Pemateri : Radyum Ikono, B.Eng, M.Eng
Moderator : Wayan Dadang dan Nur Abdillah Siddiq
Notulen : Sofiana Afifah Jamil
Assalamualaikum wr wb
Terima kasih undangannya dari warstek, sebuah kehormatan buat saya.
Bagaimanapun, kalo bicara Sains, Teknologi, Riset dll tidak bisa dilepaskan dari studi kita.
Semua ilmuwan dunia jalur normalnya, ya, kuliah S1, S2, S3 mendalami bidang keilmuannya. Ada yang lanjut hingga posdoctoral, baru setelah itu bisa lebih “deep” dalam berkarya di bidang sains teknologi.
Tentunya ada pengecualian ya, orang-orang seperti Edison atau Steve Jobs juga menurut saya inovator, dan tidak pakai sekolah, haha. Tapi anggaplah kita ini manusia-manusia normal yang tidak se-jenius mereka, jadi butuh yang namanya makan bangku sekolah-an.
Saya pribadi juga begitu. Saya mendalami ilmu materials science, dengan fokus nanoteknologi sejak kuliah S1 di NTU Singapura di tahun 2006. Pertemuan saya dengan “si nano nano” kurang lebih sejak tahun 2009 ketika mulai skripsi. Kemudian saya dalami lagi ilmu tersebut hingga Master di Jepang, lulus 2012. Saya studi master di National Institute for Material Science, institut riset nano terbesar se-Jepang (kalo tidak salah pendanaan untuk riset nano doang mencapai 1 atau 10 triliyun).
Berasa banget sih tempaan akademik yang benar, nge-bentuk pola pikir dan kepribadian. Doesn’t mean kuliah di dalam negeri itu jelek, ya. Kalau pintar mah pintar saja seperti om @warstek.com, wkwkwk. Tapi, peluang untuk mendapatkan pendidikan atau kualitas supervisor/ pembimbing yang bagus di dalam negeri tentunya lebih kecil dibanding kalau di luar negeri di universitas/ institut yang bagus.
Nah, ketika kita bicara “belajar S2 dan S3” di tempat yang terbaik, tidak bisa lepas dari yang namanya beasiswa, yang bisa kuliah di kampus-kampus bagus di luar negeri dengan biaya sendiri ya, cuma anak-anak konglomerat dan pejabat ??? — kalo anak PNS kayak saya mana bisa ???.
Saya tahu betul banyak anak menteri, pejabat DPR, trus anak-anaknya Hotman Paris gitu-gitu biaya sendiri loh kuliah di UK atau US, konon katanya anak Hotman Paris alumni Harvard, ya?. Super, ya. Biaya sendiri, tuh. Itulah kenapa, topik beasiswa menjadi relevan.
Saya mohon camkan baik-baik. Kuliah ke luar negeri jangan pernah dimotivasikan untuk foto-foto majang-majang di instastory di depan Eiffel, tapi harus diniatkan memang untuk menimba ilmu, menambah pengalaman, untuk kelak dibaktikan di tanah air.
Itulah kenapa saya bikin komunitas sahabat beasiswa (sahabatbeasiswa.com) atau instagram @sahabat_beasiswa — ya buat yang belum follow.
Saya tidak mau upaya kami membuat komunitas yang sekarang sudah punya 35 Chapter se-Indonesia ini hanya berujung foto-foto di depan Eiffel dan Menara Pisa, hehe. Tapi saya bercita-cita agar semakin banyak cendekiawan-cendekiawan S2 dan S3, baik lulusan luar maupun dalam yang berkontribusi sesuai bidang keilmuannya.
Kalau saya di nanoteknologi, om @warstek.com nanti di bidang fisika, who knows teman-teman nanti yang akan berkontribusi di bidang pengolahan sampah dengan teknologi canggih, atau intervensi sosial dengan ilmu psikologi yang dipelajari di Oxford University supaya pendidikan anak usia dini kita lebih terarah, misalkan. HARUS ITU MOTIVASINYA! hehe *galak mode on.
