Rekayasa Lingkungan (Pekarangan, Taman Bermain) Melalui Intervensi Hutan Mini & Dampaknya Terhadap Kesehatan Mental dan Peningkatan Sistem Kekebalan Tubuh (Imunitas) Anak-anak

Sebagian dari kita pasti pernah mengalami bentuk perhatian kritis orang tua ketika anak-anaknya bermain di luar rumah, tanah pekarangan, mandi […]

blank

Sebagian dari kita pasti pernah mengalami bentuk perhatian kritis orang tua ketika anak-anaknya bermain di luar rumah, tanah pekarangan, mandi hujan dan atau bermain di tempat yang jorok. Hal ini adalah sangat wajar ketika ketakutan para orang tua terhadap penyakit, bahaya, dan faktor pertimbangan lainnya. Berbeda hal ketika tempat bermain tersebut adalah di alam yang bebas, dalam hal ini yang dimaksud adalah seperti taman bermain, dan atau pekarangan sendiri yang dipenuhi dengan pepohonan dan tanaman. Intervensi hutan mini yang memiliki kelengkapan unsur alam seperti pepohonan, tanaman bunga, tanaman buah, rerumputan, dan tanah pada area bermain anak ternyata dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh pada anak-anak.

Sepanjang sejarah manusia di masa lampau dan termasuk nenek moyang kita juga, saat itu anak-anak tumbuh besar dan bermain di lingkungan alam bebas. Membaca kata alam bebas sebagian dari kita mungkin berpikir seakan-akan adalah dunia alam yang liar tanpa kendali dan tanpa sentuhan dari produk karya tangan manusia. Kalau dipikir-pikir ada benarnya juga, akan tetapi kalau kita lihat dalam perkembangannya ketika manusia itu hidup ia akan hidup secara berkelompok atau secara individual untuk kemudian berinteraksi dengan sesamanya atau lingkungan sosialnya dan mengembangkan diri terhadap nilai, norma, dan mengatur interaksi tersebut maka ketika terjadi interaksi dan perkembangan akan terciptalah suatu karya dari manusia itu sendiri untuk mempermudah kehidupan mereka atas tuntutan kebutuhan hidupnya.(15)

Akan tetapi dalam pembahasan kita kali ini, kita akan persempit penggunaan kata alam bebas menjadi pemahaman kepada kondisi alam yang bebas dengan kondisi ruang alaminya ataupun dengan kondisi ruang yang sudah di intervensi atau direkayasa oleh tangan manusia.

Alam bebas dan kesehatan mental manusia

Alam bebas seperti hutan, taman kota, atau lingkungan seperti pedesaan ternyata sangat baik bagi kesehatan mental manusia secara psikologis, fisiologis, dan sistem kekebalan tubuh kita secara medis. Terhubung dengan alam bebas merupakan kondisi alami manusia sejak dahulu kala, dimana selama ribuan tahun alam adalah rumah bagi manusia(3) dan tempat untuk berinteraksi dan belajar bagi manusia.

Steve Taylor seorang dosen psikologi di Leeds Becket University Inggris dalam tulisannya mengatakan bahwa beberapa tahun terakhir ini para peneliti telah menyadari sebuah jenis terapi baru yang cukup ampuh, yang sama efektifnya dengan psikoterapi atau pengobatan tradisional untuk melawan depresi. Dan menurutnya, terapi ini sepenuhnya gratis tanpa harus membayar sepeserpun dan sepenuhnya dapat diakses oleh siapa saja dan kapan saja secara bebas. Ini bahkan bukan lah jenis terapi baru, karena terapi ini lebih tua dari keberadaan ras manusia. Terapi ini yang disebut sebagai ecotheraphy (ekoterapi / terapi ekologis) – kontak dengan alam. Lebih lanjut Taylor mengatakan pada tahun 2007 para peneliti di University of Essex dalam penelitiannya menemukan bahwa dari sekelompok orang yang menderita depresi, 90% merasakan tingkat harga diri yang lebih tinggi setelah berjalan-jalan di taman pedesaan, dan hampir tiga perempatnya merasa lebih sedikit depresi. Survei lain yang dilakukan oleh tim peneliti yang sama menemukan bahwa 94% orang dengan penyakit mental percaya bahwa kontak dengan alam dapat membuat suasana hati mereka lebih positif.(4)

