SIRINGMAKAR 22: “Mengupas Beasiswa Indian Council for Cultural Relation”

Pemateri: Siti Fathurrohmah (penerima Beasiswa ICCR BSc in Microbiology di Osmania University) Moderator: Lusi Ernawati   Pengantar Saya mengambil studi […]

blank

Pemateri: Siti Fathurrohmah (penerima Beasiswa ICCR BSc in Microbiology di Osmania University)

Moderator: Lusi Ernawati

 

Pengantar

Saya mengambil studi BSc Microbiology, Genetics and Chemistry di Osmania University. Kebetulan hari ini adalah hari terakhir saya final exam (ujian semester akhir). Dan insyaAllah bulan Juni saya mendapat ijazah, dan di bulan Juli saya sudah bisa pulang ke tanah air. Sedikit bercerita awal mula saya bisa berangkat ke India, saya memang berkeinginan bisa kuliah di luar negeri sejak masih SMP. Namun, saya sadar diri jika masih ada kesulitan dengan penguasaan bahasa Inggris, sempat ciut juga impian saya karena kendala bahasa. Jadi, alih-alih saya menguburkan mimpi studi di luar negeri, saya memutuskan untuk mencari alternatif. Alternatif saya adalah kuliah dimana bahasa Inggris adalah bahasa resmi, namun negara tersebut bukanlah English Speaking Country. Sebenarnya sangat jarang ada beasiswa S1 ke luar negeri. Sebagian besar yang mengambil S1 luar negeri adalah self-finance. Jadi, saya di India tidak hanya belajar ilmu sains yang menjadi bidang saya, namun juga praktek bahasa Inggris secara daily basis disini. Bisa dibilang kuliah di India adalah batu loncatan saya kuliah di negara Eropa dan sekitarnya.

 

Diskusi

Sekolah di India Murah: ‘Bak Kacang Goreng’

blank
freepik.com

Sudah tidak menjadi rahasia lagi dan semua mahasiswa Indonesia di India mengakui kalau biaya pendidikan di India tergolong murah. Cukup banyak teman-teman disini yang menempuh pendidikan dengan biaya orang tua, bahkan saya kenal beberapa kawan yang membiayai kuliahnya sendiri hingga S2 di India.

Saya ambilkan contoh di Aligarh Muslim University, biaya pendidikan untuk B.A (Bachelor of Arts) setara S1, untuk biaya SPP sekitar Rp 14.000.000 hingga lulus. Di India, jenjang S1 rata-rata hanya 3 tahun. Di Delhi University, untuk kuota asing biaya pendidikan jenjang S1 program sains atau BSc sekitar Rp 3.600.000 per tahun.

Di India juga adalah surga bagi pecinta buku. Ini adalah hal terfavorit bagi saya selama di India, karena saya suka membaca. Selama di India kami tidak pernah mengenal buku bajakan. Semua buku yang tersedia disini asli. Akses untuk menjangkau buku-buku terbitan internasional juga sangat mudah. Di Kota Delhi ada perpustakaan sekaligus toko buku khusus untuk buku terbitan Oxford University Press.

Dua hal yang saya cintai dalam dunia buku adalah Sains dan Pengembangan Diri. Kedua jenis buku tersebut yang memenuhi rak buku saya. Buku Mikrobiologi saya terbitan McGraw Hill, misalnya, saya dapatkan hanya Rp 120.000. Buku tersebut asli (ada hologramnya), cukup tebal sekitar 800 halaman, dan lagi itu terbitan internasional. Buku bekas (second hand) tetapi asli juga cukup banyak tersedia. Jujur, saya lebih suka buku bekas, karena sudah agak lecek.

Pada bulan Januari setiap tahunnya, di daerah Pragati Maidan, New Delhi digelar pameran buku internasional. Ada yang bilang itu adalah pameran buku terbesar di Asia. Banyak penerbit kelas dunia seperti Oxford, Cambridge, Wiley, turut serta di pameran tersebut. Diskon yang ditawarkan pun hingga 30%. Penerbit Indonesia seperti Mizan juga sering ikut serta membuka stand di acara tersebut. Pameran biasanya berlangsung sekitar 1 (satu) minggu.