Oke, sekarang niatnya sudah lurus, ya. Niat belajar supaya bisa mengabdi dengan ilmu. Oke, ternyata untuk belajar di tempat terbaik butuh beasiswa.
Terus gimana caranya dapat beasiswa???., kan begitu pertanyaannya.
Saya kasih langkah step by step saja, ya. Saya asumsikan teman-teman disini ada yang masih sangat awam dengan Beasiswa. Kalau ada yang sudah familiar, please, bear it for a while, ya.
Step 1: Tentukan Jurusan, Negara, dan Beasiswa apa.
Ini dulu sebelum bicara jauh-jauh. Misal, kita ingin banget ke Harvard. Lah beasiswa-nya adanya apa?, Ga tau, Ya gimana?. Beasiswa ada apa saja?. BUANYAK haha. Di Sahabat Beasiswa, kita ada database 1000 beasiswa di 50 negara!, sebanyak itu, loh!, dan itu semua fully-funded. Artinya fully-funded: kita tidak keluar uang sepeser-pun dari hari pertama kuliah sampai lulus, bahkan dapat uang saku, bahkan cukup untuk hidup bersama keluarga. Enaknyaaaaa.
*Mohon izin tampilkan karya terbarunya Sahabat Beasiswa. Kita punya namanya Kalender Beasiswa 2018. Di sini ada sekitar 120 beasiswa dalam dan luar negeri di 20 negara lengkap dengan jadwal/ tanggalnya.*
Oke, kita coba studi kasus, ya. Misalnya kita mau kemana, ya?. Oke, yang deadline-nya dalam waktu dekat ya, misalnya beasiswa Australia Award Scholarship (AAS), deh.
Saya coba Aussie dulu, ya. Kayaknya banyak peminat juga. Eh, yang dekat saja dulu, deh. Ternyata duluan Belanda, nih.
Terbaca gak tuh?. 15 Maret, liat deh. Beasiswa StuNed ke Belanda.
Oke, Step 1 sudah terpenuhi nih ceritanya. Ini hanya studi kasus ya, berikut ini sebagai contoh:
Nama : Bambang
Tujuan : Kuliah di Jurusan Environmental science, Groningen
University dengan beasiswa STUNED
Next step-nya apa??, ya harus baca persyaratannya di website-nya.
Lihat di kalender terbaca tidak, tuh?. Tinggal klik doang di bit.ly/sbstuned — thanks to teman- teman Sahabat Beasiswa yang sampai membuatkan link-nya sehingga mempermudah kita semua. Terharu saya, kerja keras sampai begadang loh bikin ini, haha.
Step 2: Pelajari persyaratannya, karena setiap beasiswa berbeda. Coba cek kasus StuNed (sambil dibuka ya website nya, biar enak ngobrolnya nih)
Beberapa diantaranya:
- S1 atau D4 ipk min. 3;
- TOEFL atau IELTS;
- Letter of Acceptance (LoA);
- Mengisi Application Form.
Deadline 15 Maret 2018. Apa yang harus saya siapkan, dan bagaimana?
Karena diharuskan untuk punya Letter of Acceptance (LoA), artinya harus daftar dulu ke kampusnya. Daftar, diterima, baru kita dapat yang namanya LoA.
Cara daftarnya bagaimana?, Ya, daftar saja. Sebagai contoh tadi misalkan Environmental Science di Groningen. Coba deh iseng googling. Sama-sama dibuka, ya. Ada ya Master Energy dan Environment Science, RUG… udah pada buka?, saya lanjutkan.
Baca requirements -nya apa disitu. Kemudian tinggal Apply. Tidak lengkap sih tertulis disitu. Tetapi biasanya akan diminta:
- Motivation Letter
- Surat Rekomendasi
Sama ya sama kayak di atas tadi, ya. TOEFL/ IELTS pasti diminta juga.
Sudah. Paling proses 3 bulan. Dapat LoA. LoA itu bisa dipakai untuk daftar Stuned.
Saya bahas satu lagi, yes, biar makin jelas.
Sekarang kita lihat kalender bulan Februari 2018, karena tadi banyak yang minta US, saya coba bahas US.