Sangat menarik, bagaimana cara alam terhubung langsung dengan manusia dan menyembuhkannya. Kontak dengan alam dapat membuat pikiran kita menjadi lebih positif, efek terapi yang dihasilkan oleh alam tidak lain dikarenakan oleh keterikatan kita sebagai manusia dengan alam dari dahulu kala sejak nenek moyang kita dan evolusi-evolusi yang terjadi setelahnya. Perasaan aman dan nyaman yang diberikan oleh alam adalah sebuah koneksi informasi yang terjadi baik itu secara emosional maupun spiritual. Sejatinya manusia sebagai makhluk hidup adalah merupakan satu kesatuan dari alam itu sendiri sehingga seharusnya tercipta keseimbangan dan keharmonisan antar keduanya.

Di Jepang masyarakatnya memiliki kebiasaan yang unik yaitu menyatu dengan alam atau yang lebih dikenal dengan shinrin-yoku atau forest bathing atau nature therapy. Kegiatan ini dilakukan untuk menyembuhkan diri, me-refresh pikiran, memperbaiki kesehatan mental. Terapi ini dilakukan dengan berjalan santai dihutan tanpa alas kaki, aktifitas yang dilakukan cukup sederhana seperti berjalan kaki, tidak melakukan pekerjaan yang berat, menghirup udara segar bebauan tanah dan pepohonan, mencoba menyatu dengan alam.(3,1,6)

Gambar 1. Konsep terapi alam (Yoshifumi Miyasaki)(3)

Margaret Hansen seorang professor emerita dari University of San Fransisco dalam tulisannya mengatakan bahwa seorang individu yang tinggal dan berinteraksi dengan area hijau terbuka akan menjadi lebih energik, memiliki kondisi kesehatan yang lebih baik, memiliki dan atau menyadari rasa lebih terhadap tujuan hidup.(1,5)

Alam memiliki manfaat besar bagi otak manusia dan ini ditunjukan dengan adanya peningkatan kebahagian, kesehatan / kesejahteraan dan kognisi. Sejarah mengatakan, Cyrus The Great secara intuitif membangun taman hijau yang subur di Ibu Kota Persia pada 2500 tahun yang lalu untuk meningkatkan kesehatan manusia dan ingin mempromosikan sebuah rasa “ketenangan” di sebuah kota yang sibuk. Seorang ahli kesehatan Swiss-Jerman pada abad ke-16, Paracelcus, menyatakan bahwa “Seni penyembuhan berasal dari alam, bukan dari ahli pengobatan”.(7)

Kaplan and Kaplan mengatakan dalam bukunya bahwa paparan rangsangan yang terjadi secara alami dan yang menstimulasi ke 5 panca indera manusia akan memiliki sebuah efek langsung pada peningkatan sistem saraf parasimpatis dan kesadaran yang meningkat yang mengarah pada sebuah keadaan relaksasi. (8)

Intervensi hutan mini di area taman bermain, pekarangan dan pengaruhnya terhadap peningkatan sistem kekebalan tubuh anak-anak

Berdasarkan hasil penelitian observasional yang baru-baru ini dilakukan oleh Marja I. Roslund dkk(9) di Finland, bahwa aktifitas permainan anak di luar ruangan dengan konsep taman atau pekarangan rumah melalui intervensi hutan mini ternyata dapat meningkatkan sistem imun atau kekebalan tubuh pada anak-anak. Para ilmuan percaya bahwa anak-anak yang bermain di luar ruangan dengan intervensi hutan mini dan kelengkapan unsur alam secara alami dapat lebih mengembangkan mikroba yang lebih beragam pada tubuh mereka secara signifikan baik itu di kulit dan juga usus dibandingkan dengan anak-anak yang tempat bermainnya bukan di taman atau pekarangan yang di intervensi.

