Oleh: Ghulam Abrar
Small Modular Reactor (SMR) adalah reaktor fisi yang berukuran lebih kecil dibandingkan dengan reaktor konvensional pada umumnya [1]. Menurut International Atomic Energy Agency (IAEA), SMR didefinisikan sebagai reaktor daya rendah dengan daya keluaran maksimum 300MWe. SMR merupakan reaktor yang lebih fleksibel dalam pembangunan maupun pengoperasiannya karena bentuknya yang lebih kecil.
Gambar 1. Skematik desain MSR NuScale [2]
Reaktor nuklir pertama kali dikembangkan pada tahun 1940. Pada awal perkembangannya, reaktor nuklir diciptakan untuk menghasilkan plutonium sebagai bahan senjata nuklir. Reaktor nuklir juga digunakan sebagai penggerak kapal induk. Pada tahun 1951 di Idaho, untuk pertama kalinya reaktor nuklir menghasilkan listrik. Selanjutnya, reaktor nuklir juga dikembangkan untuk kebutuhan non-militer.
Daya listrik yang dihasilkan dari energi nuklir terus berkembang pada tahun 1960an hingga 1970an dan memasok hingga 18% kebutuhan listrik dunia. Perkembangan energi nuklir mencapai puncaknya saat kejadian Chernobyl hingga tahun 1990 lalu perkembangannya terus menurun [3].
Gambar 2. Produksi listrik dunia dari energi nuklir [3]
Dalam perkembangannya, reaktor nuklir yang diciptakan terus mengalami perubahan serta banyak inovasi yang ditambahkan. Demi meningkatkan aspek ekonomisnya, skala / ukuran reaktor nuklir terus bertambah hingga melebihi daya 1000MWe. Seiring pertambahan ukuran tersebut, resiko yang ditimbulkan pun bertambah besar diikuti biaya pembangunan, pengoperasian, dan perawatan yang besar serta dibutuhkan lebih banyak tenaga kerja ahli. Pertambahan ukuran reaktor juga meningkatkan daya saing ekonominya.
Disisi lain, pertambahan penduduk yang terus bertambah juga disertai permintaan akan listrik dunia diperkirakan akan terus tumbuh sebesar 2.5% hingga tahun 2030. Pertumbuhan penduduk dunia yang disertai juga pertumbuhan cepat industri akan mengakibatkan kebutuhan listrik hingga 2 kali lebih banyak pada tahun 2030 [4].
ASEAN yang sebagian besar anggotanya merupakan negara berkembang juga akan merasakan dampak dari kebutuhan listrik dunia. Penggunaan batubara tidak akan mencukupi kebutuhan listrik di masa mendatang. Selain itu, penggunaan batubara dapat meningkatkan emisi karbon. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) memperkirakan emisi karbon tersebut dapat berdampak pada pertambahan CO2 pada atmosfer hingga 500ppm pada tahun 2040. Peningkatan ini akan meningkatkan perubahan iklim, kenaikan air laut, dan perubahan cuaca.
Apa solusi dari permasalahan diatas? Jawabannya adalah energi nuklir. Sudah bukan rahasia umum lagi bahwa nuklir tidak menghasilkan emisi karbon, kecuali sangat sedikit dibandingkan emisi yang dihasilkan dari batubara. Namun, ada pendapat lain yang mengatakan lebih baik menggunakan energi baru terbarukan dalam skala yang besar. Benarkah energi terbarukan merupakan opsi yang tepat menjawab permasalahan tersebut?
ASEAN memiliki daratan seluas 4.47 juta km2 dengan presentasi terbesar ditutupi oleh hutan. Pertumbuhan penduduk tentu akan mengurangi persentasi hutan karena urbanisasi dan pembukaan lahan. Energi baru terbarukan memiliki densitas energi yang kecil, sehingga membutuhkan lahan yang sangat luas agar dapat memenuhi kebutuhan listrik. Penggunaan energi baru terbarukan, walau tidak menghasilkan emisi karbon, namun ia dapat menghilangkan penyerap karbon alami (hutan) dalam skala yang besar. Energi baru terbarukan dapat menghasilkan dampak lingkungan yang kurang baik bagi daratan di ASEAN. Tidak hanya dari masalah geografi yang ditimbulkan, energi baru terbarukan juga masih menjadi teknologi yang sulit diakses. Selain itu, penjaringan listrik dari sel surya, energi hidro, bioenergy sangat terbatas.