Lihat tuh tanggal 15 Februari ada deadline Beasiswa namanya Fulbright, ya?
Itu adalah beasiswa untuk kita kuliah di kampus apapun jurusan apapun di Amerika. Bebas.
Yuk, sama-sama buka, yuk. Tinggal klik aja tuh bit.ly/sbfulbr , ya?
Maaf kalau fotonya tidak begitu terbaca ya, paling enak ya baca langsung di kalendernya.
Jadi, beasiswa ini beda urutannya dengan StuNed. Kalau StuNed tadi mengharuskan kita daftar kampus dulu, kalau ini kita daftar beasiswanya dulu. Diterima sebagai awardee Fulbright, baru kemudian Fulbright akan minta kita untuk daftar ke kampus Amerika. Dikasih 5 (lima) pilihan.
Baca yuk requirement-nya : Applicants should:
- Hold a bachelor’s degree (S1);
- Have a minimum GPA of 3.0 (4.00 scale);
- Have a minimum TOEFL ITP score of 550 or IELTS equivalent.
Clear, ya?. Enak ini TOEFL -nya ITP. Apa bedanya TOEFL ITP dengan IELTS atau TOEFL IBT?, Wah panjang urusannya. Kayaknya tidak terkejar kalau saya bahas disini.
Kita lanjutkan lagi nih…
Sudah jelas, ya?. Tadi saya beri contoh tuh bagaimana kalau kita mau kuliah di Belanda atau US.
*maaf kalau agak burem. itu misalnya di kalender April ada beasiswa ke Australia namanya AAS (Australia Awards Scholarships)
Di bulan Mei ada beasiswa ke Jepang. Buanyak pokoknya, dah. Cek saja di kalender, di kalendernya ke negara manapun ada. Oke, kita baru 2 Step tadi, ya.
Step 1: Pilih negara dan beasiswa
Step 2: Baca baik-baik requirement-nya
Step 3: Ya Siapkan semua dokumen yang dibutuhkan
Apa saja sih dokumennya?, tiap beasiswa beda-beda ya tentu saja. Tapi umumnya yang selalu berulang, nih catat ya:
- Motivation letter;
- Surat rekomendasi;
- Nilai bahasa Inggris (TOEFL/ IELTS);
- Study plan;
- Research plan;
- Transcript dalam bahasa Inggris;
-
CV/ resume.
Paling sih ini yang berulang, ya. Ini tidak bisa saya bahas satu per satu malam ini, ya. Bisa satu sesi kuliah online sendiri untuk bahas masing-masing itu, hehe.
Saya kasih cuplikan tips menulis CV yang baik di buku tadi ya.
For your information ya, kalau ada yang mau dapat kisah tips/ trik beasiswa per Negara juga ada di buku tadi, 15 negara. Jepang, Korea, Australia, Amerika, Belanda, Tiongkok sampai Arab Saudi juga ada.
Sesi Tanya-Jawab (QnA)
Termin 1
1. Wildan Ruskamila . Q : Kak, kalau kita ingin mengajukan beasiswa tapi masih merasa minder dan merasa kurang pengalaman baik dari segi akademis dan organisasi (keadaan sudah lulus S1) apakah sebaiknya kerja terlebih dahulu atau bagaimana baiknya kak?
A : Hmmm.. case by case ya. Menurut saya ada beasiswa atau negara yang tidak ketat-ketat banget untuk bisa diterima. Jadi, kalau memang ingin, ya coba saja. Tidak ada yang terlalu rendah, kok. Coba saja. Tapi kalau dicoba ternyata memang belum memenuhi standar, kerja itu pilihan yang bagus. Inti dari mendaftar beasiswa adalah kita menceritakan story tentang diri kita. “Saya mahasiswa biasa-biasa saja, tapi setelah lulus saya bekerja di X, mendirikan komunitas Y karena saya passionate banget untuk kontribusi di energi terbarukan di Indonesia Timur. Saya pernah membuat karya XYZ selama 2 tahun terakhir di dunia kerja”.