Sebuah hasil studi observasional yang dilakukan oleh para peneliti tersebut menunjukan bahwa penyakit yang di mediasi oleh kekebalan tubuh lebih sering terjadi pada populasi yang mengadopsi gaya hidup perkotaan modern daripada populasi dengan gaya hidup pra-industri. Salah satu hipotesis utama mereka berpendapat bahwa alasan utama pola ini adalah hilangnya atau berkurangnya keanekaragamanhayati yang nyata di lingkungan kehidupan modern.

Ketiadaan atau kurangnya kontak manusia dengan alam bebas (keanekaragamanhayati) di perkotaan dapat membatasi paparan mikrobiota yang beragam dan meningkatkan paparan bakteri patogen di daerah padat bangunan. Dikatakan pula, bahwa tingkat kebersihan yang tinggi dan gaya hidup perkotaan dengan mengkonsumsi makanan olahan dan penggunaan antibiotik juga mempengaruhi mikrobiota komensal pada manusia. Polutan perkotaan dapat mengubah komunitas mikroba yang terkait dengan kesehatan manusia dan penyakit yang dimediasi oleh kekebalan. Dan, semua faktor ini dapat menyebabkan ketidakseimbangan mikroba yang disebut sebagai disbiosis, dimana dikaitkan dengan penyakit yang dimediasi oleh kekebalan.

Dalam tulisannya terkait hipotesis keanekaragamanhayati atau yang lebih dikenal dengan Biodiversity Hypothesis(10), Prof. Tari Haahtela menyatakan bahwa kontak dengan lingkungan alami memperkaya mikrobioma manusia, meningkatkan keseimbangan kekebalan, dan melindungi diri dari alergi dan gangguan inflamasi. Kita dilindungi oleh dua lapisan keanekaragaman hayati, yaitu mikrobiota lapisan luar (tanah, air alami, tumbuhan, hewan) dan mikrobiota lapisan dalam (usus, kulit, saluran udara), dan kemudian yang terakhir juga tentunya adalah bakteri-bakteri lainnya yang mendiami tubuh kita dan mengkolonisasi dari lapisan luar. Ledakan populasi manusia dan evolusi budaya sangat mengubah lingkungan dan gaya hidup manusia. Imunotoleransi adalah kunci pencegahan dan pengobatan yang lebih efektif terhadap alergi dan gangguan inflamasi kronis yang pada umumnya mengeksplorasi determinan dari imunotoleransi. Kehilangan faktor imunoprotektif yang berasal dari alam, adalah jenis risiko kesehatan baru. Perkembangan hipotesis keanekaragamanhayati tentang kesehatan dan penyakit memiliki dampak sosial, seperti misalnya terhadap pengaturan tata kota, produksi pangan dan energi, serta konservasi alam. Sehingga menurutnya, ada sebuah pesan bagi setiap kita manusia untuk selalu menjaga kesehatan, mendekatkan diri pada alam dan bersentuhan langsung secara nyata dengan alam dan menikmati pengalaman tersebut untuk kebaikan.

Apa itu mikrobioma?

