Wilayah selatan China dikenal sebagai daerah yang relatif lembap dengan sumber air melimpah, sementara sebagian besar wilayah utara menghadapi kondisi sangat kering. Ketimpangan ini menjadi tantangan besar bagi negara tersebut, terutama karena sepertiga populasi China tinggal di wilayah utara yang kekurangan air, yang juga menjadi pusat kegiatan pertanian dan industri. Masalah kekeringan ini diperburuk oleh pertumbuhan populasi dan urbanisasi yang pesat, sehingga kebutuhan air terus meningkat.
Sebagai respons, pemerintah China memperkenalkan solusi yang berani namun penuh kontroversi, yakni South-North Water Transfer Project (SNWTP) atau Proyek Pengalihan Air Selatan-Utara. Proyek raksasa ini merupakan upaya rekayasa hidrologi terbesar di dunia, dirancang untuk mengalihkan 44,8 miliar meter kubik air tawar dari wilayah selatan yang kaya akan sumber daya air ke wilayah utara yang kekurangan setiap tahunnya, dengan target penyelesaian penuh pada tahun 2050.
SNWTP bukan sekadar proyek pengalihan air biasa, tetapi melibatkan pembangunan infrastruktur masif, termasuk kanal-kanal raksasa, terowongan bawah tanah, dan stasiun pompa, yang membentang ribuan kilometer. Proyek ini menggambarkan ambisi China untuk mengatasi ketidakseimbangan distribusi sumber daya air secara drastis, namun tidak lepas dari tantangan teknis, dampak lingkungan, dan implikasi sosial yang cukup besar.
Proyek ambisius South-North Water Transfer Project kabarnya terinspirasi dari pernyataan Mao Zedong pada tahun 1952, ketika ia mengatakan, “Wilayah selatan memiliki banyak air, dan wilayah utara kekurangan air. Jika memungkinkan, mengapa tidak meminjamnya?” Namun, gagasan besar ini baru mulai dibahas secara serius oleh para pemimpin China pada 1990-an, ketika perekonomian negara ini mulai berkembang pesat dan jumlah penduduknya terus bertambah, sehingga kebutuhan akan sumber daya air semakin mendesak.
Proyek ini memanfaatkan prinsip gravitasi untuk mengangkut air dari selatan ke utara melalui jaringan saluran dan kanal buatan yang dirancang khusus. Infrastruktur ini akan mencakup tiga jalur utama yang dikenal sebagai Proyek Rute Barat, Proyek Rute Tengah, dan Proyek Rute Timur. Ketiga rute ini dirancang untuk mengalihkan air dari Sungai Yangtze, sungai terpanjang di Asia, dari wilayah hulu, tengah, dan hilirnya ke daerah-daerah di utara dan barat laut China yang kekurangan air.
- Rute Barat bertujuan mengalihkan air dari kawasan hulu Sungai Yangtze di wilayah barat daya ke daerah kering di dataran tinggi.
- Rute Tengah akan membawa air dari bagian tengah Sungai Yangtze menuju kawasan seperti Beijing dan Tianjin.
- Rute Timur menggunakan kanal-kanal buatan yang ada untuk membawa air dari hilir Sungai Yangtze menuju wilayah utara.
Dengan jaringan saluran air yang membentang ribuan kilometer, proyek ini dirancang untuk memanfaatkan topografi alami, tetapi juga membutuhkan infrastruktur kompleks, seperti bendungan dan stasiun pompa, untuk memastikan aliran air tetap lancar. Proyek ini menjadi simbol ambisi China dalam mengatasi ketidakseimbangan sumber daya air, tetapi tidak terlepas dari tantangan besar, termasuk dampak terhadap lingkungan, komunitas lokal, dan biaya yang luar biasa besar.
Menurut laporan dari IFL Science, air mulai mengalir melalui Rute Timur dan Rute Tengah dari South-North Water Transfer Project (SNWTP) pada Desember 2013 dan Desember 2014. Aliran air ini telah memberikan dampak positif dengan menyalurkan air segar ke berbagai wilayah di dataran Huang-Huai-Hai dan daerah sekitarnya. Proyek ini memungkinkan banyak kota besar di sepanjang kedua rute tersebut untuk mendapatkan pasokan air yang lebih stabil, mengatasi masalah kekeringan yang telah berlangsung lama.
Secara keseluruhan, pemerintah China memperkirakan bahwa sekitar 185 juta orang yang tinggal di puluhan kota kini telah memperoleh manfaat langsung dari proyek ini. Salah satu kota utama yang merasakan dampaknya adalah Beijing, ibu kota dengan populasi lebih dari 22 juta penduduk, yang kini menerima pasokan air dalam jumlah besar melalui jalur SNWTP. Dengan bantuan air yang dialirkan melalui rute ini, Beijing dapat lebih baik memenuhi kebutuhan air untuk penduduknya yang terus bertambah, sekaligus mendukung aktivitas ekonomi dan industri.
Sementara itu, pembangunan Rute Barat dari proyek ini masih dalam tahap perencanaan hingga akhir 2024. Namun, kemajuan jalur ini terhambat oleh sejumlah kekhawatiran, baik secara teknis maupun diplomatis. Salah satu isu utama adalah dampak aliran air yang berkurang pada negara-negara tetangga seperti India, yang juga sangat bergantung pada pasokan air dari sungai-sungai yang menjadi bagian dari sistem ini. Kekhawatiran internasional ini mencerminkan kompleksitas proyek SNWTP, yang tidak hanya melibatkan tantangan infrastruktur dan teknologi, tetapi juga geopolitik dan lingkungan lintas batas.
Proyek ini menunjukkan ambisi besar China untuk menyelesaikan masalah ketimpangan sumber daya air dalam negerinya, tetapi juga menyoroti perlunya dialog yang hati-hati dan solusi yang adil untuk mengurangi dampak negatif pada ekosistem dan masyarakat di negara lain.
Proyek South-North Water Transfer Project (SNWTP) tidak hanya memicu kontroversi dengan negara tetangga, tetapi juga menelan biaya yang luar biasa besar. Proyek ini diperkirakan menghabiskan sedikitnya USD 71 miliar (sekitar Rp 1,1 kuadriliun), menjadikannya salah satu proyek infrastruktur paling mahal di dunia. Bahkan, pada tahun 2014, investasi untuk SNWTP dan proyek transfer air serupa menyumbang sekitar 1% dari PDB China, dengan nilai mencapai USD 150 miliar. Angka ini mencerminkan skala besar dan pentingnya proyek ini bagi strategi nasional China dalam menangani ketimpangan distribusi air.
Namun, proyek ini juga membawa dampak sosial yang sangat signifikan. Menurut laporan media lokal, setidaknya 440 ribu orang harus dipindahkan dari rumah mereka di wilayah tengah China untuk memberikan ruang bagi pembangunan tahap pertama jalur timur dan tengah proyek ini. Relokasi massal ini menimbulkan tantangan besar bagi masyarakat yang terkena dampak, terutama terkait kehidupan sosial, ekonomi, dan identitas budaya mereka.
Selain itu, proyek ini menghadapi masalah lingkungan serius, seperti yang sering terjadi pada megaproyek rekayasa skala besar. Penelitian menunjukkan bahwa pembangunan SNWTP telah menyebabkan penurunan kualitas air di sistem sungai yang berdekatan. Proyek ini juga secara signifikan mengurangi populasi ikan dan kehidupan laut di kawasan tersebut, menimbulkan kekhawatiran tentang dampak jangka panjangnya terhadap ekosistem perairan.
Meskipun proyek ini dianggap sebagai investasi untuk masa depan, wilayah utara China yang kering tetap menghadapi tantangan kekurangan air yang parah, terutama mengingat ancaman perubahan iklim yang dapat memperburuk kondisi kekeringan. Tidak ada jaminan bahwa proyek ini akan sepenuhnya mengatasi masalah tersebut dalam jangka panjang, mengingat kompleksitas dinamika air di wilayah yang terus berubah akibat aktivitas manusia dan perubahan iklim global.
REFERENSI:
Ma, Li & Wang, Qi. 2024. Do Water Transfer Projects Promote Water Use Efficiency? Case Study of South-to-North Water Transfer Project in Yellow River Basin of China. Water 2024, 16(10), 1367; https://doi.org/10.3390/w16101367
Sheng, Jichuan & Yang, Hongqiang. 2024. Linking water markets with payments for watershed services: the eastern route of China’s South-North Water Transfer Project. Agricultural Water Management Volume 295 https://doi.org/10.1016/j.agwat.2024.108733