Nuklir merupakan pilihan yang tepat. Namun sayangnya, negara ASEAN memiliki pengalaman yang sangat minim dalam berhubungan dengan energi nuklir. Ditambah lagi kejadian Fukushima di Jepang yang baru-baru ini terjadi semakin mempersulit negara ASEAN dalam mengembangkan nuklir karena pertimbangan kemanannya. ASEAN sangat diragukan bila harus berhadapan dengan nuklir dewasa ini.
Small Modular Reactor (SMR) hadir sebagai solusi menjawab permasalahan diatas. Reaktor dengan ukuran yang lebih kecil ini memiliki daya yang kurang dari 300MWe, biaya overnight cost atau lebih mudahnya biaya pembangunan awal reaktor yang lebih murah, beroperasi lama, menerapkan keamanan pasif, dan tidak memerlukan ahli yang banyak dalam pengoperasiannya.
SMR memiliki kelebihan sebagai berikut:
- Dapat berperan sebagai desalinasi air laut
- Sumber energi kapal selam dan kapal induk
- Mampu menciptakan penjaringan listrik pada daerah terpencil
- Fleksibel
- Daya dapat ditambah dengan menambah modul pada sistem reaktor yang sama
- Berdaya rendah sehingga lebih aman
- Burnup tinggi sehingga aman dari pemanfaatan senjata nuklir
- Tidak membutuhkan area yang luas
- Waktu pembangunan lebih singkat serta lebih murah baik pembangunannya maupun pemeliharaannya
- Satu siklus refueling-nya lebih lama
- Daur ulang panas yang dihasilkan akan lebih mudah karena ukurannya yang kecil
- Bahan bakar yang digunakan adalah bahan bakar pengayaan rendah
SMR sangat cocok digunakan pada daerah ASEAN, karena bentuknya yang kecil serta fleksibel mampu menjadi promotor untuk pengembangan energi nuklir yang lebih luas, khususnya pada negara berkembang di ASEAN. Khususnya Indonesia yang merupakan negara kepulauan, SMR sangat cocok karena sifatnya yang fleksibel, misalnya dapat dibangun pada sebuah kapal. SMR yang dibangun pada sebuah kapal mampu dialokasikan ke tempat-tempat yang sulit dijangkau sekalipun. Dayanya juga dapat disesuaikan sesuai kebutuhan. Apabila ternyata daya listrik yang dibutuhkan pada suatu wilayah lebih banyak dari yang tersedia, suplai daya dari SMR dapat ditingkatkan dengan menambah modul daya pada sistem reaktor yang sama.
Indonesia sebagai negara kepulauan sangat cocok bila mengembangkan SMR baik itu sebagai sumber tenaga kapal induk, kapal selam ataupun sebagai sumber energi listrik untuk daerah-daerah terpelosok, terutama yang jauh dari akses pemerintah. Selain itu, SMR juga dapat dimanfaatkan untuk proses pemurnian air laut menjadi air tawar siap minum. Konsepnya sangat mudah. Air laut dapat dijadikan sebagai pendingin sekunder. Ketika air laut menguap karena perpindahan panas, uap tersebut dapat dikondensasi menjadi air bersih. Tentu agar dapat diminum, air ini perlu diolah lebih lanjut.
