Polusi plastik telah menjadi salah satu ancaman terbesar bagi lingkungan sejak awal penggunaannya secara masif pada 1970-an. Dengan produksi plastik global yang diperkirakan mencapai 26.000 juta ton pada 2050, dampaknya terhadap ekosistem semakin memburuk. Salah satu pendekatan kreatif yang mulai digunakan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang isu ini adalah melalui seni.
Seni sebagai Media Edukasi Lingkungan
Seni memiliki kemampuan unik untuk menyampaikan pesan yang kompleks dengan cara yang menarik dan mudah dipahami. Sebuah contoh yang signifikan adalah pameran seni “Regulated Exhibition – The Plastic Human” yang diselenggarakan di BACKLIT Gallery, Nottingham. Pameran ini merupakan kolaborasi antara seniman Joshua Sofaer dan Environment Agency (EA) di Inggris, yang mengubah galeri menjadi sebuah “pabrik” pengolahan plastik. Pengunjung dapat berpartisipasi langsung dalam kegiatan seperti memilah sampah plastik, memahami proses regulasi limbah, dan melihat dampak nyata dari limbah plastik terhadap lingkungan.
Sumber: Powers H, Renner K and Prowse V. 2024. Plastic pollution and environmental education through artwork. Cambridge Prisms: Plastics, 2, e9, 1–7.
Melalui interaksi langsung ini, pameran berhasil menjangkau berbagai lapisan masyarakat, termasuk anak-anak sekolah. Misalnya, mereka diperkenalkan pada konsep daur ulang dengan cara yang interaktif dan menghibur, seperti menggunakan limbah plastik untuk menciptakan karya seni. Hal ini tidak hanya memberikan pengalaman yang edukatif tetapi juga meninggalkan dampak jangka panjang, seperti meningkatnya partisipasi dalam program lingkungan lokal.
Baca juga: Tragedi Sampah Plastik dan Dampaknya Bagi Makhluk Hidup
Elemen Interaktif dan Sensori
Pameran ini menggunakan berbagai elemen untuk melibatkan pengunjung. Melalui sentuhan, suara, penglihatan, bahkan bau, pesan tentang polusi plastik disampaikan secara mendalam. Contohnya, pengunjung diajak menimbang berat mereka sendiri dengan analogi “nilai plastik” untuk menunjukkan bagaimana plastik menjadi komoditas yang merusak ekosistem. Anak-anak juga diajak bermain dengan butiran plastik berwarna, yang menggabungkan pengalaman bermain dengan edukasi tentang bahaya limbah plastik jika tidak dikelola dengan baik.
Narasi suara dalam pameran juga menggambarkan kisah seorang petugas regulasi yang kehilangan indera penciuman selama pandemi COVID-19. Kisah ini mengaitkan pengalaman pribadi dengan isu pencemaran bau akibat pengolahan limbah plastik. Narasi ini mengundang diskusi pengunjung tentang tanggung jawab manusia terhadap limbah plastik.
Dampak Jangka Panjang
Pameran ini tidak hanya menciptakan kesadaran sementara tetapi juga menghasilkan dampak jangka panjang. Patung “Plastic Human” yang terbuat dari limbah plastik menjadi ikon kampanye dan dipajang secara permanen di Nottingham Trent University. Patung ini melambangkan jumlah plastik yang dibuang per individu di Inggris setiap tahunnya, sekitar 98,66 kg.
Selain itu, kolaborasi ini mendorong terbentuknya kelompok seni lingkungan lokal, seperti Art NEST, yang fokus pada penggunaan kembali sumber daya. Dengan media seni, pameran ini juga berhasil memperluas jangkauan pesan hingga ke platform digital, menjangkau lebih dari 700.000 orang melalui media sosial.
Bijak Konsumsi Plastik Melalui Seni
Seni terbukti menjadi alat yang efektif untuk mengedukasi masyarakat tentang polusi plastik. Dengan pendekatan yang inovatif, seperti pameran “Plastic Human”, masyarakat tidak hanya belajar tentang dampak plastik terhadap lingkungan tetapi juga terinspirasi untuk mengambil tindakan. Seni menciptakan ruang dialog yang inklusif, yang melampaui metode komunikasi tradisional, untuk membangun kesadaran kolektif akan pentingnya menjaga lingkungan.
Melalui karya seni, isu yang kompleks seperti polusi plastik dapat dipahami dengan lebih mudah, membawa perubahan kecil tetapi berarti pada cara masyarakat melihat dan menangani plastik dalam kehidupan sehari-hari.