Berikut ini contoh yang sangat appealing… insya allah sangat bisa membantu:
2. Sandy Pratiwi .
Q :
a. Apakah kesalahan Grammar dalam Essay bersifat fatal?
b. Kalau beasiswa StuNed, apa bobot yang paling besar penagruhnya dan apa tips-nya sehingga kakak bisa jadi awardee dari banyak beaisiswa?
A:
a. Saya mau kasih contoh :
I am student in University of Indonesia kalimat di atas apa yg salah? coba tes. Hehe
Langsung saja ya. Salahnya adalah tidak pakai “a“. harusnya “a student“
Itu sepele. It is fine kalau salah begitu doang, atau ya tadi, antara in at on, gitu-gitu tidak masalah lah
Saya saja sampai hari ini belum hafal kapan pakai in at on, hehe tapi kalo kesalahan “bodoh” (maaf sekali lagi bahasanya):
I studying in university
I was studied in university
Ini kan basic grammar. Kalau salah seperti ini sangat kebangetan…
Jadi mohon diperhatikan kemampuan English-nya, sampai pada titik kesalahannya jangan fatal-fatal banget…. Tidak perlu TOEFL sampai mentok 677 juga kok.
b. Tentang StuNed, saya belum pernah dapat StuNed. Saya pernah sih beasiswa Belanda yang lain, namanya NFP. untuk short course selama 2 (dua) minggu di Delft. Tapi pertanyaannya, jawabannya simpel: intinya adalah mencocokkan karakter diri kita, dengan profil/ requirement yang diminta oleh si penyeleksi beasiswa. Sesimpel itu kok.
3. Dina Amelia Ahmad . Q : Pak Ikono, sebelumnya saya membaca di CV bapak, bapak adalah lulusan S1 di NTU, yang sebelumnya adalah lulusan dari SMA di Indonesia (yakni SMA Negeri 8 Jakarta). Saya tertarik untuk mengikuti jejak bapak yang SMA di Indonesia dan S1 di luar negeri dengan beasiswa. Tapi, saya minder dengan kemampuan akademis dan dalam memenuhi persyaratan seperti sertifikat bahasa Inggris (seperti TOEFL/ IELTS) yang notebene-nya mengerjakan latihan tersebut saja saya belum pernah. Bagaimana tanggapan dan saran bapak?
A : Sekarang SMA, ya?. Banyak loh beasiswa S1 di luar negeri. Di kalender yang saya kasih lihat tadi kalau tidak salah ada lebih dari 10. Jepang, Singapura, Turki, Korea, Rusia, Brunei, Malaysia… apalagi ya… banyak deh. UK juga ada, dan itu semua fully-funded. The good news is: kalo beasiswa S1, biasanya syaratnya tidak terlalu ketat. Tidak diminta nilai TOEFL dkk., cuma persaingannya ketat, itu saja paling.. bisa japri ke saya kalau memang tertarik.
Termin 2
4. Felisia . Q : Saya pernah menemukan form yang diminta memaparkan tentang Recent Research Activities. Selain memaparkan tentang riset skripsi apakah kita juga boleh memaparkan penelitian hasil salah satu mata kuliah lainnya? atau lebih baik memaparkan penelitian skripsi saja?. Kemudian format pemaparan recent research activities ini apakah sama dengan format study plan (yang isinya tentang penelitian yang akan kita lakukan)?. Kalau tidak keberatan saya juga ingin tahu format outline penulisan untuk study plan-nya, Kak (harus ada latar belakang, daftar pustaka apakah seperti artikel atau bagaimana..??)
A : Kalau ada form-nya boleh di-share ya. krn tiap beasiswa pasti gayanya beda-beda, cuma dugaan saya sih kalo utk level mahasiswa, yang betul-betul disebut riset ya riset skripsi. Itu saja yang ditampilkan sudah oke. dan kalo diminta kayak gitu, umumnya sepertinya diminta abstrak singkatnya aja, mungkin 100 kata gitu? tapi sekali lagi, ini tebak-tebakan saja. kalau tidak baca form nya saya tidak bisa kasih masukan yang spesifik.
Kalau lihat dari form-nya sih, dan Bahasa Jepang nya, artinya “kegiatan riset yang pernah ditekuni sampai saat ini“.