Mikrobioma adalah seluruh mikroba yang hidup di tubuh manusia, hewan, tumbuhan, dan sebagainya. Tubuh manusia sebagian besar terdiri atas mikroba. Kata mikrobioma pertama kali digunakan oleh Joshua Lederberg untuk menggambarkan komunitas ekologi mikroorganisme komensal, simbion atau patogen yang secara langsung menempati suatu ruang di tubuh. Terdapat sekitar 10-100 triliun mikrobioma pada manusia. Setiap 10 miliar sel tubuh manusia, terdapat 10 sel mikroba hidup di dalamnya. Sel manusia mengekspresikan lebih dari 20.000 gen, tetapi total ekspresi gen dalam tubuh mencapai jutaan gen. Mayoritas sisa gen tersebut dibawa oleh mikroba. Mikrobioma yang berasosiasi dengan manusia disebut mikrobiota namun, penggunaan kata mikrobioma dan mikrobiota juga sering digunakan secara bersamaan. Jumlah mikrobioma pada manusia paling banyak terdapat di usus. Bakteri pada mikrobioma manusia memiliki peran pada imunitas, nutrisi, dan perkembangan manusia. Mikrobioma berperan pada pengaturan proses biologis dan fisiologis tubuh. Adanya disfungsi sistem imun dan kesalahan regulasi inflamasi merupakan penyebab non-communicable disease and conditions (NCDs). Selain itu, gangguan pada mikrobioma dapat meningkatkan risiko infeksi. Manusia merupakan mahkluk dengan beragam ekosistem, sebagian besar ekspresi genom dalam kehidupan manusia dibawa oleh mikrobioma. Tubuh manusia mengekspresikan 25.000 gen dari genom manusia dan hampir 10 juta gen sisanya diekspresikan oleh mikrobioma. Domain mikroba penyusun tubuh manusia terdiri atas bakteri, archaea, dan eukariosit. Semua sistem dan imunitas pada manusia memerlukan interaksi dengan mikroba agar dapat menjalankan fungsinya secara biologis dan fungsional. (Pratiwi P. Sudarmono)(11)

Jadi, sekarang kita dapat lebih memahami bahwa bakteri yang terdapat pada tubuh manusia tentunya memiliki peran yang baik untuk menjaga sistem kerja tubuh kita. Peran bakteri baik ini dibutuhkan untuk menjaga sistem kekebalan tubuh yang terdapat di dalam saluran cerna manusia yaitu di dalam usus.

Menurut ahli nutrisi dan natropath di Paddington Clinic, Tracey Loiterton, memiliki banyak flora usus dalam sistem penceranaan penting untuk menjaga sitem kekebalan tubuh yang kuat pada anak dalam masa pertumbuhan. “Flora usus adalah pelaku utama penjaga sistem kekebalan tubuh anak. Ini adalah sistem pertahanan alami tubuh yang membuat anak tetap sehat. Pada awal masa pertumbuhan anak, inilah bakteri usus yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan pembentukan organ penting,” kata Loiterton. (Kumparan.com)(12)

Lewat keberagaman koloni bakteri ini, usus yang disebut sebagai otak kedua bisa berkomunikasi langsung dengan otak, pusat segala fungsi tubuh. Lewat bakteri-bakteri ini pula usus dapat merasakan dan memberikan respon langsung terhadap apa yang sedang terjadi pada tubuh. Misalnya, ketika anda sedang panik atau tertekan saat demam panggung, tiba-tiba perut terasa sakit melilit sampai ingin muntah. Selain berkomunikasi dengan otak, bakteri-bakteri ini juga berinteraksi dengan sistem imun manusia. Pada tubuh orang sehat, mikroba usus merangsang sistem kekebalan tubuh sesuai kebutuhan sehingga cukup baik untuk menjinakkan kuman pembawa penyakit yang masuk ke dalam tubuh (misal, saat anda makan dan lupa cuci tangan), sementara di saat yang sama juga mengekang peningkatan bakteri tersebut agar tidak keliru melancarkan serangan balik ke tubuh. Setiap jenis sel dari sistem kekebalan tubuh dipengaruhi oleh bakteri dalam banyak cara. Beberapa bakteri memiliki pengaruh yang kuat, sementara yang lain memiliki efek yang jauh lebih halus. Sangat sedikit mikroba yang tidak menghasilkan efek sama sekali. Beberapa bakteri mendorong aktivitas sel tertentu, sementara yang lain menghambat aktivitas sel yang sama. Efek berlawanan ini mengindikasikan adanya mekanisme penyeimbang untuk memastikan bahwa tidak ada bakteri tunggal yang dapat mendominasi pengaruhnya terhadap sistem kekebalan tubuh. Demikian pula, beberapa bakteri meningkatkan gen tertentu, sementara yang lain menurunkan regulasinya. Ini menunjukkan bahwa mikroba dapat menyeimbangkan efek pada ekspresi genetik usus. Adanya gangguan baik pada jalur komunikasi bakteri dan sel tubuh maupun keselarasan ragam bakteri dalam usus manusia bisa mengacaukan fungsi sistem kekebalan tubuh dan proses metabolismenya. (Hellosehat.com)(13)