Baca juga: Starry Night: Saat Seni Bertemu Sains dalam Penggambaran Fenomena Fisika
Seniman Bali yang Menyulap Sampah Plastik Menjadi Seni Bernilai Tinggi
Pengelolaan sampah plastik menjadi kesenian dan produk bernilai tinggi merupakan salah satu inovasi yang kini semakin berkembang, terutama di Indonesia. Salah satu contoh inspiratif adalah Putu Eka Darmawan, seorang mantan bartender yang beralih profesi menjadi pemulung dan pengusaha daur ulang plastik. Melalui inisiatifnya, Rumah Plastik Mandiri, Eka tidak hanya mengolah sampah plastik tetapi juga menciptakan berbagai produk seni dan fungsional yang memiliki nilai ekonomi.
Putu Eka Darmawan memulai perjalanannya dengan mengumpulkan sampah plastik di kampung halamannya di Buleleng, Bali, setelah meninggalkan pekerjaannya di kapal pesiar pada tahun 2016. Dengan modal awal sekitar Rp25 juta, ia memutuskan untuk membangun usaha yang berfokus pada pengolahan sampah plastik. Menurutnya, Bali menghasilkan sekitar 303.000 ton sampah plastik setiap tahun, yang memberikan peluang besar untuk menciptakan produk dari bahan tersebut.
Sumber: instagram.com/rumahplastik_mandiri
Proses Daur Ulang
Di Rumah Plastik Mandiri, Eka dan timnya mampu mengolah sekitar dua ton sampah plastik per hari. Mereka menggunakan mesin yang dirakit sendiri untuk menghancurkan dan mencetak plastik menjadi papan berukuran 100×50 cm, yang kini banyak digunakan sebagai pengganti kayu dalam pembuatan furnitur. Produk ini telah diekspor ke beberapa negara seperti Malaysia dan Spanyol, menunjukkan potensi pasar internasional untuk produk daur ulang.
Karya Seni dan Inovasi
Eka tidak hanya terbatas pada pembuatan furnitur, ia juga bereksperimen dengan berbagai produk fesyen dari bahan daur ulang. Salah satu contohnya adalah jam tangan yang terbuat dari sampah plastik. Dengan pendekatan kreatif ini, Eka berusaha menunjukkan bahwa sampah plastik dapat diubah menjadi barang-barang berkualitas tinggi dan berguna. Karya-karya ini tidak hanya memberikan nilai ekonomis tetapi juga meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pengelolaan sampah.
Edukasi dan Kesadaran Masyarakat
Eka juga aktif dalam mengedukasi masyarakat tentang pentingnya pengelolaan sampah plastik. Ia mengajak anak-anak di desanya untuk mengumpulkan sampah dan menjadikannya sebagai tabungan. Program ini berhasil menarik perhatian orang tua mereka, sehingga semakin banyak warga yang berpartisipasi dalam pengumpulan sampah plastik. Melalui edukasi ini, Eka berharap dapat mengubah persepsi masyarakat bahwa sampah plastik bukanlah beban, melainkan sumber daya yang dapat dimanfaatkan.
Tantangan dan Harapan
Meskipun telah mencapai banyak hal, Eka masih menghadapi tantangan dalam hal modal dan dukungan dari pemerintah. Usahanya murni didanai dari hasil penjualan produk daur ulang tanpa bantuan eksternal. Namun, ia tetap optimis bahwa dengan kreativitas dan inovasi, pengelolaan sampah plastik bisa menjadi solusi untuk masalah lingkungan sekaligus peluang bisnis.
Inisiatif Putu Eka Darmawan dalam mengelola sampah plastik menjadi kesenian dan produk bernilai tinggi menunjukkan bahwa dengan kreativitas dan dedikasi, masalah lingkungan dapat diubah menjadi peluang ekonomi. Melalui Rumah Plastik Mandiri, ia tidak hanya menciptakan produk yang bermanfaat tetapi juga meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya daur ulang dan pengelolaan limbah. Upaya ini bisa menjadi contoh bagi banyak daerah lain dalam menghadapi tantangan serupa di seluruh dunia.
Referensi
Powers H, Renner K and Prowse V. 2024. Plastic pollution and environmental education through artwork. Cambridge Prisms: Plastics, 2, e9, 1–7. Diakses pada 26 Desember 2024 dari https://doi.org/10.1017/plc.2024.7
Hajid, Silvano. 2024. ‘Dari bartender jadi pemulung’ – Pemuda Bali ekspor ‘sampah plastik’ hingga Spanyol. Diakses pada 26 Desember 2024 dari https://www.bbc.com/indonesia/articles/cgllnr22rpno