Bahasa Inggris

blank
freepik.com

Bahasa adalah salah satu perbedaan yang paling kentara yang saya hadapi pertama kali. FYI, India dahulu negara bekas jajahan Inggris, jadi tidak heran kalau rakyatnya banyak yang fasih berbahasa Inggris. Tak heran pula Bahasa Inggris menjadi bahasa resmi pemerintahan, pendidikan, politik, dll. Saat pertama berkuliah di India yang saya rasakan adalah, saya belum terbiasa dengan scientific english. Secara di Indonesia semua istilah sains sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Misal, dalam bahasa Indonesia kita menyebut Alkana, Alkena dan Alkuna. Nah, dalam bahasa Inggris adalah Alkane, Alkene, Alkyne. Jauh banget kan bedanya?.

Kuliah di India

 

blank
Osmania University (digitallearning.eletsonline.com)

Terkait jam perkuliahan, saya akan cerita lebih banyak untuk yang jenjang undergraduate. Jenjang S1 disini, jam kuliah benar-benar full day hampir seperti anak SMA. Kalau saya sendiri kuliah dari hari Senin – Sabtu jam 10.00 – 16.30, kecuali hari Sabtu hanya sampai jam 15.30. Setiap hari saya akan nge-lab selama 2 jam, kemudian kelas teori selama 4 jam pelajaran.

India juga mengajarkan kita akan kesederhanaan. Selama saya menempuh pendidikan di India, saya jarang sekali melihat mahasiswa mengendarai sepeda motor. Rata-rata dari mereka menggunakan bus atau metro (sejenis MRT). Bahkan dosen saya pun rata-rata menggunakan kendaraan umum. Saya pernah satu bajaj dengan dosen saya. Kami berdua sama-sama menuju stasiun metro. Bahkan di Aligarh, dosen-dosen berangkat ke kampus menggunakan sepeda onthel.

India tidak pernah menawarkan kemewahan. Dalam belajar, kita tidak membutuhkan kemewahan. Kualitas pendidikan yang dibungkus dengan kesederhanaan dan kesahajaan justru mempercantik nilai ilmu tersebut. Kalau teman-teman pernah menonton film “3 Idiots”, itu benar-benar representasi suasana belajar disini. India memang cenderung keras dalam hal pendidikan. Contohnya, disini ada ujian masuk sendiri untuk jurusan Engineering dan Kedokteran. Misal, untuk masuk jurusan engineering disini ada semacam ujian nasional untuk masuk ke Indian Institute of Technology (IIT), institut seperti ITB kalau di Indonesia. Dan setiap tahun ada sekitar 400.000 orang yang mengikuti ujian masuk di IIT, dari jumlah yang mendaftar ujian hanya sekitar 20.000 orang yang diterima untuk 8 kampus IIT yang tersebar di India. Hal yang sama untuk kampus kedokteran dan kampus negeri-negeri lainnya. Jadi, kalau orang Indonesia ujian masuk kuliah tingkat nasional yang populer ada SNMPTN dan SBMPTN, sementara di India ada banyak sekali jenis ujian masuk berdasarkan jurusan yang kita tuju. Dan, lagi, ujian masuknya bersifat Nasional.

Sistem ujian dalam kampus di India cukup berbeda dengan di Indonesia. Untuk S1 tidak ada skripsi, bahkan tidak semua S2 ada thesis. Namun, setiap semester kita diharuskan lulus semua mata kuliah, sounds easy, ya? 😀

Tetapi, ujian disini benar-benar menguras segala aspek kehidupan kita, karena ujian kita disini semuanya adalah esai. Misal begini, semester ini saya ada 8 mata kuliah teori, nah setiap 1 mata kuliah kita bisa menjawab soal ujian esai paling tidak 25 halaman. Setiap mata kuliah akan diberi waktu pengerjaan soal selama 3 jam dan dikerjakan di tempat, saya pribadi menulis jawaban esai tidak lebih dari 27 halaman. Malah ada teman saya ada yang sampai menambah lembar jawaban karena saking banyaknya yang ditulis. Kesannya teoritis banget ya?. Memang. Oleh karena itu, ujian teori akan berbeda dengan ujian praktek. Sistem ujian disini membuat kita tidak bisa mempersiapkan ujian dengan cara SKS (sistem kebut semalam). Saya pribadi mulai mempersiapkan ujian sebulan sebelumnya. Karena jam kuliah yang padat, sehingga materi pun sangat banyak dan persiapan mengharusnya setidaknya 1 bulan mempersiapkan tidak hanya membaca, tetapi juga belajar menulis untuk menuangkan jawaban esai kita. Kalau mata kuliah seperti Fisika, saat itu saya kebanyakan latihan menurunkan rumus.

Beasiswa di India

blank
kalingatv.com

India menawarkan beasiswa untuk semua negara berkembang di dunia, termasuk Indonesia. Tiap tahun Indonesia mendapatkan kuota 20 orang. Beasiswa ini untuk jenjang S1 sampai S3 dan postdoc. Beasiswa sifatnya fully-funded dan cukup sekali, bahkan sisa sampai studi selesai. Beasiswa tahun 2019 – 2020 baru tutup kemarin tanggal 31 Maret 2019 dan akan dibuka kembali awal bulan Januari tahun mendatang. Berkas yang dibutuhkan, antara lain:

  1. Foto ukuran 3.5 x 4.5 cm dengan background warna putih (untuk di-upload di formulir);
  2. Marksheet ijazah SMA;
  3. Marksheet pendidikan sebelumnya (jika mendaftar S2 maka sertakan marksheet S1);
  4. Physical fitness yang diisi dan ditandatangani oleh dokter;
  5. Surat rekomendasi dari sekolah atau kampus;
  6. Unique ID (bisa dengan KTP);
  7. Sinopsis bagi pendaftar S3;
  8. Silabus kopi pendidikan sebelumnya (dibawa saat daftar ulang);
  9. English proficiency certificate i.e. TOEFL, IELTS, etc.

Fasilitas Beasiswa ICCR, mencakup:

  1. Biaya hidup bulanan (Living Allowance);
    – S1 Rs 18.000 (Rp 3.500.000)
    – S2 Rs 20.000 (Rp 4.000.000)
    – S3 Rs 22.000 (Rp 4.500.000)
    – Postdoc Rs 25.000 (Rp 5.000.000)
  2. Uang kuliah/ SPP;
  3. Uang sewa rumah;
  4. Biaya penelitian/ projek;
  5. Biaya kesehatan (Medical benefit);
  6. Visa belajar;
  7. ICCR Winter and Summer Trips.

Pendaftaran beasiswa ICCR sangat mudah. Cukup dengan membuat akun di website ICCR. Isi semua form dan upload semua dokumen. Kemudian kita akan mendapat E-mail balasan untuk undangan tes bahasa Inggris atau tes wawancara di Kedutaan Besar India di Jakarta.

Bagi teman-teman dari bidang sains dan teknik, terdapat sekitar 23 kampus IIT yang tersebar di seluruh India, bisa mencoba pendaftaran di salah satu dari 7 kampus IIT terfavorit (berdiri sebelum tahun 2000), sebagai berikut:

  1. IIT Bombay, Maharashtra;
  2. IIT Madras, Tamil Nadu;
  3. IIT Delhi, NCT Delhi;
  4. IIT Kanpur, Uttar Pradesh;
  5. IIT Kharagpur, West Bengal;
  6. IIT Roorkee, Uttarakhand (formerly Thomason College of Engineering, kampus teknik tertua di Asia); dan
  7. IIT Guwahati, Assam.

Saya ada tulisan terkait step by step secara detail untuk pendaftaran ICCR di blog saya,  Jadi, bisa mulai dipelajari jika berencana mendaftar ICCR tahun depan. Ada pula informasi mengenai kehidupan sebagai muslimah di India.