Jadi, coba di-summarize saja, karena kotaknya juga besar. Riset skripsi, riset PKM misalkan, atau riset di mata kuliah tertentu, bagus dimasukkan semua, tapi harus ada story-nya, ya…
5. Humairoh Shofia Miladiana . Q : Saya mahasiswi fisika, tapi ingin melanjutkan Psikologi di Columbia University dikarenakan pentingnya psikologi ketika menjadi dosen nanti (Aamiin), pertanyaannya :
a. Apakah kemungkinannya kecil karena saya cross jurusan?. Apakah skripsi saya besok harus berhubungan dengan psikologi?
b. Berapa IPK kira-kira yang harus saya usahakan jika melihat persaingan ketat Ivy League?
A : Pertanyaannya menarik nih.
a. Cross jurusan jelas peluangnya lebih kecil dibanding kalau linear, tapi bukan tidak mungkin kok. Harus dibangun korelasinya sejak awal. Saya sih agak bingung mengaitkan fisika dgn psikologi ? ada ide?
Kalau contoh kasus lain, misalnya anak teknik mesin, skripsinya misalnya diserempetin jadi bikin alat untuk men-support neuro atau otak. Bisa saja nanti S2 nya ambil lebih ke neuroscience-nya. Itu relevan. Intinya, story-nya dibangun. Nah kesalahan story yang dibangun kadang-kadang tuh begini, contoh misal:
“Saya merasa salah jurusan”. Wah, fatal. Walaupun memang iya, jangan disebutkan deh… coba pakai alasan lain.
“Ya, saya ingin belajar saja karena tertarik”. ini juga tidak bisa. S2 itu filosofinya mendalami lebih spesifik. Bukan untuk mempelajari ilmu baru. Kalau mau belajar ilmu baru terus ya tidak ada habisnya. Kapan prakteknya? ?
b. Ivy league IPK standar kok. US palingan minta 3,50/ 4.00. Tapi kadang-kadang IPK juga bukan faktor utama juga kalau kita punya prestasi lain misal publikasi internasional, atau award begitu jelas lebih mudah untuk lolos. skor GRE or GMAT juga harus diperhatikan. Ivy league biasanya minta cukup tinggi, skripsinya harus yg berbau-bau Psikologi ya biar lebih mudah.
6. Wayan Dadang . Q : Saya sudah mencoba beberapa beasiswa tetapi gagal melulu. Terakhir beasiswa LPDP, gagal di tahap interview. Bidang yang saya pilih Psikologi Industri, paralel dengan pendidikan S1 saya. Dari feedback, dosen saya, dikatakan saya lemah di rencana setelah studi. Apakah ada hubungannya dengan bidang studi yang saya pilih? Apakah kurang untuk berdedikasi untuk negara? Rencana akhir studi yang bagaimana yang diinginkan dari beasiswa LPDP?.
A: Susah juga saya menilainya, ya. Saya perlu pelajari profil dan dokumen-dokumennya dan namanya daftar beasiswa gagal ya biasa, haha. Saya dulu pas S2 daftar hampir 10, cuma 1 yang diterima ? hampir putus asa juga. Berikut tips nya:
- Pilih beasiswa atau negara yang kira-kira profil kita bisa masuk. Ada kawan saya yang tes TOEFL sampai 6 kali tidak tembus-tembus 500, akhirnya pilih ke Taiwan. S3 nya baru dia ke UK, karena itu impian utamanya dia;
- Kerja keras. Itu saja kuncinya,
7. Q : Di mana saya bisa mendapatkan Database Beasiswa untuk Postdoctoral?
A: Postdoctoral agak tricky, ya. Sebenarnya banyak banget mas/ mbak, misalnya di Naturejobs. Atau kadang-kadang tinggal approach Profesor nya saja sih tanya ada lowongan postdoc apa tidak.
Penutup
Beasiswa atau kuliah ke luar negeri hanya perantara. Ayo jadi saintis/ teknologi/ cendekiawan, belajar setinggi-tingginya, pulang kemudian berkaryalah untuk Indonesia.