Gambar 3 Diagram skematik plan daya nuklir dengan sistem desalinasi [5]
Bagaimana dengan biaya yang harus dibayar untuk teknologi ini? Overnight cost SMR dan pembangkit daya lainnya dapat dilihat pada gambar dibawah. SMR memiliki biaya overnight cost tertinggi. Bahkan lebih tinggi dari reaktor konvensional. Namun hal itu bukan masalah, karena gambar dibawah merupakan presentasi biaya overnight cost per kw nya. SMR dirancang berdaya rendah, sehingga biayanya akan jauh lebih rendah dari reaktor konvensional. Namun, yang perlu diperhatikan juga adalah biaya per kwh nya. SMR memiliki biaya per kwh yang rendah, bersaing dengan harga dari reaktor konvensional dan pembangkit daya geothermal. SMR merupakan investasi dengan modal tinggi di awal namun biaya pemeliharaan tahunannya rendah. Simplifikasi desain, waktu pembangunan yang lebih singkat, serta fleksibel menjadikan SMR merupakan pembangkit daya yang tetap menguntungkan.
Gambar 4 Biaya daya listrik dari beragam pembangkit [3]
SMR lebih meyakinkan dari ketidakpastian persediaan suplai bahan bakar. Pasar uranium jauh lebih stabil dibandingkan pasar batubara. Teknologi nuklir kebal dari fluktuasi harga uranium [3]. Selain itu, uranium sebagai bahan bakar memiliki densitas energi yang lebih besar, bahkan hingga dua juta kali lebih besar dari densitas energi batubara. Densitasnya yang padat memudahkannya dalam mentransfer uranium dari satu tempat ke tempat lain. Selanjutnya, energi nuklir memiliki siklus pengisian bahan bakar yang lebih panjang dibandingkan batubara. Sekali siklus pengisian bahan bakar reaktor adalah 18-24 bulan. Berbeda dengan pembangkit listrik konvensional yang selalu membutuhkan pengisian ulang terus menerus selama ia beroperasi. Semua aspek diatas menjadikan SMR lebih unggul dibandingkan pembangkit energi lainnya.
Nah, sudah tau kan apa itu SMR. Dilihat dari kebermanfaatannya, MSR memiliki prospek yang cerah di ASEAN, khususnya di Indonesia. SMR dapat menjadi solusi awal untuk mengembangkan energi nuklir di Indonesia. SMR dapat menjadi solusi dari permasalah penjaringan listrik di daerah terpencil, pemanfaatan air laut untuk dimurnikan, juga sekaligus dapat menjadi sumber tenaga kapal induk jika Indonesia ingin meningkatkan kekuatan maritimnya. Walau harga overnight cost nya besar, namun SMR memiliki biaya perawatan tahunan yang lebih rendah sama seperti reaktor konvensional lainnya. SMR merupakan gerbang untuk mengembangkan energi nuklir yang jauh lebih besar di ASEAN, khususnya di Indonesia.
References
[1] “Small modular reactor,” Wikimedia Foundation, Inc., 5 April 2018. [Online]. Available: https://en.wikipedia.org/wiki/Small_modular_reactor. [Accessed 2018 May 8].
[2] M. Ilyas and F. Aydogan, “Steam generator performance improvements for integral small modular reactors,” Nuclear Engineering and Technology, vol. 49, pp. 1669-1679, 2017.
[3] V. Nian, “The prospects of small modular reactors in Southeast Asia,” Progress in Nuclear Energy, vol. 98, pp. 131-142, 2017.
[4] J. Vujic, M. R. Bergmann, R. Skoda and M. Miletic, “Small modular reactors: Simpler, safer, cheaper?,” Energy, vol. 45, pp. 288-295, 2012.
[5] S. U.-D. Khan, S. U.-D. Khan, S. Haider, A. El-Leathy, U. A. Rana, S. N. Danish and R. Ullah, “Development and techno-economic analysis of small modular nuclear reactor and desalination system acrossMiddle East and North Africa region,” Desalination, vol. 406, pp. 51-59, 2017.
Warung Sains Teknologi (Warstek) adalah media SAINS POPULER yang dibuat untuk seluruh masyarakat Indonesia baik kalangan akademisi, masyarakat sipil, atau industri.