Dalam artikel lainnya (sainspop.com)(14) menuliskan bahwa perbedaan iklim di benua yang berbeda pun, akan membuat masing-masing bagian tubuh menyediakan lingkungan yang khas sebagai habitat para mikroba. Karenanya, setiap bagian tubuh memiliki struktur mikrobioma nya tersendiri. Misalnya, sekitar separuh anggota mikrobioma kulit adalah bakteri dari filum Actinobacteria. Sedangkan penghuni usus hampir seluruhnya disusun oleh bakteri dari dua filum saja, Bacteroidetes dan Firmicutes.

Ternyata peran mikrobioma sangat-sangat penting didalam sistem tubuh kita, sebagaimana kita ketahui bahwa kita manusia tersusun atas peran-peran dari mikrobioma tersebut.

Lebih lanjut dalam penelitian yang dilakukan oleh Marja I. Roslund dkk(9), menyatakan, bahwa penentu kehidupan awal mikrobiota usus termasuk cara kelahiran, genetika, penggunaan antibiotik, diet, dan faktor lingkungan lainnya sangat berpengaruh. Mikrobiota usus anak umur 1 tahun sangat didominasi oleh Faecalibacterium, Bacteroides, dan Anaerostipes, mikrobiota usus dewasa yang sehat dicirikan oleh filum Bacteroidetes dan Firmicutes, khususnya genera Bacteroides dan Prevotella. Lactobacillales merupakan ordo dominan yang terdapat pada kulit anak usia 1 tahun, dan keanekaragaman mikrobiota kulit akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Alasan inti mengapa mikrobiota kulit berubah seiring bertambahnya usia terkait dengan fisiologi manusia dan peningkatan pengaruh faktor eksternal. Taksa bakteri yang dominan pada kulit orang dewasa yang sehat dicirikan oleh filum Actinobacteria, Firmicutes, dan Proteobacteria, terutama marga Propionibacterium, Staphylococcus, dan Corynebacterium. Actinobacteria dan Proteobacteria juga merupakan filum dominan di tanah. Sementara komunitas bakteri kulit dan tanah mengandung beberapa taksa yang sama, taksonomi bakteri sangat berbeda antara komunitas tanah dan usus. Terlepas dari perbedaan taksonomi ini, temuan terbaru menunjukkan bahwa jenis penutup tanah dan vegetasi taman di sekitar tempat tinggal permanen berdampak pada mikroflora usus.

Itulah kenapa di dunia modern saat ini yang dipenuhi dengan bangunan perlu suatu rekayasa lingkungan perkotaan hijau melalui intervensi hutan mini yang kaya dengan unsur keanekaragamanhayati pada lokasi tempat bermain anak-anak. Artinya, ada sentuhan langsung, pengalaman pembelajaran nyata dari anak-anak untuk bersentuhan langsung dengan alam, tanah, dan vegetasi.

Dalam penelitiannya para peneliti melakukan observasi kepada 75 anak perkotaan yang berusia 3-5 tahun yang tinggal di 3 lingkungan penitipan anak yang berbeda-beda dengan perlakuan intervensi (i) pekarangan standar tanpa intervensi, (ii) pekarangan dengan intervensi elemen keanekaragamanhayati, dan (iii) tempat penitipan anak yang memang berorientasi pada alam dimana pada tempat tersebut anak-anak akan mengunjungi hutan terdekat setiap harinya. Para peneliti mengukur mikrobiota kulit dan usus, kadar sitokin plasma, dan frekuensi Treg darah pada anak-anak ini sebelum dan setelah periode intervensi selama 28 hari. Selain itu, para peneliti membandingkan mikrobiota lingkungan antara taman penitipan anak standar tanpa intervensi dan yang sudah di intervensi. Berdasarkan studi perbandingan sebelumnya di antara anak-anak tersebut, para peneliti berhipotesis bahwa intervensi keanekaragaman hayati akan mempengaruhi mikrobiota komensal anak-anak dan bahwa terjadi perubahan positif dalam keanekaragaman mikroba kulit yang akan dikaitkan dengan peningkatan sekresi sitokin imunoregulasi dan atau peningkatan sel Treg setelah percobaan.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan selama 28 hari oleh para peneliti dari berbagai latar belakang keahlian tersebut, didapatkan bahwa perlakuan rekayasa lingkungan atau yang kita sebut sebelumnya dengan intervensi hutan mini yang kaya dengan unsur keanekaragamanhayati memicu adanya aktifitas mikroba yang dikaitkan dengan adanya perubahan pada kulit dan mirkobiota usus pada anak-anak yang mereka teliti. Sehingga dari hasil penelitian tersebut terlihat adanya perubahan tingkat sitokin plasma dan frekuensi sel Treg.

Hasil temuan para peneliti tersebut memperlihatkan adanya paparan keanekaragaman mikroba dari intervensi lingkungan hutan mini yang dapat mengubah mikrobioma dan memodulasi fungsi sistem kekebalan pada anak-anak. Menurut mereka intervensi hutan mini tersebut mungkin telah merangsang jalur imunoregulasi. Sehingga, secara keseluruhan menunjukkan bahwa dimungkinkan untuk memodulasi sistem kekebalan dengan tindakan yang relatif sederhana yaitu mengubah lingkungan hidup anak-anak di masyarakat perkotaan dengan intervensi hutan mini melalui perlakuan rekayasa lingkungan dengan memuat unsur-unsur lengkap dari alam itu sendiri. Adanya unsur-unsur alam dapat menjadi sebuah media pembelajaran yang beragam bagi tubuh anak-anak itu sendiri dan juga terhadap perkembangan otak dan kesehatan mental. Kontak langsung dengan media tanah dan vegetasi menjadi sarana pembelajaran langsung anak-anak terhadap alam dan juga bagi tubuhnya sendiri yang diperlihatkan dengan penilaian hasil yang positif dari perlakuan anak-anak di 3 tempat rekayasa percobaan penelitian. Memberikan anak-anak tersebut pengalaman langsung setiap harinya untuk kontak dengan beragam  keanekaragamanhayati yang aman bagi anak-anak seperti taman bermain, tempat penitipan anak, atau halaman sekolah, atau halaman pekarangan rumah dengan konsep intervensi keanekaragamanhayati menurut para peneliti dapat meningkatkan kesehatan anak dengan mengaktifkan jalur regulasi sistem kekebalan tubuh.

Semoga tulisan di dalam artikel ini yang bersumber dari berbagai referensi dapat membuat pikiran dan pemahaman kita menjadi lebih mantap. Bahwa, sangat penting bagi kita manusia untuk menjaga keseimbangan alam dan lingkungan kita. Sebagaimana kita ketahui bahwa manusia tercipta berdampingan bersama dengan alam, bahkan alam lebih dahulu diciptakan sebagai ruang tinggal bagi manusia, kita terkoneksi bersama alam, dan alam pun menyediakan berbagai hal yang kita butuhkan bahkan untuk kesehatan kita baik itu secara psikologis (mental) dan juga kesehatan fisik tubuh kita secara fisiologis. Hal tersebut juga berlaku bagi kesehatan perkembangan anak-anak seperti yang dibahas pada tulisan diatas, dimana kegiatan atau aktifitas di alam bebas dapat membuat sistem kekebalan tubuh dan mentalitas anak-anak menjadi lebih baik, tentunya tanpa mengabaikan peran dan pengawasan dan juga kebijaksanaan orang tua ataupun orang dewasa di dalam mengawasi aktifitas anak-anak tersebut ketika bermain dan belajar di alam bebas.

