SABS: Inovasi Pendidikan Ala Kartini

Ditulis Oleh Sinta Ari Susanti Salah satu permasalahan yang mendasar dan tak kunjung usai di Indonesia ialah masalah pendidikan. Harapan […]

blank

Ditulis Oleh Sinta Ari Susanti

Salah satu permasalahan yang mendasar dan tak kunjung usai di Indonesia ialah masalah pendidikan. Harapan pendidikan dalam mencetak generasi hebat dan berkarakter hanya menjadi mimpi dan ilusi jika masalah-masalah pendidikan belum teratasi. Pendidikan berkarakter  yang digadang-gadang sebagai tujuan utama pendidikan  di Indonesia belum tercapai seutuhnya  karena memang   masih  banyak   permasalahan yang menghambatnya. Misalnya saja minimnya akses dan kualitas pendidikan yang tidak merata.

Anis Baswedan menjelaskan  bahwa 75% sekolah yang ada di Indonesia tidak  memenuhi  standar  layanan  minimal  pendidikan  layak  anak  khususnya  di daerah pelosok (Baswedan, 2014). Hal itu sudah menjadi rahasia umum dengan melihat  adanya  permasalahan  kontras  pendidikan  di  Indonesia.  Pendidikan  di daerah kota dapat diakses dengan mudah dan kualitasnya pun sangat jauh berbeda jika dibandingkan pendidikan di daerah pelosok.

Realitas menunjukkan  bahwa belum terpenuhinya  hak pendidikan  untuk bersekolah mengakibatkan  rendahnya kualitas generasi muda bangsa. Di sinilah gap permasalahan yang harus segera diselesaikan. Hak untuk mendapatkan  pendidikan  sudah  sejak  dulu diperjuangkan  oleh sosok  pahlawan wanita kelahiran Jepara -Kartini-. Semangat Kartini dalam memperjuangan pendidikan tidak pernah padam oleh massa walaupun Kartini sudah gugur 115 tahun yang lalu. Semangatnya terwariskan oleh pemuda-pemudi Indonesia, pemuda dengan segudang inovasi dan aksi nyatanya untuk membawa perubahan dalam pendidikan di Indonesia.

Tak  heran  jika  saat  ini  banyak  ditemukan  para  relawan  muda  yang membuat trobosan baru di dunia pendidikan yaitu sekolah alam. Potret kini begitu banyak sekolah alam yang sudah berdiri di berbagai daerah-daerah di Indonesia. Salah satunya, sekolah alam yang terletak di dukuh Panjangan RT 1/RW 1, Desa   Gondangsari,   Kecamatan   Juwiring,   Kabupaten   Klaten,   Provinsi   Jawa Tengah. Sebuah trobosan baru yang merealisasikan harapan-harapan Kartini untuk pendidikan Indonesia. Inovasi pendidikan yang mengedepankan pendidikan yang merdeka dan kreatif.

Sekolah alam tersebut bernama Sekolah Alam Bengawan Solo (SABS), sebuah inovasi pendidikan yang digagas Suyudi agar bisa merangkul anak-anak kurang mampu dalam hal finansial dan menampung siswa-siswi  yang dikeluarkan dari sekolah formal karena dianggap nakal. Bahkan anak-anak hiperaktif  dan  diseleksia  pun  diterima  bersekolah  di SABS (sabs.sch.id,  2016).  Di SABS  ditekankan  bahwa  pendidikan  adalah  hak semua orang tanpa adanya  batasan  yang dapat menghalanginya.  Sesuai dengan apa yang dicita-citakan oleh R.A. Kartini bahwa siapapun berhak untuk mendapatkan pendidikan.

Suyudi (2018) mengatakan bahwa hidup akan terasa lebih indah jika sudah membahagiakan orang lain. Janganlah takut melakukan pembaharuan karena keresahan yang kita miliki dapat membawa kebermanfaatan  bagi sesama. Jiwa- jiwa  yang  seperti  inilah  yang  diwariskan   Kartini  kepada  pemuda  saat  ini, menghalau segala ketakutan yang ada dalam diri untuk membawa kebermanfaatan bagi orang-orang di sekitarnya.

Selain pada pemerataan pendidikan, Suyudi juga mengarah pada pembentukan generasi   yang   berkarakter.   Seperti   yang   dikatakan   Kartini   (1903)   bahwa kesadaran  anak-anak  harus  dibangun,  memenuhi  panggilan  budi dalam masyarakat terhadap bangsa yang akan mereka kemudikan. SABS mengimplementasi alam menjadi ruang untuk membentuk karakter peserta didik. Seperti penerapan leadership ketika jelajah alam. Ketika jelajah pasti membutuhkan tempat tidur, di sini anak-anak sendirilah yang meminta ijin kepada takmir masjid (Suyudi, 2018). Mereka memiliki jiwa leadership baik terhadap diri sendiri maupun teman-teman  yang lain karena pengalaman  hidup  yang mereka dapatkan di SABS.

Hal ini sesuai dengan pendidikan yang baik menurut Kartini, pendidikan  yang bukan semata-mata  didasarkan  atas kecerdasan  otak, melainkan  yang sungguh- sungguh   memperhatikan   pembentukan   akhlak   pula.   Orang   yang   memiliki kecerdasan pikiran yang tinggi belum merupakan jaminan yang mutlak untuk keluhuran budi. Orang-orang  yang memiliki kepandaian  tapi memiliki perasaan yang kasar, tidak sepenuhnya  salah mereka, tetapi mereka salah mendapatakan pendidikan.  Pendidikan  harus  memperhatikan  perkembangan  akhlaknya.  Tanpa budi pekerti, pengajaran  yang terbaik pun tidak akan sampai pada tujuan yang diharapakan.

Kesesuaian antara harapan-harapan Kartini dengan SABS tidak terhenti dalam hal itu saja, melainkan menyeluruh ke dalam aspek-aspek pembelajarannya seperti gaya belajarnya. Gaya belajar yang diterapkan di SABS sangatlah berbeda dengan gaya belajar di sekolah formal. Jika siswa pada umumnya belajar di kelas dengan  jadwal  pelajaran  yang  sangat  kaku  dan  hanya  berorientasi  pada  nilai kognitif, maka berbeda dengan gaya belajar siswa di SABS. Mereka belajar sesuai dengan  tema  yang  mereka  inginkan  setiap  harinya  dan  yang  menjadi  point pentingnya adalah mereka tidak mengejar nilai tapi pemahaman dan kemandirian dalam hidup.

Pendidikan  yang ada di SABS  adalah  pendidikan  yang mengedepankan kebebasan dan kemandirian. Anak-anak diberikan kebebasan dalam bereksplorasi,   bereksperimen,   berekspresi   tanpa   dibatasi   sekat   dinding   dan berbagai aturan yang mengekang rasa ingin tahunya. Konsep pembelajaran yang diterapkan di SABS sesuai dengan konsep yang diharapkan R.A. Kartini. Konsep yang membebaskan siswanya untuk mengembangkan potensi dirinya, menjadi diri mereka sendiri, tumbuh menjadi manusia yang berkarakter dan berwawasan ilmu pengetahuan.

Tidak hanya muridnya saja yang bebas berkreasi tapi para pendidik pun bebas  berkreasi  dalam  menentukan  metode  pembelajarannya.  Kreatifitas  guru tidak  dibatasi  oleh  buku  paket,  kurikulum  dan  target  nilai.  Guru  tidak  hanya mengajar  tapi  juga  mendidik,  tidak  hanya  menjadi  panutan  tapi  bisa  menjadi teman (Cahyaningsih, 2018). Jadi, guru benar-benar paham akan karakter masing- masing muridnya. Sehingga mereka pun sangat mudah dalam menentukan metode pembelajaran yang akan digunakan. Dengan begitu, tujuan dari pembelajaran pun akan sangat mudah tercapai. Kartini sependapat tentang tugas rangkap yang dimiliki oleh guru menjadi pengajar sekaligus pendidik. Guru harus melaksanakan tugas rangkap itu, yaitu kecerdasan pikiran dan budi pekerti! (Kartini, 1903).

Dengan adanya SABS menjadi bukti nyata bahwa semangat Kartini dalam pendidikan masih tertanam kuat pada generasi muda Indonesia  dan  semangat  tersebut  tak  akan  pernah  padam  sepanjang  massa. Harapan dari tulisan ini adalah akan ada Suyudi-Suyudi lainnya yang dengan ikhlas memperjuangkan hak pendidikan sekaligus memperjuangkan tercapainya generasi berkarakter di Indonesia.

Pesan Kartini, “Saya mau! Akan mendorong kita ke puncak gunung. Saya penuh  semangat.  Semangat  saya  menyala-nyala.  Peliharalah  api  itu,  Jangan biarkan padam! Besarkan hati saya, kobar-kobarkan  semangat saya.” (Kartini, 1900). Mewujudkan cita- cita bangsa dengan membentuk generasi muda berkarakter adalah hal yang sangat mudah untuk dicapai. Kuncinya, Semangat!

Referensi:

[1] Baswedan, A. R. (2014). Gawat darurat pendidikan di Indonesia. Jakarta: Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan.

Kartini yang ditulis dalam nota dengan judul “Berilah Orang Jawa Pendidikan” yang ditulis di Jepara pada Januari 1903.

[2] Suyudi. (2016). Sekolah Alam Bengawan Solo. sabs.sch.id diakses pada 7 Mei 2019, 13.15 WIB.

[3] Suyudi & Cahyaningsih.(2018). Penerapan Pendidikan Sekolah yang Membebaskan di Sekolah Alam Bengawan Solo, Juwiring, Klaten, Jawa Tengah. (Wawancara).

[4] Kartini. (2005). Habis Gelap Terbitlah Teran. Jakarta: Balai Pustaka.

1 komentar untuk “SABS: Inovasi Pendidikan Ala Kartini”

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *