Sanitasi di tempat pengungsian merupakan isu krusial yang berpengaruh langsung terhadap kesehatan dan kesejahteraan pengungsi. Dalam situasi darurat, seperti konflik atau bencana alam, akses yang memadai terhadap air bersih, sanitasi yang layak, dan kebersihan (WASH) sangat penting untuk menjaga kelangsungan hidup dan martabat individu yang terpaksa meninggalkan rumah mereka.
Pentingnya WASH di Tempat Pengungsian
WASH adalah istilah kolektif yang mencakup air (water), sanitasi (sanitation), dan kebersihan (hygiene). Ketiga elemen ini saling terkait dan berkontribusi pada perlindungan serta kesehatan pengungsi. UNHCR (United Nations High Commissioner for Refugees) berupaya menyediakan layanan WASH kepada pengungsi dan komunitas tuan rumah untuk mencegah wabah penyakit dan melindungi mereka dari kekerasan berbasis gender. Dalam konteks ini, sanitasi yang baik tidak hanya mencegah penyakit tetapi juga berperan dalam menjaga martabat manusia.

Sumber: canva.com
Sanitasi di tempat pengungsian adalah faktor penting dalam menjaga kesehatan dan martabat pengungsi. Dengan pendekatan yang terintegrasi dan berkelanjutan dari UNHCR, diharapkan bahwa kebutuhan dasar akan air bersih dan sanitasi dapat terpenuhi meskipun dalam situasi darurat. Melalui kerjasama dengan berbagai pihak, termasuk pemerintah lokal dan organisasi non-pemerintah, upaya ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman dan sehat bagi semua individu yang terpaksa meninggalkan rumah mereka.
Pendekatan Sistem Sanitasi yang Berkelanjutan di Wilayah Pengungsian
Sanitasi yang berkelanjutan merupakan salah satu aspek penting dalam memastikan kesehatan dan kesejahteraan pengungsi di wilayah pengungsian. Pendekatan sistem sanitasi yang holistik tidak hanya memprioritaskan pemenuhan kebutuhan dasar, tetapi juga mempertimbangkan keberlanjutan jangka panjang, keterlibatan komunitas, dan dampak lingkungan.
Tantangan Aplikasinya di Wilayah Pengungsian
Wilayah pengungsian sering kali dihadapkan pada tantangan besar dalam penyediaan layanan sanitasi yang memadai. Dengan rata-rata waktu tunggu 24 tahun bagi pengungsi untuk repatriasi atau integrasi ke masyarakat setempat, kamp pengungsian yang awalnya dirancang sebagai solusi sementara sering kali menjadi tempat tinggal jangka panjang. Hal ini menyebabkan tekanan yang terus meningkat terhadap infrastruktur sanitasi yang ada, seperti toilet, tempat cuci tangan, dan sistem pembuangan limbah.
Sebagai contoh, standar SPHERE merekomendasikan satu toilet untuk setiap 20 orang. Namun, dalam praktiknya, banyak kamp pengungsian memiliki rasio yang jauh lebih tinggi, seperti di Kutupalong, Bangladesh, di mana satu toilet digunakan oleh hingga 32 orang. Kondisi ini meningkatkan risiko penyebaran penyakit menular seperti diare dan kolera.
Pendekatan Sistem dalam Sanitasi Berkelanjutan
Pendekatan sistem dalam sanitasi melibatkan integrasi berbagai elemen, termasuk perencanaan bencana, pengelolaan risiko, dan pemberdayaan komunitas. Tujuan utama dari pendekatan ini adalah menciptakan layanan sanitasi yang tangguh, berkelanjutan, dan inklusif bagi pengungsi serta masyarakat tuan rumah.
- Pengelolaan Risiko Bencana dan Ketangguhan Sistem Kamp pengungsian sering kali berada di wilayah rentan bencana seperti daerah rawan banjir atau kekeringan. Oleh karena itu, pengelolaan risiko bencana menjadi elemen penting dalam perencanaan sanitasi. Langkah-langkah seperti pengumpulan air hujan, pengembangan sistem drainase yang memadai, dan penggunaan teknologi sanitasi ramah lingkungan, seperti toilet dehidrasi, dapat membantu mengurangi risiko bencana dan meningkatkan ketahanan sistem sanitasi.
- Inovasi Teknologi Teknologi memainkan peran penting dalam menciptakan sanitasi yang berkelanjutan. Misalnya, penggunaan sistem pengolahan limbah yang dapat dioperasikan secara lokal dan tidak memerlukan infrastruktur pusat. Inovasi seperti desalinasi bertenaga surya dan pengolahan limbah organik menjadi solusi untuk mengurangi dampak lingkungan dan meningkatkan keberlanjutan layanan.
- Keterlibatan Komunitas Partisipasi aktif pengungsi dan masyarakat setempat dalam pengelolaan sanitasi meningkatkan efektivitas program. Keterlibatan ini mencakup pelatihan tentang praktik kebersihan, pengelolaan limbah, dan perawatan fasilitas sanitasi. Pengungsi yang terlibat langsung dapat membantu menciptakan solusi yang relevan secara budaya dan praktis.
- Pengintegrasian dengan Masyarakat Tuan Rumah Integrasi layanan sanitasi pengungsi dengan infrastruktur masyarakat tuan rumah dapat meningkatkan efisiensi dan keberlanjutan. Sebagai contoh, sistem gravitasi air yang dikembangkan di Nepal untuk pengungsi Bhutan tidak hanya melayani kamp pengungsian, tetapi juga komunitas setempat. Pendekatan ini memperkuat hubungan antara pengungsi dan masyarakat tuan rumah serta menciptakan manfaat bersama.
Dampak Lingkungan dan Sosial
Kamp pengungsian sering kali menghadapi tekanan lingkungan yang signifikan, termasuk deforestasi, penipisan sumber daya air, dan kontaminasi tanah. Untuk meminimalkan dampak ini, perlu dilakukan penilaian dampak lingkungan secara menyeluruh sebelum pembangunan kamp. Selain itu, penerapan praktik ramah lingkungan, seperti pengelolaan limbah yang efisien, penggunaan energi terbarukan, dan pelestarian sumber daya alam, harus menjadi prioritas.

Sumber: canva.com
Dari perspektif sosial, pendekatan sanitasi yang inklusif membantu mengurangi ketegangan antara pengungsi dan masyarakat tuan rumah. Pendekatan ini mencakup penyediaan layanan yang setara, pemberdayaan ekonomi melalui penciptaan lapangan kerja, dan pendidikan kebersihan di tingkat komunitas.
Studi Kasus dan Pembelajaran
Pendekatan sanitasi yang berkelanjutan telah diterapkan di beberapa kamp pengungsian dengan hasil yang positif. Di Zaatari, Yordania, infrastruktur sanitasi dirancang untuk beroperasi hingga 20 tahun. Investasi ini tidak hanya memenuhi kebutuhan pengungsi, tetapi juga meningkatkan kualitas hidup masyarakat setempat setelah pengungsi kembali atau dipindahkan.
Namun, keberhasilan pendekatan ini memerlukan dukungan dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, organisasi kemanusiaan, dan komunitas lokal. Kerjasama yang erat antara pihak-pihak ini memastikan keberlanjutan sistem sanitasi dan manfaatnya bagi semua pihak.
Pendekatan sistem sanitasi yang berkelanjutan di wilayah pengungsian merupakan kebutuhan mendesak untuk memastikan kesehatan dan kesejahteraan pengungsi serta keberlanjutan lingkungan. Dengan mengintegrasikan pengelolaan risiko bencana, inovasi teknologi, partisipasi komunitas, dan integrasi dengan masyarakat tuan rumah, sanitasi yang berkelanjutan dapat dicapai. Langkah-langkah ini tidak hanya memenuhi kebutuhan mendesak, tetapi juga menciptakan solusi jangka panjang yang memberikan manfaat bagi pengungsi dan komunitas setempat.
Referensi
UNHCR. 2025. Respond to emergencies Water, sanitation and hygiene. Diakses pada 9 Januari 2025 dari https://www.unhcr.org/what-we-do/respond-emergencies/water-sanitation-and-hygiene
Yasmin, et al. 2022. A system approach to water, sanitation, and hygiene resilience and sustainability in refugee communities. International Journal of Water Resources Development, 39(5), 691–723. Diakses pada 9 Januari 2025 dari https://doi.org/10.1080/07900627.2022.2131362