Referensi

  1. Hansen MM, Jones R, Tocchini K. Shinrin-Yoku (Forest Bathing) and Nature Therapy: A State-of-the-Art Review. Int J Environ Res Public Health. 2017;14(8):851, DOI: 10.3390/ijerph14080851. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5580555/. Diakses 30 Oktober 2020
  2. Song C, Ikei H, Miyazaki Y. Physiological Effects of Nature Therapy: A Review of the Research in Japan. Int J Environ Res Public Health. 2016 Aug 3;13(8):781, DOI: 10.3390/ijerph13080781. https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/27527193/. Diakses 30 Oktober 2020
  3. Iqbal M. 2018. Alam Juga Bisa Menyembuhkan. https://pijarpsikologi.org/alam-juga-bisa-menyembuhkan/. Diakses 30 Oktober 2020
  4. Taylor S. 2012. The Power of Nature: Ecotherapy and Awakening. Why is contact with nature so good for us?. https://www.psychologytoday.com/us/blog/out-the-darkness/201204/the-power-nature-ecotherapy-and-awakening. Diakses 30 Oktober 2020
  5. Sifferlin A. 2016. The Healing Power of Nature. https://time.com/4405827/the-healing-power-of-nature/. Diakses 30 Oktober 2020. https://litchfieldmontessori.org/uploads/files/The%20Leaf/Healing%20Power%20of %20Nature.pdf. Diakses 30 Oktober 2020
  6. Li Q. 2018. ‘Forest Bathing’ Is Great for Your Health. Here’s How to Do It. https://time.com/5259602/japanese-forest-bathing/. Diakses 30 Oktober 2020
  7. Williams F. 2016. This Is Your Brain on Nature. https://www.nationalgeographic.com/magazine/2016/01/call-to-wild/. Diakses 30 Oktober 2020
  8. Kaplan, dkk. 1989. A psychological perspective. New York: Press Syndicate. https://www.hse.ru/data/2019/03/04/1196348207/[Rachel_Kaplan,_Stephen_Kaplan]_The_Experience_of_(b-ok.xyz).pdf. Diakses 30 Oktober 2020
  9. Roslund MI, dkk. Biodiversity intervention enhances immune regulation and health-associated commensal microbiota among daycare children. Science Advances. 2020; Vol. 6, no. 42, eaba2578, DOI: 10.1126/sciadv.aba2578. https://advances.sciencemag.org/content/6/42/eaba2578. Diakses 29 Oktober 2020
  10. Haahtela T. A biodiversity hypothesis. EAACI. 2019; Vol. 74, Issue 8, DOI: 10.1111/all.13763. https://onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1111/all.13763. Diakses 30 Oktober 2020
  11. Pratiwi P, Sudarmono. Mikrobioma: Pemahaman Baru tentang Peran Mikroorganisme dalam Kehidupan Manusia. Journal Kedokteran Indonesia. 2016;Vol. 4, No. 2, DOI: 10.23886/ejki. 4.6291.71-5. http://journal.ui.ac.id/index.php/eJKI/article/viewPDFInterstitial/6291/3712%3BMikrobioma. Diakses 30 Oktober 2020
  12. Anonim. 2018. Flora Usus, Bakteri Baik untuk Kekebalan Tubuh Anak. https://kumparan.com/kumparanmom/flora-usus-bakteri-baik-untuk-kekebalan-tubuh-anak. Diakses 30 Oktober 2020
  13. Quamila A. 2017. Ketangguhan Daya Tahan Tubuh Anda Bisa Diukur dari Bakteri Dalam Usus. https://hellosehat.com/hidup-sehat/tips-sehat/pengaruh-bakteri-usus-pada-kekebalan-tubuh/#gref. Diakses 30 Oktober 2020
  14. Ayunina RF. 2019. Mikrobioma, Para Tamu Mungil Penghuni Tubuh Kita. https://sainspop.com/blog/2019/03/04/mikrobioma-para-tamu-mungil-penghuni-tubuh-kita/. Diakses 30 Oktober 2020

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *