Para ilmuwan dibuat sangat terkejut ketika secara tidak sengaja mereka menemukan struktur bawah tanah yang menyerupai kota kecil, namun sepenuhnya ditinggalkan. Yang membuat penemuan ini lebih mengejutkan adalah bahwa ‘kota’ ini ternyata dibangun oleh sekelompok semut. Penemuan ini terjadi dalam sebuah eksperimen ilmiah di mana para peneliti ingin mempelajari bagaimana bentuk sarang semut raksasa di bawah tanah.
Untuk melakukannya, mereka memompa campuran semen ke dalam lubang sarang semut dengan harapan bisa mencetak bentuk ruang-ruang di dalamnya. Proses ini berlangsung selama tiga hari, dan total sekitar 10 ton semen dituangkan ke dalam tanah. Setelah semen mengeras, para ilmuwan mulai menggali dan mengungkap bentuk asli sarang itu. Hasilnya sungguh menakjubkan: mereka menemukan jaringan ruang dan terowongan kompleks yang menyerupai tata letak sebuah kota kecil.
Penelitian ini direkam dan ditampilkan dalam film dokumenter berjudul Ants! Nature’s Secret Power (Semut! Kekuatan Rahasia Alam). Penemuan ini menunjukkan betapa luar biasanya kemampuan semut dalam membangun struktur yang rumit dan terorganisir, tanpa adanya arsitek atau pemimpin tunggal seperti manusia. Sarang semut ini bukan hanya tempat tinggal, tetapi juga sistem transportasi, pusat distribusi makanan, dan ruang untuk membesarkan anak-anak semut—semua dibangun secara kolektif oleh ribuan serangga kecil.
Baca juga artikel tentang: Ternyata Inilah Alasannya Kenapa Semut Terlihat Seperti Bersalaman Saat Berpapasan Satu Sama Lain
Setelah semen yang mereka pompa mengeras, para ilmuwan mulai menggali dan mempelajari bentuk sebenarnya dari struktur bawah tanah tersebut. Semen itu berfungsi seperti cetakan negatif yang memperlihatkan detail-detail sarang semut yang sebelumnya tak kasatmata. Dari hasil penggalian, terlihat betapa luar biasanya ketelitian dan keterampilan semut—serangga kecil berkaki enam—dalam membangun struktur yang begitu kompleks dan besar.
Ukuran “kota semut” ini sangat mengesankan: luasnya mencapai sekitar 50 meter persegi—setara dengan setengah lapangan bulu tangkis—dan membentang sedalam delapan meter ke bawah tanah. Di dalamnya terdapat banyak ruangan dan terowongan yang saling terhubung, membentuk sistem yang terorganisir dengan baik. Setiap ruangan memiliki fungsi berbeda, seperti tempat menyimpan makanan, merawat larva (anak semut), hingga jalur lalu lintas bagi ribuan semut yang bekerja tanpa henti.
Struktur ini menunjukkan bahwa semut tidak hanya menggali tanah secara acak, tetapi membangun sarang dengan perencanaan dan efisiensi tinggi—mirip seperti manusia merancang kota dengan jalan raya, rumah, dan gedung-gedung umum. Yang menakjubkan, semua ini dilakukan tanpa cetak biru, arsitek, atau pemimpin pusat. Ini adalah hasil kerja kolektif ribuan semut yang berkoordinasi secara alami dan efisien.

Struktur sarang semut ini ternyata sangat canggih. Di dalamnya, bahkan terdapat “jalan samping”—semacam jalur alternatif—yang memungkinkan semut untuk menghindari lalu lintas semut lain atau sekadar berkeliling. Ini membuat sistem sarang mereka tampak seperti dirancang oleh seorang arsitek dengan rencana yang matang.
Melihat betapa teraturnya susunan ruangan dan jalur-jalur ini, mungkin kita membayangkan bahwa ada satu pemimpin semut atau semacam ‘otak pusat’ yang mengatur segalanya. Namun, kenyataannya, semua ini dibangun bukan oleh satu individu, melainkan oleh kekuatan yang disebut kehendak kolektif koloni semut. Artinya, seluruh koloni semut—yang terdiri dari ribuan individu—secara alami bekerja sama dan berkoordinasi tanpa arahan langsung. Mereka membentuk semacam “kecerdasan bersama” yang memungkinkan penciptaan struktur yang kompleks.