Tanya-Jawab (QnA)

  1. Arshel: Q.1 Apa saja yang harus dipersiapkan untuk (studi) keluar negeri?. A.1 Tergantung beasiswa yang ingin kita daftar. Persiapkan apa yang menjadi persyaratan dalam beasiswa.| Q.2 Bagaimana cara lulus wawancara?. A.2 Be confident 🙂 | Q.3 Apakah skor TOEFL 523 sudah memenuhi syarat studi keluar negeri?. A.3 Iya, cukup. | Q.4 Apakah kakak punya web/ akun tentang beasiswa yang recommended?. A.4 Maaf, saya tidak ada akun beasiswa, saya sendiri sedang mencari-cari beasiswa lagi 😀
  2. Ihsan: Q.1 Apakah di luar negeri banyak terjadi masalah sosial yang mengharuskan kita beradaptasi, contohnya apa yang sering dihadapi?. A.2 Ini tergantung luar negeri di negara mana, misal kalau saat ini di Turki yang sedang ada perang dan mengharuskan mahasiswa Indonesia dipulangkan, itu memang agak mengkhawatirkan. Masalah sosial sendiri di semua negara ada, dan masalah sosial di negera kami berada tidak berpengaruh secara langsung dengan kami yang disini. Tidak diperlukan trik adaptasi khusus disini. | Q.2 Kalau misal kita hidup di asrama dan teman-teman banyak dari luar negeri juga bagaimana beradaptasi dengan banyaknya culture dan permasalahan bahasa?. A.2 Ya, dikarenakan dengan banyaknya perbedaan disini, tentu saling toleransi dan berkomunikasi dengan baik, being open-minded, dan dengan belajar bahasa Inggris disini bisa menyatukan komunikasi dengan mahasiswa asing lainnya.
  3. Egi: Q.1 Untuk jenjang S2, surat rekomendasi kira-kira itu dari siapa?. A.1 Surat rekomendasi yang perlu kita lampirkan ada 2 surat, surat rekomendasi ini dari orang yang mengenal kita dengan baik secara akademis. Bisa dari dosen, nah, karena dulu saya mendaftar ke S1, saya mendapat surat rekomendasi dari guru bahasa Inggris dan dari kepala sekolah. Sementara kalau dari kampus untuk beasiswa S2, bisa dari dosen dan dekan, misalnya.| Q.2 Pembuatan penelitian/ research, bagaimana prosesnya?. A.2 Penelitian sendiri, untuk S2 ini, tergantung jurusan yang kita ambil disini. Karena tidak semua S2 disini ada penelitiannya, seperti jurusan politik disini cenderung tidak ada tesis, pun jurusan bahasa tidak ada. Kalau untuk pembuatan penelitian, dari cerita mahasiswa disini yang mengerjakannya mirip dengan penelitian yang dilakukan ketika S1 di Indonesia.  | Q.3 Dokumen apa saja yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris?. A.3 Semua dokumen dalam bahasa Indonesia harus diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. | Q.4 Dalam pembuatan CV adakah strateginya, dan kalau misal ada sebuah penilaian pada sertifikat, sertifikat apa saja yang penting untuk goals pada studi dan beasiswa di India?. A.4 Kalau saya pribadi, CV yang saya susun tidak ada strategi. Kalau membutuhkan strategi atau tips bisa googling untuk mencari yang lebih expert. Saya pun belajar menyusun CV dari mencari di internet. | Q.5 Pada ujian seleksi, mata pelajaran apa saja yang diujikan dan apakah jawabannya harus menggunakan bahasa Inggris?. A.5 Semua mata pelajaran diujikan dan semua jawaban dalam bahasa Inggris. | Q.6 Saya tertarik pada bidang fotogrametri yang biasanya masuk dalam prodi Teknik Geomatika, adakah rekomendasi universitas selaras dengan bidang fotogrametri?. A.6 Saya sendiri belum pernah dengar mengenai studi mengenai fotogrametri ataupun jurusan Teknik Geomatika, jadi mohon maaf saya tidak bisa bantu jawab. Namun, bisa coba dicari misalnya dengan kata kunci “photogrametry in India”.
  4. Muhammad Asyfa: Q.1 Kira-kira bagaimana perbandingan kuliah di India dan di Indonesia dari segi kurikulum, kualitas dosen dan fasilitas?. A.1 Dari segi kurikulum di Indonesia, saya kurang begitu tahu, meskipun pernah kuliah sebentar di Indonesia yaitu D3 selama 1 tahun saja, kemudian saya meninggalkan studi untuk berangkat ke India. Kurikulum di India, kurikulum disini terbilang sangat padat. Misalnya begini, saya pada tahun pertama dan kedua kuliah harus mengambil minimal 25 sks/ semester, lalu masuk tahun terakhir sks kuliah bertambah hingga 35 – 40/ sks. Sangat padat untuk jam kuliah yang kita ambil. Sementara untuk kualitas dosen di India, saya bisa bilang tidak perlu meragukan kualitas dosen disini, karena semua dosen yang mengajar sudah menuntaskan program Doktoral-nya. Mereka juga sudah banyak memiliki koneksi, karena bahasa Inggris bukan lagi kendala sehingga untuk mencari koneksi ke luar negeri lebih mudah. Fasilitas di kampus sendiri, tergantung dari kampus masing-masing, apakah swasta atau pemerintah, namun kalau kampus swasta tidak menyediakan beasiswa. | Q.2 Berapa kuota rata-rata beasiswa ICCR per tahun?, apakah kuota tersebut dibagi menurut jenjang (S1, S2 dan S3) terpisah?. A.2 Kuota per tahun rata-rata 20 orang untuk semua jenjang, baik S1, S2 maupun S3.
  5. Fei: Q.1 Untuk S1/ S2 di India, apakah menyediakan jurusan humaniora, seperti bahasa atau sejarah, lalu jika ada, universitas apa yang recommendeduntuk hal tersebut?. A.1 Sebenarnya, rata-rata lebih banyak mahasiswa Indonesia justru mengambil studi sosial dibanding sains, sehingga kesempatan mengambil studi sosial (bahasa atau sejarah) akan sangat terbuka sekali. Untuk jurusan bahasa saya bisa merekomendasikan di English Foreign Language University di Haiderabad, dan banyak sekali mahasiswa Indonesia yang sudah lulus dari sana dan saat ini mengajar sebagai dosen di Indonesia maupun melanjutkan lagi studinya di Eropa. Lalu, untuk jurusan sosial dan politik, bisa coba ambil New Delhi University yang suasana kota lebih metropolitan, atau di Osmania University yang lebih tenang dan lebih murah biayanya. | Q.2 Bagaimana suasana politik dan agama disana?, apakah cukup aman untuk pelajar Muslim (karena Islam bukan agama mayoritas disana?. A.2 Nah, India sendiri sebenarnya awal basis nya adalah negeri Muslim, banyak sekali peninggalan dari kerajaan Islam yang bisa kita temui di India, seperti Taj Mahal, museum dan arsitektur Islam yang dipengaruhi budaya Persia. Sementara, untuk masalah agama sendiri sejauh yang saya alami dan temui tidak ada konflik agama, kita semua berbaur dengan baik, orang-orang India yang saya temui pun juga adalah orang-orang yang terbuka, mereka sangat toleransi dan saling menghargai.
  6. Ryan Israfan: Q.1 Selesai D3 langsung melanjutkan ke S1 ke India, ataukah mbak bekerja dulu atau les bahasa Inggris atau sempat menganggur dahulu?. A.1 Saya dulu D3 sembari mendaftar beasiswa ke India. Saya mendapat beasiswa ke India ketika saya semester 2 di Indonesia, jadi begitu diterima di India saya meninggalkan kuliah D3. Sementara untuk belajar bahasa Inggris, saya belajar sendiri, bicara dengan teman-teman, mendengarkan dosen yang sedang mengajar, belajar menulis dengan tata cara ilmiah, semua saya pelajari ketika di India.
  7. Fifin: Q.1 Kak, bisa berbagi pengalaman saat wawancara beasiswa ICCR dan persiapan untuk melengkapi dokumen di blog ICCR saat mau mendaftar dan poin apa saja yang paling penting saat mendaftar beasiswa ICCR?. A.1 Nah, untuk sesi wawancara ini setiap tahun tidak selalu ada. Jadi, kalau misal tidak ada wawancara, biasanya setelah deadline kita akan mendapat LOA dari kampus tujuan. Sementara untuk persiapan dokumen, saya sarankan untuk dipersiapkan jauh hari, karena banyak dokumen yang harus dilengkapi dan tidak sedikit yang harus diurus ke beberapa tempat, meskipun pengumpulan dokumen mudah saja dengan mengunggah ke akun ICCR, namun persiapkan dokumen cetak sejak jauh-jauh hari.
  8. Anisa Ellen Brilyani: Q.1 Kak, saya pernah baca untuk mendaftar beasiswa ternyata bisa sebelum kita lulus kuliah dengan menyertakan surat perkiraan lulus, apakah untuk beasiswa India juga bisa menerima seperti itu, kak?. A.1 Kalau untuk mendaftar ke India, harus dengan ijazah lulus.
  9. Habib: Q.1 Kalau studi tanpa beasiswa, kira-kira berapakah biaya hidup dan uang kuliah untuk lulusan S1?. A.1 Untuk biaya sendiri (self-finance), tergantung dari kampus dan jurusan mana kita berkuliah. Biasanya untuk studi S1 biayanya lebih murah, misal saya ambil contoh jurusan sosial di Delhi University per tahun sekitar Rp 7.000.000,00. Lebih murah ada lagi di Ali Garh University, untuk detail bisa menghubungi lewat PPI Ali Garh karena mereka ada panitia tersendiri bagi mahasiswa yang ingin kuliah dengan biaya sendiri. Biaya hidup secara keseluruhan di India rata-rata Rp 2.000.000/ bulan sudah mencukupi, namun memang biaya hidup pastinya tergantung kota yang ditinggali.
  10. Didik: Q.1 Untuk kuliah S2 dengan jurusan Teknik Sipil/ Teknik Arsitektur di India dengan biaya sendiri, kira-kira adakah rekomendasi kampus tujuan?. A.1 Sejauh ini, tidak ada mahasiswa Indonesia yang mengambil jurusan teknik dengan biaya sendiri. Namun, saya bisa merekomendasikan untuk jurusan teknik bisa mengambil di IIT Delhi atau NIT Warangal, NIT Kurukhsetra atau bisa juga di Delhi University dan Osmania University.
  11. Shinta Rahma: Q.1 Semisal kita mendapat nilai di perkuliahan kurang dari minimal, kita harus mengulanginya lagi atau bagaimana?. Dan terkait beasiswa langsung hilang ataukah ada dispensasi?. A.1 Kalau ada mata kuliah yang tidak lulus harus mengulang ujian di semester selanjutnya. Dan ini banyak terjadi sama mahasiswa disini, semester kemarin 40% mahasiswa tidak lulus mata kuliah Agricultural Microbiology, sehingga diharuskan mengulang ujian. Jika tidak lulus 1 atau 2 mata kuliah tidak masalah, masih bisa diulang. Yang terpenting tidak sampai drop out (DO), kita bisa terkena DO jika tidak lulus 50% total mata kuliah yang ada. Misal, total ada 6 mata kuliah, maka untuk melanjutkan ke semester selanjutnya harus lulus minimal 3 mata kuliah dan mengulang 3 mata kuliah yang tidak lulus. Oh iya, yang membedakan beasiswa ICCR dengan beasiswa lainnya adalah kita tidak perlu mencari LoA dari kampus tujuan, karena nanti di formulir ICCR kita akan mencantumkan 3 kampus pilihan dan 3 jurusan pilihan. Jadi, kita fokus saja melengkapi persyaratannya.

Penutup

Bagi teman-teman, para Scholarship hunters, pesan saya hanya satu. Rajin lah membaca. Khususnya bagi teman-teman yang ingin kuliah di India, bisa mulai banyak membaca, latihan membetahkan diri untuk baca buku berjam-jam akan sangat dibutuhkan saat kuliah disini nanti. Perlu kita ingat juga, kompetisi paling awal dalam mendapat beasiswa (beasiswa apapun) adalah kompetisi dalam membaca informasi yang disediakan, teliti membaca formulir, teliti membaca persyaratan, dsb. Jadi, rajin lah membaca dahulu sebelum teman-teman bertanya. Jika ada pertanyaan, maka coba baca dahulu di blog atau informasi yang disediakan oleh PP Negara terkait. Jika masih belum jelas, maka bertanyalah.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *