fosfat dan basa purin. Hipoxantin dan guanin selanjutnya membentuk xantin dalam reaksi yangdikatalisasi masing-masing oleh enzim xantin oksidase dan guanase . Tahap akhir adalah pembentukan asam urat dari xantin yang mengalami oksidasi oleh enzim xantin oksidase.
Gambar 1. Katabolisme purin menjadi asam urat (Murray etal., 2009)
Tingkat normal asam urat dalam darah adalah 7 mg/ dL atau 420 Pmol per L yang diperlukan untuk tubuh sebagai antioksidan dan melapisi pembuluh darah sehingga mencegah kerusakan pembuluh darah (Hafez etal., 2017). Asam urat yang tinggi dapat mengakibatkan beberapa gangguan dalam tubuh terutama ketika terjadi penumpukan asam urat yang mengkristal membentuk  kristal monosodium. Penumpukan kristal tersebut pada organ tertentu dapat menyebabkan hiperurisemia.  Hiperurisemia merupakan kondisi ketika tubuh memproduksi asam urat dalam jumlah banyak, ekskresi asam urat yang terganggu atau karena keduanya, sehingga terjadi penumpukan asam urat dalam darah (Xiang et al., 2014).
Apa yang dimaksud dengan hierurisemia?
Secara patologi hiperurisemia dapat menyebabkan beberapa penyakit seperti gout atau peradangan sendi yang terjadi karena penumpukan asam urat yang mengkristal pada bagian sendi. Selain menyebabkan gout juga menyebabkan penyakit lain seperti hipertensi, gagal ginjal (Azmi etal., 2012) dan penyakit jantung (Wu etal., 2016) . Hiperurisemia merupakan faktor utama penyebab penyakit gout, menurut WHO (2013) pada tahun 1990-2010 terjadi kenaikan jumlah penderita penyakit gout mencapai 2 kali lipat. Penderita hiperurisemia di Amerika Serikat mengalami peningkatan dan mempengaruhi 21% orang dewasa dan penderita gout mencapai 4%. Sedangkan data patologi penderita gout di Indonesia masih belum terdata hanya saja prevelensi penyakit gout di Indonesia terjadi pada usia di bawah 34 tahun sebesar 32% dan di atas 34 tahun mencapai 68% (WHO, 2013).
Bagaimana cara diet pada penderita gout?
Penderita gout sangat dianjurkan melakukan diet rendah purin dengan membatasi bahkan menghindari konsumsi makanan dengan purin tinggi. Dalam terapi nutrisi, dianjurkan jumlah diet purin harus kurang dari 400 mg per hari (Kaneko etal., 2014).  Makanan dengan kandungan purin tinggi (100-1000 mg /100 g bahan makanan) harus dihindari. Makanan dengan kadar purin tinggi seperti jeroan, ekstrak daging/ kaldu, bouillon, bebek, ikan sardine, makarel dan remis. Sedangkan makanan dengan purin sedang harus dibatasi komsumsinya maksimal 50-75 g (1-1 ½ potong) daging, ikan atau unggas, atau 1 mangkok (100 g) sayuran sehari. Bahan makanan purin sedang terdiri atas ayam, udang , kacang kering dan hasil olahannya, asparagus, bayam, daun singkong, kangkung, daun dan biji melinjo.
Sumber:
- Akatsu, M., Y. Hosoi, H. Sasamoto, and H. Ashiharai. 1996. Purine Metabolism in Cells of a Mangrove Plant, Sonneratia alba, in Tissue Culture. Plant Physiology. 149: 133-137.
Azmi, S. M. N., P. Jamal, and A. Amid. 2012. Xanthine oxidase inhibitory activity from potential Malaysian medicinal plant as remedies for gout. International Food Research Journal. 19(1): 159-165.
El-Bayouki, K. A. M., W.M. Basyouni, and W.M.A. Tohamy. 2010. New Purine Derivatives of Potential Plant-Growth Regulating Properties . Egypt. J. Chem. 53(6): 803- 820. - Garret, R., Grisham, C. 2005. Nucleotides and Nucleic Acid. Biochemistry. 3rdEdittion. Thomson Books/Cole. USA.
Hafez, R. M., T. M. A. Rahman, R. M. Naguib. 2017. Uric Acid in Plants and Microorganisms: Biological Applications and Genetics – A Review. Journal of Advanced. 8: 475–486.
Kaneko, K., Y. Aoyagi, T. Fukuuchi, K. Inazawa, and N. Yamaoka. 2014. Total Purine and Purine Base Content of Common Foodstuffs for Facilitating Nutritional Therapy for Gout and Hyperuricemia. Biol. Pharm. 37(5) 709–721. - Murray,R., V.Rodwell, D. Bender, K. M. Botham, P. A. Weil, and P. J. Kennelly. 2009. Harper’s Illustrated Biochemistry, 28th Edition. McGraw Hill Professional.
- Wang P., C. H. Kong, B. Sun, and X.H. Xu. 2012. Distribution and Function of Allantoin (5-ureidohydantoin) in Rice Grains. Journal of Agricultural and Food Chemistry. 60: 2793–2798.
Zöllner, N. 1982. Purine and Pyrimidine Metabolism. The Proceedings of the Nutrition Society. 41(3):329-342. - Watanabe S., A. Nakagawa, S. Izumi, H. Shimada, and A. Sakamoto. 2010. RNA Interference-Mediated Suppression of Xanthine Dehydrogenase Reveals the Role of Purine Metabolism in Drought Tolerance in Arabidopsis. FEBS Letters. 584:1181–1186.
- Watanabe, S., M. Matsumoto, Y. Hakomori, H. Takagi, H. Shimada, and A. Sakamoto. 2014. The Purine Metabolite Allantoin Enhances Abiotic Stress Tolerance Through Synergistic Activation of Abscisic Acid Metabolism. Plant, Cell and Environment. 37: 1022–1036.
- Wu, A. H., J. D. Gladden, M. Ahmed, A. Ahmed, and G. Filippatos. 2016. Relation of Serum Uric Acid to Cardiovascular Disease. International Journal of Cardiology. 213: 4–7.