Tepat di bawah tanah tempat kita berpijak, ribuan semut bekerja tanpa henti dalam kegelapan, menggali, membawa material, dan membangun sistem yang luar biasa rumit. Hebatnya, meskipun dibutuhkan 10 ton semen untuk mengisi dan mengawetkan bentuk sarang ini, para ilmuwan memperkirakan bahwa semut-semut tersebut sebelumnya telah memindahkan sekitar 40 ton tanah hanya untuk menciptakan ruang bagi tempat tinggal mereka.
Untuk memahami betapa kuatnya semut, bayangkan ini: satu semut mampu mengangkat beban antara 10 hingga 50 kali berat tubuhnya sendiri. Itu seperti seorang manusia yang mampu mengangkat mobil kecil sendirian. Dengan kekuatan itu, dan jumlah mereka yang mencapai ribuan dalam satu koloni, semut-semut ini membentuk tim konstruksi yang luar biasa efisien. Bersama-sama, mereka mampu membangun sarang yang menyerupai kota besar—dengan tingkat kompleksitas yang menakjubkan untuk makhluk sekecil itu.

Lalu, muncul pertanyaan: mengapa sarang semut yang begitu megah dan rumit ini bisa kosong dan ditinggalkan begitu saja? Padahal, sarang itu dibangun dengan sangat telaten dan penuh kerja keras oleh ribuan semut.
Jawabannya terletak pada naluri bertahan hidup. Koloni semut sering kali harus meninggalkan sarang mereka jika merasa terancam oleh bahaya. Bahaya itu bisa datang dari predator—hewan pemangsa—yang ingin menyerang sarang dan memakan larva, yaitu bayi-bayi semut yang masih sangat rentan. Bahkan sesama semut dari spesies lain bisa menyerbu sarang untuk mencuri makanan atau menghancurkan koloni.
Selain ancaman dari makhluk hidup, kondisi lingkungan juga bisa menjadi penyebab. Misalnya, hujan deras dapat menyebabkan banjir yang merembes ke dalam terowongan bawah tanah dan membuat sarang tidak lagi aman untuk dihuni. Dalam situasi seperti itu, koloni semut akan memilih untuk pindah dan membangun sarang baru di tempat yang lebih aman.
Jadi, meskipun sarang itu tampak seperti kota megah buatan makhluk cerdas, semut-semut harus siap meninggalkannya kapan saja demi kelangsungan hidup koloni mereka. Ini adalah bagian dari strategi alami mereka untuk bertahan dalam dunia yang penuh tantangan.
Jika manusia mengganggu atau mengutak-atik sarang semut—misalnya dengan menggali, menusuk, atau merusaknya—semut-semut yang tinggal di dalamnya bisa menangkap gangguan itu sebagai tanda bahaya. Mereka akan “membaca” gangguan tersebut sebagai isyarat bahwa tempat tinggal mereka tidak lagi aman.
Semut sangat peka terhadap getaran, bau, dan perubahan lingkungan di sekitar sarangnya. Maka, ketika terjadi gangguan dari luar, seperti ulah manusia, koloni akan menganggap bahwa sarang mereka terancam, baik oleh predator maupun bencana. Dalam situasi seperti itu, mereka bisa memutuskan untuk meninggalkan sarang yang sudah dibangun dengan susah payah, dan memindahkan seluruh koloni—termasuk ratu, telur, dan larva—ke tempat yang dianggap lebih aman.
Ini menunjukkan betapa adaptifnya semut dalam merespons lingkungan. Meskipun mereka tidak berpikir seperti manusia, semut memiliki sistem insting dan komunikasi kimia yang memungkinkan mereka mengambil keputusan bersama demi kelangsungan hidup koloni.
REFERENSI:
Newton, Amanda Rose. 2025. Aphids Unveiled: The Saga of Nature’s Most Irritating Insects. Google Books: https://books.google.com/books?hl=id&lr=&id=wgY-EQAAQBAJ&oi=fnd&pg=PT7&dq=Ants!+Nature%E2%80%99s+Secret+Power&ots=Yxl1O83aN6&sig=HpcNHqbzB8lRIq_Ilyz6P2W2EH4 diakses pada tanggal 25 Mei 2025.
Priyadarshi, Rahul & Kumar, Ravi Ranjan. 2025. Evolution of swarm intelligence: a systematic review of particle swarm and ant colony optimization approaches in modern research. Archives of Computational Methods in Engineering, 1-42.
https://youtu.be/OqwlSb-N768?si=MZZhCDEA4rlSCbv8 diakses pada tanggal 25 Mei 2025.

